39. Perpisahan

2.3K 254 13
                                    

Irene melangkahkan kakinya dengan tongkat yang masih setia di tangannya. Dia masuk ke suatu ruangan yang tertutup, lalu ia duduk di sana. Hanya ada waktu seminggu lagi sebelum dia pergi ke Amerika untuk menjalankan operasi. Dia harus menjumpai kakaknya yang ada di penjara untuk membicarakan sesuatu.

Tiffany keluar dengan wajahnya yang begitu pucat, rambut panjangnya dikuncir dengan asal. Tubuhnya begitu kurus padahal baru beberapa minggu dia d isana. Dia terkejut namun sedetik kemudian bola matanya berputar ketika melihat Irene yang duduk disana dengan raut wajah Irene yang begitu datar. Tiffany duduk dihadapan Irene yang di depannya terhalangi oleh kaca bening.

"Ada apa kau ke sini?" tanya Tiffany dengan dingin.

"Bagaimana keadaanmu?"

Tiffany menyeringai. "Harusnya kau sudah tahu bagaimana keadaanku saat ini," ucap Tiffany, "Kau pasti senang sekarang karena berhasil mencebloskanku ke penjara."

Irene terdiam, bukan ini maksudnya kedatangan dia ke sini.

"Sepertinya kau menjalani hidup yang menyenangkan sekarang." Tiffany menyindir, seketika matanya perih melihat Irene duduk di sana. Dia menghela napas lalu memejamkan matanya.

"Aku—"

"Kalau bukan karena ayahmu, aku juga tidak akan membuat matamu menjadi buta Irene. Aku hanya... aku hanya iri padamu." Tiffany terisak menangis.

"Aku akan mencabut tuntutan ini. Dan kau bisa bebas."

Napas wanita itu tercekat. Dia tertawa kosong sekarang, matanya tajam menatap Irene. "Aku tidak membutuhkan itu, aku akan di sini sampai masa hukumanku selesai. Aku tidak butuh kasihan darimu." Ia beranjak dari duduknya.

"Aku serius Tiffany. Kau akan bebas."

"Tidak! Jangan pernah kau lakukan itu Irene, aku akan tetap di sini. Lagipula aku dituntut oleh ayah bukan kau."

"Aku tahu, tapi—"

"Pergilah dan jangan biarkan aku melihat wajahmu lagi!"

Tiffany hendak pergi tapi langkah kakinya terhenti ketika Irene beranjak dari duduknya. Tiffany menoleh kearah Irene, ternyata Irene masih berdiri disana dan tidak pergi meninggalkannya.

"Aku ke sini untuk minta maaf, maaf karena selalu menuduhmu." Irene terdiam sebentar lalu menghela napas. "Kakak...."

Tiffany tersenyum pahit, air matanya mengalir mendengarnya. Perasaannya begitu sesak ketika Irene berbicara seperti itu.

"Kakak?" ia tertawa begitu miris sambil memijat keningnya yang tiba-tiba terasa pusing "Jangan memanggilku dengan sebutan itu. Aku bahkan tidak pantas untuk menjadi kakakmu."

Tiffany pun pergi meninggalkan Irene di sana, ia diantarkan oleh polwan yang memegangi lengannya padahal tangannya sudah diborgol. Dia berjalan menuju ke arah sel nya. Seketika dia tertawa ketika mengingat ucapan Irene barusan yang masih sangat hangat terngiang di telinga wanita itu.

"Bagaimana bisa dia minta maaf? Harusnya aku yang minta maaf padanya. Bodoh sekali Irene." gumamnya sambil tertawa miris.

###

Hari itu akhirnya tiba. Hari ketika perpisahan itu ada. Sehun mengantarkan Irene. Pesawat akan terbang pada pukul 05.00 PM dan sekarang masih jam 04.45. Masih ada waktu 15 menit lagi sebelum Irene terbang ke Amerika. Irene masih setia mengenggam tangan Sehun.

"Di mana bibi?" Tanya Sehun.

"Entahlah, ke toilet mungkin."

Iya Irene kesana hanya dengan bibi dan seorang pengawal saja. Karena ayahnya masih sibuk bekerja , dan ayahnya bilang akan menyusul seminggu kemudian.

Bad Liarजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें