Lanjutan Bagian Delapan Belas

16.8K 580 29
                                    

Melihat wajah kakaknya membuat pemuda jangkung itu teringat pada Sarah. Gadis malang itu menangis ketika Bagas membenarkan apa yang diketahui gadis itu secara tidak sengaja dari Vina, sekarang Arfan tinggal bersama mantan kekasihnya di rumah.

"Ummi sehat?" Arfan mencoba buka suara.

Dengan malas Bagas menatap lurus mata kakaknya, "kapan pulang?" pemuda jangkung itu balik bertanya. "liat sendiri, Ummi sakit atau enggak."

Mulut Arfan terkantup sejenak. Raut wajah bingung yang dari tadi rapi disembunyikannya mulai terlihat. "Entah kapan aku bisa menemui Ummi lagi," gumannya sedih.

Bagas mendengus, "kalau niat pengen ketemu Ummi sekarang juga bisa." Perlahan ia isap rokok yang ada disela jari-jarinya, "tinggal pulang ke Bandung, gampang."

Kepala Arfan otomatis menggeleng pelan karena tidak setuju dengan apa yang adiknya katakan. Seandainya Bagas tahu, tidak semudah itu ia bisa pulang atau berkunjung ke rumah orangtuanya setelah semua kesalahan yang dilakukannya.

"Kenapa?" tanya Bagas heran melihat pandangan kakaknya yang menerawang. "Enggak berani ketemu Ayah?"

Arfan menatap gelisah ketika Bagas menyinggung Ayahnya. Ada rasa takut yang membuat badannya sedikit gemetar. Ingin menangis rasanya ketika teringat Ayah yang dihormatinya sangat murka sampai-sampai mengusir dirinya dari rumah.

"Sebenarnya, tadi Ayah diam-diam pengen ikut ke sini," Bagas menekan kasar kuntung rokoknya di asbak. "Ayah pengen liat Kakak udah sehat apa belum."

Kaget, Arfan menatap Bagas gelisah.

"Tapi terpaksa aku cegah," lurus-lurus Bagas tatap mata Kakaknya. "Aku takut Ayah mampir ke rumah Kakak terus mergokin Kakak berduaan sama cewek lacur di kamar tanpa pakaian, kayak waktu aku datang malam-malam sehari setelah Kakak ninggalin Sarah."

Deg, apa kata Bagas? Arfan sangat-sangat terkejut. Hatinya tertohok. Kening pemuda itu berkerut sangat dalam mengingat-ingat dengan wajah merah. Kapan ia berbuat seperti itu? Cewek lacur yang dimaksud Bagas apakah Irma? Bukankah hanya sekali ia melakukan dosa itu? Tiga bulan yang lalu itupun dirinya tidak sadar karena mabuk dan tidak ada satupun keluarganya yang tahu. Banyak pertanyaan yang bermunculan di benak Arfan.

"Enggak nyangka Agas punya Kakak brengsek," Bagas tersenyum miris. "Padahal Kakak baru sehari ninggalin Sarah. Tiap ngelakuin hal bejat gitu emang enggak pernah inget ke Ummi sama Intan, Kak?" tanya pemuda jangkung itu menahan jengkel. "Atau inget ke Sarah misalnya."

"Agas, A-aku ...."

"Enggak perlu ngasih alesan," potong Bagas dingin. "simpen aja buat Sarah entar karena dia udah tahu Kakak enggak tinggal sendirian di sini."

Deg, Arfan kembali tersentak membuat hatinya tertohok lagi. Sakittt rasanya, "Sarah tau?"

"Ya," tegas Bagas. "Tapi Sarah enggak tau Kakak ngapain aja sama cewek lacur itu selama ini. Heran juga, Sarah masih berharap Kakak balik."

Wajah Arfan yang tadinya menunduk terangkat, "Apa?"

"Sarah masih berharap kakak balik," ulang Bagas malas. Ia heran pada gadis itu. Padahal Arfan sudah sangat menyakitinya. Arfan juga sudah teramat sangat mempermalukannya dengan meninggalkannya di hari pernikahan, tapi kenapa Sarah masih mengharapkan Arfan kembali? Cinta memang rumit. Bagas pusing memikirkan jalan pikiran Sarah.

"Aku enggak bisa. Aku terlalu kotor untuk kembali pada Sarah," kata Arfan dengan berat hati. Dirinya kotor, hina, itu kenyataan pahit yang harus ia terima.

Bagas diam memerhatikan mimik wajah Arfan yang terlihat putus asa.

"Lagi pula, aku sudah dilarang bertemu dengan Sarah lagi oleh Om Daud."

"Om Daud?" kening Bagas berkerut heran.

Arfan mengangguk, "setelah Ayah mengusir, aku langsung menemui Om Daud untuk meminta maaf." pemuda berambut pendek itu masih teringat pada wajah keras teman Ayahnya itu. Om Daud tidak membentak atau memukul seperti yang Ayahnya lakukan, namun sikap beliau yang dingin membuat batin Arfan tertekan dan menderita dengan segala rasa bersalahnya pada beliau terutama pada Sarah.

Bagas melihat Arfan memandangnya lama kemudian Kakaknya itu terlihat mengeluarkan sesuatu dari saku celana.

"Tolong bahagiakan Sarah, Agas." Mata Arfan menatap adiknya penuh harap. Sebisa mungkin ia sembunyikan hatinya yang berteriak tak rela. "Om Daud ingin apa yang ada di foto ini menjadi kenyataan, baru beliau mau memaafkanku."

Mata hitam Bagas membesar kala melihat selembar foto yang ada di hadapannya. Tampak dirinya dengan balutan pakaian pengantin tengah berjalan menggandeng Sarah. Gadis itu di dalam foto tampak tengah mendongak memandang wajahnya sambil tersenyum. Tunggu, kenapa Sarah tersenyum padanya? Apa yang tengah dipikir gadis itu hingga tersenyum begitu? Bagas sibuk berpikir. "Ini ...."

"Gantikan aku untuk membahagiakan Sarah," Arfan merasa sesak ketika melihat senyum gadis yang dicintainya dalam foto. "Bantu aku untuk menebus semua kesalahanku, Agas. Nikahi Sarah."

Bagas mematung dengan mulut setengah terbuka. Apa katanya? Menikahi Sarah? Bagas berharap apa yang didengarnya tidaklah nyata. Bayangan Nadine yang telah dilamarnya berkelebat. "Tapi Sarah pengen Kakak kembali."

Arfan mengeleng walau di dalam hati ia juga ingin kembali pada Sarah. Ia ingin meminta maaf lalu hidup bersama wanita yang disayanginya itu sampai akhir hayat tapi sekarang semua itu tidak mungkin. Ia harus bertanggungjawab atas perbuatan nista yang telah dilakukannya. "Aku harus menikahi Irma karena dia hamil."

"Apa? Hamil?!" sekarang juga Bagas ingin menghajar wajah Kakaknya.

***

Jodoh PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang