Bagian dua - Simalakama

50.8K 1.4K 20
                                    

***

Sebuah mobil silver bermerek Honda Jazz melaju dengan kecepatan sedang.

Sebuah rangkaian kecil bunga krisan berwarna-warni ; mawar merah-putih dan pita-pita berwarna merah yang menghiasi body mobil itu menarik perhatian setiap orang yang dilewatinya. Sekitar lima mobil dengan rangkaian bunga serupa mengikuti di belakangnya, membentuk sebuah barisan layaknya parade saat perayaan tujuh belas agustus.

Suara sirine motor polisi yang mengawal di depan dan belakangnya pun membuat beberapa kendaraan sedikit menyisi untuk memberikan jalan.

Ya, walaupun akad nikahnya akan diselenggarakan kira-kira setengah jam lebih lagi, pengantin pria tidak boleh datang terlambat hanya gara-gara alasan macet.

Di sebelah bangku kemudi, seorang pria bersetelan jas hitam dengan umur sedikit lebih tua dari Bagas duduk dengan tidak tenang. Sebelah tangannya sibuk memutar-mutar ponsel.

"Ha ... Ha ... Ha ... Ha ..."

"Intan?!"

"Ups, maaf Ummi. Kak Bagas lucu sih," Intan kembali tertawa sambil menutupi mulutnya.

Dari tadi ia terus ber-sms ria dengan salah satu kakaknya itu.

"Hus, Intan ... Masa gadis ketawanya jelek begitu. Enggak sopan itu nak," tegur ibunya yang duduk tepat disebelahnya.

Intan menangkupkan kedua tangannya di depan dada kemudian kembali cekikikan. Ibunya hanya bisa geleng-geleng kepala sementara ayahnya hanya tersenyum sambil menyentuh kepala putri bungsunya itu yang bulan depan baru saja akan menginjak usia 16 tahun.

"Ya ayah, liat ummi kerudungnya jadi rusak," rengek Intan sambil menghadap kearah ibunya.

"Enggak ah, kerudungnya masih rapi kok. Tanya aja ama kak Arfan, iya kan Fan? " kata ibunya.

Beliau sengaja menyuruh putra sulungnya yang duduk disebelah supir itu menengok ke belakang, karena dari tadi pagi putranya itu lebih banyak diam. Tidak seperti biasanya, mungkin karena gugup pikirnya.

Arfan yang mendengar kata-kata ibunya segera menengok kebelakang, "hmm ... Masih cantik kok, tapi ... kalau bibirnya enggak maju kayak begitu," Arfan berusaha tersenyum kemudian kembali memandangi jalan didepannya. Pikirannya melayang-layang.

Sebuah cubitan dari arah belakang mendarat mulus dilengannya, tapi Arfan tetap diam tidak bereaksi. Ia sedang tidak ingin meladeni adik perempuannya itu. Sesaat kemudian sebuah cubitan yang lebih keras kembali mendarat dilengannya. Dengan memasang wajah kesal Arfan menengok kebelakang.

"Intan ..." geramnya.

Intan malah pura-pura tidak melihat. Arfan jadi gemas melihat kelakuan adiknya itu, tangannya jadi gatal ingin membalas. Tapi Arfan tidak melakukannya.

Setelah kakaknya itu kembali melihat kedepan, tangan Intan kembali terulur hendak mencubit lengan kakaknya lagi.

Namun dari arah samping sebuah tangan yang lebih besar segera menariknya, "jangan ganggu kakakmu lagi Intan, sekarang ia sedang butuh ketenangan dan konsentrasi biar saat ijab kabulnya nanti berjalan lancar."

Kata-kata ayahnya itu membuat Arfan kembali sibuk dengan pikirannya.

Pernikahan, "haruskah?" tanyanya ragu didalam hati.

Ia dipertemukan dengan calon istrinya itu dalam acara peresmian salah satu cabang rumah makan sate milik ayahnya satu tahun yang lalu.

Om Daud yang merupakan calon mertuanya ini adalah sahabat sekaligus rekan kerja ayahnya. Beliau memiliki peternakan ayam, sapi dan kambing di kota Lembang.

Jodoh PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang