lanjutan bagian sebelas

22.9K 717 13
                                    

-->

Bagas masuk ke dalam rumah bertingkat itu dengan langkah-langkah lebar.

Bi Inah yang tergopoh-gopoh mengejarnya sampai kewalahan. "Den, Tunggu!" serunya.

Bagas menghentikan langkahnya lalu menoleh pada Bi Inah, "kenapa sih, Bi?" tanyanya heran.

"E ... i-itu, anu ... e ...."

Pemuda itu mengangkat bahunya kemudian kembali melangkah melewati ruang tamu, masuk ke ruang tengah, halaman belakang dan dapur. Sepi amat, pikirnya. "Arfan mana, bi?"

"Di kamarnya, Den. Tadi Den Arfan bilang enggak mau diganggu."

Tanpa menghiraukan kata-kata Bi Inah, Bagas bergegas naik ke lantai dua. Setelah sampai di depan sebuah pintu berukir, ia memutar pegangan pintunya.

"Dikunci?" guman Bagas agak heran. Sejak kapan kakaknya suka mengunci pintu kamar? Tanya hatinya.

'Tok-tok-tok'

Bagas mengetuk pintu keras-keras.

'Tok-tok-tok-tok'

Tidak ada jawaban dari dalam. Bagas mulai tidak sabar.

'Tok-tok-tok-tok'

"Siapa, sih?! Ganggu aj ...."

Bagas terkejut bukan main saat melihat siapa yang keluar dari kamar kakaknya. Tanpa sadar ia berulang kali mengucapkan kalimat istighfar dalam hatinya karena melihat penampilan wanita yang berdiri dihadapannya. "Mana Arfan?" tanya Bagas dingin.

"Ti-tidur," jawab Irma gugup. Ia berusaha menutupi badannya yang hanya tertutup selembar handuk berukuran sedang. Wajahnya pucat karena terkejut bagai maling yang ketahuan mencuri.

Bagas menatap Irma tajam lalu mendorong pintu kamar agar terbuka lebar. Arfan tampak tidur telungkup sambil bertelanjang dada. Setengah tubuhnya tertutup selimut sedang beberapa pakaian tampak berserakan dilantai. Napasnya naik turun teratur.

"Bangunin," Bagas memalingkan wajahnya dari Irma. Melihat kondisi tempat tidur yang berantakan membuat ia tidak dapat membayangkan apa yang telah terjadi di kamar itu.

"Arfan baru tidur."

"Fan!" seru Bagas emosi dari tempatnya. "Arfan!" ia berusaha membangunkan tanpa mau masuk ke dalam kamar. Akan tetapi Arfan tetap diam pada posisinya. Tidurnya terlihat sangat pulas.

"Dia kecapean, enggak mau diganggu."

Bagas mencibir jijik mendengarnya. "Enggak tau malu," gumannya keras membuat Irma yang tengah memunguti pakaiannya menoleh.

Tanpa berkata apa-apa Bagas berlalu dari sana. Hatinya sedih, emosinya tertahan di dalam dada. Sebejat dan seberengsek itu kah kakaknya?

Sulit dipercaya. Sebagai adik, ia tahu watak dan pergaulan kakaknya. "Enggak mungkin Arfan kayak gini," guman Bagas.

"Den," panggil Bi Inah saat melihat pemuda itu hendak melangkah keluar dari pintu rumah. "Istirahat dulu."

Bagas menggeleng, "bilangin ke Arfan, Bi. Ummi sakit," katanya tanpa menoleh. "Kalau mau Ummi sembuh, cepet pulang ke Bandung."

***

Jodoh PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang