lanjutan Bagian sembilan

26.1K 810 6
                                    

->

"Makasih, suster Nadine." Ilham cepat bersuara setelah memerhatikan roman wajah Nadine dan pemuda yang berdiri di sampingnya ini. "Tolong tunggu sebentar diluar. Saya akan memeriksa nona Sarah," katanya kepada Bagas.

Sekilas pemuda bermata hitam itu melirik Dokter Ilham dan Sarah yang tampak heran sambil memerhatikan raut wajahnya dan Nadine secara bergantian. Kemudian tanpa berkata apa-apa Bagas keluar dari ruangan.

Perasaannya semakin tidak karuan. Ketika melihat sikap Nadine padanya tadi, jantungnya terasa membeku sesaat.

Perlahan pemuda jangkung itu menyenderkan punggung dan kepalanya di dinding. Dinginnya tembok itu terasa menembus tulang. Berkali-kali ia menarik napasnya. "Hhh ..." Semua kesalahpahaman ini membuat hatinya jadi tersiksa.

Ia sudah tidak sabar lagi. Bagas ingin segera menjelaskan semuanya kepada gadis itu. Kalau perlu ia akan melamar Nadine sekarang agar gadis itu tahu bagaimana kesungguhan cintanya.

"Huh ..." andaikan kejadian kemarin bisa diulang lagi, sesalnya. Mungkin ia akan berpikir untuk mencari ide lain. Atau setidaknya ia akan menghubungi Nadine dahulu lewat telepon untuk menceritakan semuanya.

Aargh ...! Kenapa baru terpikir sekarang? Bagas kesal sendiri.

'Cklek ....'

Suara pintu terbuka membuat Bagas terperajat menegapkan badannya. Bergegas ia mendekati pintu.

"Keluarga Nona Sarah?" kata Dokter Ilham memancing. Dirinya sungguh penasaran pada sosok pemuda yang sudah sukses membuat Nadine tidak berkedip ini.

"Aku ...."

"Dia suaminya," Nadine menyela jawaban Bagas dari balik punggung Ilham.

Bagas terhenyak, hatinya bagai dihujam. "Nad ..." katanya lirih saat gadis blasteran timur tengah itu berjalan perlahan dan berhenti tepat di hadapannya.

Nadine tidak menjawab. Ditatapnya mata hitam Bagas dengan dingin. Tidak ada sedikitpun keramahan atau kehangatan di sana, membuat pemuda itu tanpa sadar menahan napasnya dan semakin sulit bernapas ketika gadis itu melengos pergi begitu saja.

"Nad ...."

"Maaf," suara Ilham membuat tubuh Bagas yang hendak berbalik mengejar Nadine jadi terhenti. "Saya ingin menjelaskan bagaimana kondisi nona Sarah sekarang kepada anda."

Saat itu juga batin Bagas berteriak frustasi. Diliriknya punggung gadis cantik itu yang semakin menjauh pergi. Seperti kupu-kupu yang terbang tinggi, ingin ia berlari kemudian menangkapnya. Namun akal sehatnya yang seolah tinggal sedikit, membuat ia terpaksa berdiri terpaku disana mendengarkan kata-kata dokter berkacamata tentang kondisi Sarah. Bagai masuk telinga kiri keluar dari telinga kanan. Pemuda itu memang berdiam di sana, tetapi hati dan pikirannya entah pergi kemana.

Sementara itu, setelah sampai belokan Nadine diam-diam mengintip Bagas. Mengingat sorot mata pemuda jangkung itu yang tampak terluka tadi membuat dadanya sesak.

Setetes air mata meluncur dari sudut matanya. Segera ia berlari menjauh dari sana. Sebuah tempat pojok di samping gudang peralatan kebersihan menjadi pilihannya untuk bersembunyi.

Nadine duduk di lantai beralaskan dus sambil menenggelamkan kepalanya di lutut.

Ia mulai menangis dengan keras karena tidak kuasa menahan sesak di dadanya.

Ia merasa sangat kesal dan marah.

Ketika melihat gadis bernama Sarah itu, dirinya masih kuat menahan rasa sakit dihatinya. Tetapi ketika melihat sorot mata Bagas, emosinya jadi meledak.

Kenapa tatapan Bagas nanar begitu? Tanyanya kesal dihati. Harusnya dirinya yang seperti itu. Dirinya yang terluka. Dirinya yang seolah di bohongi oleh pemuda itu. Hatinya yang sakit. Perasaannya yang hancur. Tapi kenapa Bagas menatapnya begitu? Kenapa?! Jerit hatinya.

Begitulah bila emosi berkuasa. Akal sehat hilang karena otak sibuk mengurus hatinya.

Nadine terus terisak-isak tanpa menyadari ada seorang pemuda tampan berkacamata yang berdiri tidak jauh darinya. Pemuda itu menyandarkan tubuhnya sambil melipat tangannya di dada. Melihat Nadine menangis seperti itu membuat batinnya tersiksa.

Kamu kenapa? Siapa pemuda itu? Apa yang dilakukan pemuda itu padamu sampai kamu menangis begini? Maukah kamu menceritakan semuanya padaku? Serentetan pertanyaan itu hanya mampu ia teriakan di dalam hatinya.

Rasa penasaran dan cemburu terasa panas membakar jiwa. Ingin Ilham mendekat kemudian membelai kepala gadis itu atau mengusap air matanya, tapi ... Ia tidak bisa. Karena ia terlalu takut, bila ia berani mendekat akan membuat gadis itu pergi menjauhinya.

Jodoh PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang