Bagian tiga - Dia

43.9K 1.1K 6
                                    

Di sebuah salah satu rumah sakit kota Bandung.

Seorang gadis cantik blasteran timur tengah keluar bersama seorang dokter muda berwajah tampan dari sebuah ruangan yang bertuliskan 'R.Teratai IV'.

Pakaian serta kerudungnya serba putih, sebelah tangannya membawa dua buah map dan alat pemeriksa tekanan darah. Tepat di depannya seorang dokter muda berjalan dengan langkah yang cukup lebar. Sang gadis terlihat sudah terbiasa mengikuti langkah kaki dokter muda itu. Sesekali orang-orang yang mereka lewati tersenyum dan menyapa keduanya dengan ramah.

"Suster Nadine, tolong serahkan hasil rontgen itu pada dokter Mitha," katanya sambil menunjuk map yang dibawa oleh gadis cantik itu.

"Baik dok."

"O ya," sang dokter tiba-tiba berbalik memandang Nadine, "tolong buatkan aku kopi seperti biasa, setengah jam lagi aku ada operasi."

Nadine yang masih terkejut karena gerakan dokter muda itu segera mengangguk, "ba-baik dok."

Dokter muda itu tersenyum senang sebelum masuk kedalam ruangannya.

Nadine mengurut dada karena rasa terkejutnya itu belum hilang seluruhnya. Dokter yang satu ini memang selalu saja membuatnya terkejut.

Setelah keluar dari ruangan dokter Mitha, Nadine bergegas menuju ke dapur rumah sakit untuk mencari gula.

"Buat dokter Ilham yah?" tanya temannya dengan tatapan menggoda.

Nadine hanya mengangguk lalu tersenyum. Dokter muda itu memang selalu meminta kepadanya untuk membuatkan secangkir kopi bila tadi malam ia tidak dapat tidur karena tugasnya.

Sejak bekerja dirumah sakit ini, dokter Ilham tidak pernah meminta OB untuk menyiapkan kopi untuknya. Kalau Nadine tidak ada, ia selalu membuat air kopinya sendiri. Beberapa suster juga pernah diminta olehnya untuk membuatkan minuman untuknya tetapi tidak ada yang cocok dengan selera lidahnya.

Gerakan Nadine yang tengah memasukan sedikit gula ke dalam gelas terhenti saat ponselnya terasa bergetar. Ia segera merogoh saku bajunya dan tersenyum memandang nama dan foto yang tertera dilayarnya.

"Hallo, walaikumsalaam... Lagi bikin kopi nih, kamu lagi dimana?" Nadine masih tersenyum, "oh, sudah dijalan. Aku masih di rumah sakit, nanti siang mungkin baru bisa kesana." Nadine menyangga dagunya, "Eh, enggak usah... Beneran Bagas, aku enggak perlu dijemput. Nanti kamu juga disana pasti sibuk kan? Iya, kamu juga hati-hati. Hmm..." Nadine tertawa kecil, "walaikumsalaam," katanya kemudian memasukan kembali ponselnya ke dalam saku.

Ia kembali melakukan pekerjaannya yang sempat tertunda tadi. Bibirnya terus tersenyum senang, ia melirik jam di dinding sekilas. Rasanya ingin sekali memutar jarum jam itu supaya cepat-cepat menunjuk ke angka satu.

"Seneng amat, dari siapa?"

"Temen," jawab Nadine berusaha tenang.

"Temen apa temen? Pasti dari pacar yah? Siapa tadi namanya? Bagas yah?" tanya temannya yang lain.

"Siapa? Bagas? Emm ... Tunggu, Bagas--Bagas ... ah, aku inget cowok cakep manis yang tingginya hampir sepintu itu kan? Yang pernah dirawat disini dan beberapa kali ngejemput kamu pulang pake motor matic biru? Iya kan Nadine?" tanya temannya yang lain.

Nadine tidak menjawab, ia hanya tersenyum kikuk sambil berusaha menutupi rasa malunya.

"Emm .. aku duluan yah," kata Nadine cepat-cepat pergi sebelum teman-temannya itu semakin mendesaknya. Kini dokter Ilham pasti tengah menunggu kopi buatannya.

***

"Kak Sarah ... gawat. Acara akad nikahnya ditunda jadi jam sepuluh."

"Apa?!"

Jodoh PenggantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang