Sweety Venus - Chapter 20

8.6K 838 187
                                    

Diana selalu meletakkan Lily di atas bantal yang telah di susun dan sekarang Lily menghilang. Dan Diana tidak pernah membawa Lily ke kamar mandi bahkan sampai ke tempat ia mengajar. Sebelum tidur, ia akan memainkan rambut Lily. Dan saat ia bangun, ia akan meletakkan Lily di atas bantal yang sudah ia rapikan. Diana mencoba mencari di tiap sudut kamarnya mulai dari bawah tempat tidur kecilnya, dalam lemari pakaian hingga kamar mandi namun tetap tidak mendapatkannya. Diana juga mencari di tempat lain seperti ruang TV hingga counter dapurnya yang minimalis.

Tetap tidak ada.

Ketakutan seketika menghampiri Diana. Wajahnya pucat, nadinya menegang. Bagaimana jika memang benar ada pencuri? Bukankah tadi siang Diana sudah mengganti password dan kunci baru. Bagaimana bisa seseorang menduplikat kembali kunci Diana?! Tapi kenapa Lily yang di ambil? Berharga dibagian mananya sebuah boneka yang sudah jelek dengan beberapa jahitan sana-sini?

Ini seperti foto-foto yang hilang itu...

Hilang...

Tanpa jejak...

"Apa-apaan ini..." bisiknya horor.

Berarti foto-foto kemarin bukan Diana yang membuangnya tanpa sadar. Melainkan ada orang lain, yang menyusup ke rumahnya.

"Oh Tuhan..." bisiknya lagi dengan suara bergetar nyaris tidak didengar.

Diana langsung berjalan tergesa-gesa menuju pintu apartemen Nate, mengingat orang yang paling dekat dengannya saat ini adalah posisi Nate. Diana menggedor-gedor dengan tidak sabaran hingga Nate membuka pintunya dengan selembar handuk dipinggul. Pria itu baru selesai mandi.

Nate mengerutkan dahinya melihat raut ketakutan Diana. "Diana, kau baik-baik saja?"

"S-Seseorang memasuki apartemenku."

Wajah Nate mengeras. Ia kembali ke dalam, memakai pakaian santai sebelum ke tempat tinggal Diana.

"Bicara, Diana." Nate berujar seraya melirik tiap sudut ruang, mencari sesuatu yang mencurigakan.

"Kemarin semua foto kebersamaanku bersama Jeremy hilang dengan sempurna. Aku kira mungkin aku lupa, mungkin aku membuangnya dan tidak ingat. Tapi Thomas tetap membantuku mengganti kunci dan password yang baru. Aku kira aku bisa bernafas lega setelah hal itu. Tapi sekarang bonekaku yang hilang."

Nate keluar dari kamar Diana dan menatap wanita itu dengan bingung. "Apa... Itu pemberian mantan kekasihmu?"

Diana menggeleng. "Itu hadiah dari Ayahku. Boneka itu sangat jelek. Jadi kenapa seseorang ingin mengambilnya?"

"Selain foto dan boneka. Apa ada yang hilang?"

"Tidak ada."

Nate mengangguk pelan sambil berfikir. "Televisi, lemari es, bahkan perhiasan yang benda kecil namun besar nilainya tidak diambil. Artinya ini bukan pencuri." Nate menatap Diana. "Entah kenapa aku berfikir jika Jeremy ingin membalas dendam."

Diana menggeleng. "Itu tidak mungkin. Dia tidak mungkin membuang kenangan kebersamaan kami disaat dia memohon kembali bersamaku. Itu tidak masuk akal."

"Itu bisa saja terjadi, Diana. Kau membuatnya malu di pintu apartemenmu dengan membawa Thomas dan Hedwigh untuk melemparnya dari sini. Dia marah dan tidak terima kau putuskan begitu saja. Jadi dia masuk diam-diam kesini dan mengambil semua foto kalian berharap jika kau akan merindukannya tanpa foto-foto kalian. Tapi kau malah mencetuskan hal yang sudah menjadi harapan terakhirnya. Kau membuangnya untuk selamanya. Dia semakin marah dan sangat tidak terima harga dirinya yang jatuh namun kau masih menolaknya, akhirnya ia kembali masuk dan mengambil barang yang paling berharga darimu." Nate mengambil nafas setelah menyimpulkan spekulasinya.

"Tidak... Tidak mungkin." Diana masih menggumamkan itu pada dirinya berharap apa yang dikatakan Nate hanyalah bualan. "Dia tidak tahu aku mengganti kunci—"

"Demi Tuhan, Diana... Dia pria kaya! Dia memiliki pekerjaan tetap. Dia bisa saja yang mendatangkan orang yang mengganti kunci pintumu."

Diana terdiam menyerap perkataan Nate. Tapi detik berikutnya ia menatap Nate dengan wajah pucat. "Kau bilang seseorang mengambil barang yang paling berharga dariku. Bagaimana bisa kau tahu jika boneka itu sangat berharga untukku?"

Nate melihat Diana yang hendak berdiri dengan gerakan lambat. "Tidak. Tidak. Tidak. Diana. Kumohon jernihkan pikiranmu dulu."

"Kau tidak melakukannya 'kan, Nate?" biaik Diana menjauh dari Nate.

"Oh Tuhan, Diana. Kumohon duduk dulu. Kau terlihat tidak beres." Saat Nate mendekat, Diana susah berlari.

Nate dengan cepat menangkapnya lalu mendudukkan Diana di sofa kembali. Diana menjerit dengan lantang berharap ada yang dapat menolongnya namun Nate malah menutup mulut Diana dengan ikut berteriak berharap Diana bisa mendengarnya.

"Kumohon, Diana. Berhentilah berteriak dan dengarkan penjelasanku!"

Dan Diana langsung berhenti berteriak dengan takut.

"Tok tok... Apa aku mengganggu?"

Baik Nate maupun Diana menoleh menatap Ethan yang tengah berdiri diambang pintu. Diana sedikit mendorong tubuh Nate hingga Nate menjauh dari Diana. Mereka berdeham.

Ethan masuk dengan santai lalu memberikan bungkus plastik yang ia pegang untuk Diana. "Maria menitipkan ini. Ia memberikan alamatmu dan menyuruhku memberikannya langsung untukmu."

Diana menatap tajam Ethan. Ia mengambil kue tersebut dan pergi ke counter dapur yang dibuntuti Ethan. Sedangkan Nate masih duduk di sofa ruang tamu seraya menyalakan televisi.

"Apa kau kembali ke toko bunga Ibuku hari ini? Jangan bilang kau..."

Ethan mengerti dengan tatapan itu. "Ya Tuhan... Aku tidak menggoda Maria, sugar."

Nate yang mendengar itu langsung melirik Ethan dari tempatnya duduk.

"Aku lupa membayar bungaku kemarin makanya aku datang kembali." Ethan menoleh ke belakang di mana Nate duduk. Ia menyapa Nate dengan anggukan lalu kembali menatap Diana yang tengah memotong kue. "Siapa nama kekasih gelapmu itu? Apakah Jeremy? Thomas? Nate? Atau Papa?"

Diana memukul tangan Ethan saat pria itu ingin mengambil potongan besar. Lalu menggerutu."Kau pernah bertemu Jeremy jika kau lupa."

Ethan tertawa dengan mulut yang penuh cake alhasil ia tersedak dan terbatuk-batuk. Diana yang menatapnya menjadi khawatir. Ia mengambilkan minuman untuk Ethan kemudian menepuk-nepuk pelan punggung pria itu. Dan itu semua tidak lepas dari penglihatan Nate. Saat Diana melirik Nate dengan enggan, Nate kembali menatap TV.

Setelah Ethan mendingan, Diana mengambik tempat duduk di seberang Ethan. Sesekali wanita itu melirik takut-takut kepada Nate di belakang pundak Ethan. Seharusnya ia tidak mengambil kesimpulan seperti itu. Nate sudah membantunya menenangkan pikirannya beberapa menit lalu seharusnya ia berterima kasih bukan malah menuduh pria itu.

Ethan menangkap raut wajah Diana. Ia menoleh ke belakang sekilas sebelum kembali menatap Diana. "Kau baik-baik saja?"

Diana hanya diam. Tapi jemarinya gemetar saat menyentuh telapak tangan Ethan. Ethan melirik tangannya. Ia menggenggam tangan Diana lalu tersenyum. "Apa dia menyakitimu?" bisik Ethan.

Diana menggeleng. Ia merasa sentuhan Ethan membuatnya tenang. Akhirnya Diana berdiri dan mendekati Nate dengan bungkus plastik berisikan potongan kue. Ya, dia perlu bicara dengan Nate.

Setelah Diana berdiri dihadapan Nate, pria itu langsung bersuara. "Kau ingin mendengarku?"

Diana mengangguk.

"Kau ketakutan saat menggetuk pintuku, Diana. Kau berkata bonekamu hilang. Jadi aku berfikir jika boneka itu merupakan harta paling berharga untukmu. Dan aku saja tidak tahu jika kau memiliki boneka. Bagaimana bisa aku mencurinya? Alibi lainnya, aku tidak memiliki uang untuk menyuap orang yang mengganti engsel pintumu. Aku bekerja di mini market menjadi seorang pelayan, jika kau lupa."

Diana menghela nafasnya dan mengangguk. "Maafkan aku. Aku... terlalu paranoid."

Nate mengangguk paham. Ia berdiri lalu keluar dari apartemen Diana. Saat di luar pintu, Nate berhenti. Ia membalikkan tubuhnya dan menatap Ethan yang masih asyik melahap cake, membelakangi mereka.


SWEETY VENUS [#2 VENUS SERIES]Where stories live. Discover now