Dengan usilnya, Jevlyn menarik rambut David sehingga lelaki itu meringis memandang putrinya. Mendesah pelan karena tidurnya yang terganggu tapi kemudian tersadar hari sudah terlalu siang untuk protes mengenai tidurnya. David duduk sambil sesekali menguap. Matanya masih setengah terbuka dan benar-benar lelah.

"Ayah, Bunda bilang bangun karena kita mau piknik di taman belakang"

Baiklah, semenjak Diva berangsur-angsur sembuh, David mengganti panggilannya dengan Jevlyn. Enak saja jika putrinya itu memanggil dirinya, Arjuna dan Julian dengan sebutan Papa. David tidak terima. Dan dengan cerianya, Diva mengusulkan untuk memanggil Ayah. Menenyangkan karena Jevlyn memanggil Diva dengan sebutan Bunda. Sederhana dan David menyukainya. Sangat menyukainya.

"Ayah! Malah melamun!" gerutu Jevlyn kemudian menggigit telapak tangan David

Tak ada reaksi, David malah kembali tidur dengan posisi telungkup sehingga wajahnya terbenam sepenuhnya di bantal.

"Astaga. Untung Bunda pengertian, ya udah ah aku pergi dulu" gumam gadis kecil itu

Jevlyn meninggalkannya, dan David hanya mendengkur kembali ketika putrinya itu menghilang di balik pintu. Langkah kecil Jevlyn menuntunnya kembali pada Diva yang sedang menyiapkan bberapa tusuk sosis ditangannya.

"Bunda..."

Diva meletakkan sosisnya lalu memandang Jevlyn, "Mana Ayah?"

Jevlyn mengedikkan bahunya, "He's drowning, in bed"

"Apa?" Diva mengernyitkan dahinya, mungkin maksud putrinya ini, David kembali tertidur, kemudian hanya menghela nafas, "Did you pinch him?"

"I bite him"

Diva tertawa bersama Mbok Yem dan beberapa pelayan lainnya, hanya menggeleng kecil karena kehadiran Jevlyn selama beberapa minggu ini membuat mereka benar-benar nyaman. Perjanjian hak asuh antara David dan Jessica, membuat Jessica mengutuk setengah mati David karena berhasil menguasai putri mereka dengan mudah. Jelas saja, David sudah berkeluarga dan menikah dengan Diva, walaupun acara resepsi mereka belum digelar. Hanya akad nikah singkat karena Diva ngidam ingin menikah di masjid dekat rumah mereka. Betapa bahagianya David ketika Diva mengatakan ingin menikah dengannya. Terimakasih pada bayi mereka tentu saja yang mensponsori keinginan Diva. Dan tentu saja kembali pada Jevlyn, gadis kecil itu memang harus tinggal di rumah David karena akan mendapat perhatian lengkap dari Ayah dan Bundanya itu.

"Tapi Ayah tidur lagi"

"Ayah lelah, nanti kita bangunkan lagi ya?"

Jevlyn memanyunkan bibirnya, "Sekarang aja, aku mau rumah-rumahanku di pompa. Tapi harus Ayah yang pompa"

Diva menghela nafas, teringat rumah-rumahan dari balon yang cukup besar hadiah dari Julian untuk Jevlyn masih mendekam di garasi karena generator untuk memompanya tidak bekerja cukup baik. Mereka memang menunggu David karena David yang mengetahui dimana mereka harus memperbaiki barang itu.

"Can we wake him up?" pinta Jevlyn lalu meraih tangan Diva

Diva menghela nafas sesaat, kehamilannya memasuki bulan ke tujuh dan sepertinya perutnya belum terlalu besar. Karena itu dia masih menempati kamar lantai atas walaupun Anita dan Amanda mewanti-wanti untuk mengganti ruangan namun Diva menolaknya. Diva mengikuti Jevlyn memasuki kamar utama rumah itu dan tampak David sedang mendengkur dengan posisi terlentang sekarang. Diva tertawa kecil takut membangunkan lelaki itu

"Ayah..." rengek Jevlyn sambil menarik lengan panjang David

Tetap saja lelaki itu tak bergeming

"Dav, aduh, Dav..." Diva merintih sambil memegangi perutnya

"KENAPA? KAMU KENAPA?!" David langsung terduduk dan memegangi pundak Diva, "Mana yang sakit? Mana? Ke dokter? Ayo! Ayo ke dokter"

CandourWhere stories live. Discover now