5

21.2K 626 4
                                    


Jessica melangkahkan kakinya pelan. Diujung telpon sana, Julian sedang berbicara dengan nada yang cukup tenang. Tapi Jessica tahu, kakaknya itu sedang menyembunyikan sesuatu.

"Kak..."

"Hmmm?"

Jessica menghela nafas, "Aku mau kuliah aja"

Julian mendesah lega, "Apa pun, asal kamu mau maju..."

"Oke, tolong bilang sama Mama dan Papa"

Julian terdengar girang, "Pasti!"

Jessica menutup telponnya dengan tenang. Jevlyn sedang bermain dengan babysitternya saat ini. Jessica memilih belajar untuk persiapannya masuk kuliah. Dia ingin mengejar semua ketinggalannya. Takut kalau ada yang terlewat olehnya.

Dia ingin belajar karena Jevlyn. Dia tidak ingin nantinya ketika Jevlyn dewasa, Jevlyn akan malu dengan keadaannya. Dia ingin memberikan Jevlyn semua yang memadai. Sekarang dia mengerti mengapa Papanya sangat bekerja keras. Dia ingin memberikan yang terbaik untuk putrinya. Bukan ingin mengabaikan anaknya, tapi memberikan masa depan lebih baik pada anaknya.

Setidaknya langkah pertama sudah dia ambil untukmenyelesaikan masalahnya. Sisanya biar Tuhan yang menentukan bagaimana. Yang penting dia sudah menentukan langkah mana yang dia ambil. Matanya berbinar ketika membuka buku bisnis dihadapannya.

...

Diva berbaring disofanya, baru saja dia menyelesaikan beberapa laporan dengan tenang. Ini sudah seminggu semenjak kejadian David tibatiba curhat padanya. Dan sudah seminggu pula dia masih mendinginkan David dan kedua orang tuanya. Setidaknya dia harus mencari cara untuk merealisasikan permintaan Sebastian.

Setelah berkutat dan mencari solusi dengan berkonsultasi pada teman-temannya, Diva terkapar di sofa ruang tamunya. Dia tidak terbiasa bekerja di kamar, dia hanya konsentrasi di sofa. Sofa adalah tempat bekerja paling nyaman untuknya. Apalagi ruang tamunya memiliki dinding dengan air yang di desain seperti air hujan. Jadi pemandangannya selalu seperti air mengalir. Membuatnya tenang karena setidaknya rumah ini dipelihara dengan baik walaupun Diva tidak menempatinya beberapa tahun.

"Div... VAAAAA!!!"

"AAAAAA!!!!"

Mereka berdua teriak dengan kencang. David tak sengaja dengan kebiasaannya menyelonong masuk, tentu saja dia masuk ke ruang tamu dan menemukan Diva sedang terkapar di Sofa. Dan kebiasaan Diva yang lain adalah, dia selalu hanya mengenakan bra dan celana dalam ketika di dalam rumah.

David meringis ketika bantal kursi yang tadi di lempar Diva di pungutnya kemudian berjalan menuju ruang tengahdimana tadi Diva sudah berlari meninggalkannya. Dia sempat melihat punggung Diva ketika Diva berlalri tergesa menaiki tangga.

Baru saja David meletakkan plastic belanjaan di meja makan, terdengar suara bantingan keras dan di tangga sebelah atas. Karena penasaran dengan kelakuan kembarannya, David melenggang naik dengan santai. Betapa terkejutnya dia mendapati Diva meringis dan meringkuk di tangga.

David meraih lengan kanan Diva yang tertekuk ke atas

"AAAAWWW!!!" Teriak Diva kemudian meneteskan air mata. "Sakit bego!"

"SORRY!" Bentak David kemudian menunduk dan berusaha membopong Diva, kesal karena kembarannya ini bodoh dan ringkih

Diva masih meringis karena merasakan ada pergeseran pada tulang-tulangnya di kaki dan juga tangannya. Tapi dia lebih sakit karena digendong David. Malu. Telanjang begini, walaupun mereka kembar, tapi Diva sudah cukup dewasa untuk membedakan mana yang boleh dan mana yang tidak

CandourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang