42

66 14 0
                                    

Tolong jangan lupa tinggalkan jejak okey
Kalau ada typo tandain ya!









~ selamat membaca ~




Di siang hari yang terik seorang perempuan paruh baya tengah duduk di teras, sambil menatap padi yang beliau jemur sebelum nantinya di bawah ke tempat penggilingan padi. Perempuan paruh baya itu melihat samar-samar seorang pemuda dengan seragam sekolah turun dari motor megapro, pemuda itu berjalan melewati pelataran menuju ke arahnya.

"Adek pulang," ucap Dwi sambil mencium tangan sang ibu.

"Pulang sama siapa dek?" Sang ibu yang sangat penasaran karena akhir-akhir ini putra bungsunya jarang membawa motor sendiri ke sekolah.

"Di anter mas Pras buk."

"Apa kamu nggak merepotkannya dek? Ibu lihat kamu sering di antar jemput temen mas mu itu!" Ucap sang ibu pada Dwi yang duduk di sebelahnya. Jujur saja Dwi sekarang sedang bingung bagaimana dia harus menjawab pertanyaan sang ibu, dia tidak mungkin mengatakan yang sejujurnya jika mereka sedang menjalin hubungan yang lebih dari teman.

"Dek!" Sang ibu memanggil Dwi sambil menepuk bahunya.

"Eh i-iya buk, it-itu eh mas eh i-ya itu apa?" Seketika otak Dwi seperti berhenti bekerja, dia tidak bisa menemukan jawaban yang tepat untuk pertanyaan sang ibu. Keringatnya sudah bercucuran dan jantungnya berdegup kencang, ibunya masih setia menunggu jawaban dari putra bungsunya itu.

"Dek, baru pulang itu ganti baju dulu!" Suara berat dan tegas namun juga lembut mengalih atensi mereka, dan menatap pria paruh baya yang berjalan mendekat dengan cangkul di bahu kirinya dan sebuah rantang makanan di sebelah kanan. Tanpa menunggu lama sang ibu menghampiri suaminya dan mengambil alih rantang makan siang suaminya yang telah kosong, tidak lupa Dwi juga mencium tangan pria paruh baya tersebut.

"Adek masuk dulu yah, buk!" Mendengar ucapan sang anak kedua orang tua Dwi hanya mengangguk.

Matahari perlahan mulai terbenam membuat langit berwarna jingga keemasan yang sungguh menawan, sang ayah tengah duduk di teras rumah dengan secangkir kopi dan singkong goreng yang menemani waktu santai, tidak lupa sepuntung rokok hasil lintingan sendiri yang berada di apitan jari kanannya. Dwi berjalan menghampiri sang ayah dan duduk di kursi bambu sebelah sang ayah, matanya terus menatap langit senja yang sedikit terhalang pohon mangga namun tidak mengurangi keindahnya. Waktu senja adalah waktu yang pas untuk duduk bersama keluarga, saling bercengkrama satu sama lain menikmati kebersamaan.

"Yah, kangen mas Dharma!" Setelah beberapa saat terdiam akhirnya Dwi membuka suara, sang ayah yang mendengarnya melihat sekilas putra bungsunya.

"Dua minggu lagi masmu pulang,"ucap sang ayah kemudian meminum kopi yang telah di buatkan oleh istri tercintanya. Dwi yang mendengar itu hanya menghembuskan napas lelah, dia ingin bercerita kepada ayahnya namun dia takut aka segala kemungkin yang akan terjadi nantinya.

Dwi kembali menatap langit senja yang mulai berwarna gelap di temani tembang jawa lama yang sering di putar di radio menjelang malam, radio lama peninggalan sang kakek yang selalu setia menemani sang ayah. Entah apa yang membuat sang ayah begitu setia mendengarkan radio di saat sang ibu dan dirinya, lebih suka menonton televisi yang jelas ada gambarnya di banding radio yang hanya mengeluarkan suara merdu pernyiar yang dengan ramah menyapa para pendengarnya.

"Ayo makan dulu, sudah ibu siapkan!" Suara indah sang ibu membuat ayah dan anak itu serentak menoleh ke arah pintu, kemudian mengikuti sang ibu masuk kedalam rumah untuk makan malam.

Suasana di meja makan cukup hening hanya sesekali sang ayah bertanya mengenai sekolahnya dan di jawab seadanya oleh Dwi, rumah terasa sedikit sepi semenjak sang kakak pergi merantau. Biasanya saat sang kakak sedang berada di rumah suasan menjadi sedikit ramai karena pertengkaran kedua saudara itu.

Setelah makan malam Dwi merebahkan tubuhnya di atas ranjang menatap langit-langit kamarnya, kamar yang menjadi saksi atas perbuatan yang tidak seharusnya terjadi. Namun Dwi tidak pernah menyesalinya dia hanya berpikir bagaimana cara dia memberitahukan kepada orang tuanya, tentang hubunga dan orientasi seksualnya yang sangat di anggap tabu pada masa itu. Dia tidak mungkin bisa menyembunyikan semua itu selamanya, cepat atau lambat sang ayah pasti akan tahu entah dari mulutnya sendiri dan bisa jadi dari mulut orang lain.


Dwi meraih ponselnya ingin rasanya dia menghubungi sang kekasih namun entah mengapa hatinya bimbang, dia kembali meletakkan ponselnya di sampingnya pikirannya kembali menerawang mengingat kembali kebersamaannya dengan sang pujaan hati. Tanpa sadar senyum indah tergambar di wajahnya hingga suara dering ponsel mengagetkannya, segera di mengambil ponsel dan melihat ada panggilan masuk dengan nama My onyet tertera pada layar ponselnya, tanpa menunggu lama Dwi langsung mengangkatnya karena sungguh dia sangat merindukan pemuda jangkung yang sudah memporak-porandakan hati dan tubuhnya.

"Kenapa mas?" Suara merdu Dwi menjawab panggilan sang kekasih.

"Kangen yank!"

"Halah gombalmukio mas" Dwi menahan tawanya agar tidak terdengar oleh Pras, sebenarnya dia sudah salting oleh gombalan receh dari sang kekasih.

"Beneran yank,"

"Iya-iya percaya,"

"Kenapa belum tidur?"

"Belum ngantuk mas,"

"Sayank, maaf ya besok mas nggak bisa anter kamu!"

"Kenapa?"

"Mas mau nganter ibu mertua kamu kontrol besok."

"Apaan sih? Ibu mertua ibu mertua." Wajah Dwi sudah memerah dan dia sudah berguling kesana kemari di atas ranjangnya, sudah seperti anak perawan yang lagi kasmaran saja si Dwi.

"Loh kan bener yank!" Ucap Pras di iringi dengan kekehan saat menggoda kekasih mungilnya.

"Tau ah mas," Dwi sedikit kesal karena Pras terus menggodanya.Mereka mengobrol di telfon cukup lama hingga jam di atas meja belajar Dwi menunjukkan pukul 10 malam.

"Udah Kamu tidur gih!"

"Iya mas, mas juga cepet tidur awas aja kalau begadang atau telfon orang lain." Ancaman Dwi membuat Pras tertawa di seberang sana, dan itu membuat Dwi sangat kesal diakan hanya mengingatkan jikalau pemuda jangjung itu lupa dia sudah punya kekasih.

"Iya sayank iya, ya udah mas matiin ya! Selamt tidur pesheknya onyet."

"Selamat tidur onyetnya peshek." Ucap Dwi sebelum dia menutup panggilan dan bergegas mengarungi dunia mimpi.



Byersyambyung ....


Jangan lupa vote dan koment ya biar alan makin semangat nih buat nulis 😗😗😗






Hayo scorl aja dulu barang kali ada lagi🤭🤭🤭

My Onyet (BxB)Where stories live. Discover now