42. Gelap dan Hitam

46 16 0
                                    

Aaron mengernyitkan keningnya selama ia berjalan menyusuri lorong. Keadaan istana sudah cukup sepi, tidak ada kegiatan signifikan yang biasa dilakukan jika hari sudah malam. Pria itu bahkan kini telah memakai pakaian santai, tidak terlalu formal seperti ketika ia mengerjakan tugasnya sebagai seorang Raja.

Adiknya, Alroy, tanpa angin ataupun hujan meminta dirinya untuk menemuinya di aula pertemuan. Tiba-tiba, entah berdasarkan alasan macam apa.

"Bukankah ia akan pergi malam ini ... kenapa tiba-tiba menitipkan pesan pada pelayan, berkata ingin menemuiku?" gumam Raja Cartland tersebut.

Setelah melewati banyaknya lorong dan koridor. Pria itu akhirnya tiba di depan pintu tempat di mana rapat ataupun pertemuan dengan para Dewan Kerajaan biasanya dilakukan. Dua orang pengawal berjaga di depan, ia menoleh ke arah Aaron dan mengangguk hormat.

"Adikku ada di dalam?" tanya Aaron sebelum melangkah masuk. Anggukan dari salah satu pengawal rupanya adalah jawaban untuk pertanyaan itu. Aaron pun akhirnya memasuki
ruangan tersebut.

Di dalam, Alroy tengah berdiri seraya menghadap ke arah lukisan leluhur mereka, George Cartland, Raja pertama Cartland.

"Ada apa kau memanggilku kemari?" Aaron berjalan menghampiri, tak ada pencahayaan lain di ruangan ini selain cahaya dari luar—menelisik melalui jendela-jendela raksasa.

Alroy menoleh, "Kak. Maaf karena aku lancang memanggilmu."

Aaron tidak mengabaikan ucapan itu, ia menduduki salah satu tempat duduk. "Kukira kau akan berangkat malam ini."

"Memang, aku kemari karena ada seseorang yang ingin bertemu denganmu," jawab Alroy.

Kening Aaron mengernyit, "Siapa? Kenapa harus malam ini?"

Alroy terdiam sejenak, "Kurasa karena di malam hari lebih aman? Entahlah. Dia berkata ingin menemuimu—tadinya bahkan dia berniat untuk menyelinap masuk."

"Apa maksudmu, Alroy? Siapa yang berniat menyelinap masuk?"

Alroy tidak langsung menjawab, ia hanya menarik napas dalam. "Kemarilah," ucap Alroy pada sisi gelap dari ruangan.

Aaron yang tengah duduk justru diam-diam merasa cemas sekaligus khawatir. Siapa yang ingin menemuinya di malam hari seperti ini? Terlebih, mengapa ia sampai berniat untuk menyelinap masuk?

Setelah penuturan Alroy pada sisi gelap dari ruangan. Seseorang dengan jubah dan tudung yang menutupi wajahnya pun berjalan mendekat. Aaron memandang sosok tersebut dengan ekspresi serius, sekaligus waspada.

Ini mencurigakan.

Setelah berhasil menunjukkan dirinya, sosok itu pun membuka tudungnya. Alice menatap Aaron selama beberapa detik untuk kemudian menunduk dan memberi salam hormat.

Aaron sempat tertegun selama beberapa detik, ia tidak langsung mengenali bahwa sosok itu ternyata adalah Alice.

"... Alice?" ucap Aaron, mencoba mengira barangkali ia salah menyebutkan nama.

Alice mendongak, ia lalu tersenyum dan mengangguk. "Maafkan kedatangan saya yang tiba-tiba ini, Yang Mulia."

Pria itu mengerutkan keningnya, ia lalu melirik ke arah Alroy yang berdiri tak jauh dari tempat Alice. "Apa ... tidak, ke mana saja kau selama ini?"

Alice menunduk, "Saya kini tinggal di Dellway, Yang Mulia."

Setelah mendengar kata Dellway, Aaron membulatkan netranya seolah itu adalah hal yang mengejutkan. Alice—tabib yang tumbuh dan besar di istana ini, kini justru tiba-tiba tinggal di Dellway?

Itu terdengar aneh. Aaron merasa kehadiran Alice terlalu mengejutkan, secara tidak sadar pria itu memperkuat kewaspadaannya.

Raja Cartland tersebut kemudian berdeham pelan, "Ada apa kau menemuiku malam-malam seperti ini? Apa benar kau berniat untuk menyelinap masuk?"

THE AUDUMA MASKEN : Whispers Of Heirlooms ✔Where stories live. Discover now