21. Mangsa Yang Memberontak

72 16 15
                                    

"Jadi, apa yang akan kita lakukan setelah ini?" Veora menoleh ke arah kedua temannya. Andreas sibuk memisahkan wijen dari roti yang Merlin pesan, sedangkan Merlin sibuk memakan roti yang telah Andreas lepaskan wijennya.

Andreas mengedikkan kedua bahunya, "Berjalan-jalan? Anggap saja kita sedang liburan," jawab Andreas, Merlin mengangguk setuju.

Veora yang melihat pemandangan kedua kawannya itu menghela napas pelan. Apakah perjalanan mereka selesai secepat itu? Mereka sudah tahu siapa itu Linea dan alasan kenapa data dirinya disembunyikan—dirusak—oleh Roseline.

"Yang jelas kita tidak akan kembali ke Atla dalam waktu dekat," sahut Merlin.

"Kenapa?" Veora menimpali.

"Kau ingin kembali ke Atla?"

"Tidak."

"Ya sudah, kita nikmati saja liburan ini," Merlin beranjak dari tempat duduknya setelah sebelumnya ia menenggak habis anggur yang ia pesan.

"Orang gila macam apa yang memesan segelas anggur merah di pagi hari?" Andreas menatap Merlin dengan pandangan seolah Merlin adalah orang gila yang ia maksud.

Merlin menoleh, dengan senyum miring ia membalas, "Tentu saja aku, kau tidak tahu sensasi nikmat dari alkohol di pagi hari," balasnya.

Veora terkekeh, ia beranjak dari tempat duduknya dan menepuk pundak Merlin, "Kau memang gila, itulah kenapa kau berteman dengan Andreas."

"Hey!" Andreas berseru tidak terima, Veora secara tidak langsung menyebutnya tidak berbeda dari Merlin.

Melihat respons Andreas, Merlin dan Veora kompak terkekeh. Merlin menarik Andreas agar beranjak dari tempat duduknya, "Bangunlah sobat, sudah tidak ada lagi roti yang harus kau kelupasi wijennya," ucap Merlin.

"Kau bodoh, memesan roti wijen padahal kau tidak suka wijen." Veora menimpali.

"Aku suka roti wijen," jawab Merlin enteng.

Saat itu, Andreas menatap Merlin geram, uluran tangan Merlin—yang menariknya untuk beranjak dari tempat duduk—Andreas balas berupa genggaman erat yang pasti menyakitkan. Merlin meringis seketika, ia tersenyum—tampak gila—mencoba menyembunyikan rasa sakit pada tulang jemarinya yang Andreas remas.

"Hei, tenanglah. Kau sendiri sukarela memisahkan wijen-wijen itu," ucap Merlin mencoba melepaskan genggaman tangannya.

Andreas tersenyum, "Itu karena kau memisahkannya terlebih dahulu, kukira kau memang tidak menyukai wijen."

Merlin tersenyum, begitu pun dengan Andreas. Siapa pun yang melihat mereka pasti hanya mengira bahwa tatapan di antara mereka adalah keramahan, jabatan tangan sebagai persetujuan atau mungkin bentuk dari lama tak jumpa.

Keduanya saling menatap dengan senyum yang sama, Andreas tampak gemas dan mengeratkan genggamanya pada tangan Merlin. Merlin sontak meringis dengan mata yang berkedut tetapi senyumnya sama sekali tidak terganggu.

"Teruslah kalian saling menatap dan tersenyum, aku akan pergi," ucap Veora menepuk kedua temannya, lalu melangkah menjauhi mereka.

Andreas dengan cepat melepaskan genggaman tangannya pada tangan Merlin, dan Merlin langsung bergerak menyusul hendak menghampiri Veora. Andreas sendiri masih terdiam di tempatnya, lelaki itu menoleh ke arah kursi tempatnya sempat duduk—mengambil tas selempang miliknya serta pedang yang selalu ia bawa ke mana pun.

Tepat ketika lelaki itu hendak menyusul Merlin dan Veora—yang telah keluar dari kedai—pandangan Andreas beralih pada beberapa orang yang turun dari lantai atas. Keningnya berkerut ketika mendapati penampilan mereka menunjukkan bahwa mereka adalah seorang pengelana. Salah satu di antaranya memakai penutup wajah berupa sehelai kain, rambutnya berwarna pirang dengan potongan rambut pendek yang acak-acakan. Andreas tidak bisa menebak apakah ia perempuan ataukah seorang lelaki.

THE AUDUMA MASKEN : Whispers Of Heirlooms ✔Where stories live. Discover now