38. Arbi bersama wanita lain

102 4 1
                                    

Aika berdiri di depan meja dapur. Dia akan menyiapkan sarapan untuk ibu mertuanya. Walau di rumah besar itu, Ratna memiliki banyak pembantu, dia selalu meminta Aika atau Aluna untuk menyiapkan makanan untuknya. Dia bukannya tak ingin makan masakan buatan pembantunya, hanya saja, itu melanggar prinsip hidupnya. Punya mantu, kok, nggak dimanfaatin, sih? Begitu katanya pada Surya.


Laki-laki yang sudah menemani hidupnya selama tiga puluh lima tahun itu pun, tidak bisa menolak keinginan istrinya. Lebih-lebih lagi, dia selalu senang mendengar semua cerita anak mantunya, Aika. Atau bercanda bersama Angkasa yang sekarang sudah mulai makan. 


Dua bayi mungil itu duduk di kursi tinggi yang memiliki meja sendiri dan pengunci tubuh mereka agar tidak jatuh ke lantai. Aika hanya meletakkan potongan buah dan sayur yang dia iris kecil di meja Angkasa dan Aruni. Hal itu tentu saja menarik perhatian Ratna yang merasa hal tersebut tidak sesuai caranya mendidik anak. 


Mata nyalang wanita paruh baya itu melirik ke arah Aika. 


"Emang mereka sudah bisa makan buah? Kamu ini gimana, disaring, dong! Dihaluskan buahnya jangan kasih buah begitu aja, kek burung."


"Iya, Ma."


Surya memperhatikan gerak-gerik Aika yang terlihat sedikit berbeda. "Kamu nggak apa-apa, sayang?" tanyanya lembut. "Kalau belum bisa bikin bubur buat anak-anak, suruh bibi aja yang bikinin. Kamu istirahat dulu."


"Kalau nggak mau makan, udah kasih asi aja," komentar lain pun sudah mulai muncul di bibir Ratna. 


Aika tak membalasnya, dia sudah cukup kerepotan karena harus mengurus dua anak sekaligus, belum lagi kehamilannya yang juga sangat berat buatnya. Rasa mual yang hampir tidak bisa berhenti, belum lagi rasa lapar yang sangat menyiksa. Pasalnya, sebanyak apa pun dia memasukkan ke mulutnya, pasti kembali. 


Dia membawa anak-anaknya ke halaman belakang untuk sekedar menghirup udara segar. Jam sarapan pagi sudah selesai, kini gilirannya menyuapi anak-anaknya yang sudah mulai makan. Aika memberikan potongan buah pada Angkasa hanya untuk membuat anaknya itu diam dan tidak mengusiknya yang sedang membuat sarapan untuk nenek dan kakeknya. Namun, rupanya hal itu membuat Ratna marah besar.


Aika memegangi mangkuknya erat-erat, dia menyuapkan bubur buatannya ke mulut-mulut mungil itu dengan penuh kesabaran. Pandangan matanya mendadak teralihkan pada seseorang yang baru saja datang dengan membawa plastik besar. 


Seorang pembantu rumah tangga yang bertugas mengurus pakaian, langsung datang ke arahnya untuk mengambil keresek di tangannya. Wajah kusut dan kantung mata yang besar sudah cukup mengkonfirmasi keadaannya yang tidak tidur semalam. 


"Hai, Tuan Putri, selamat pagi."


Aika menoleh, dia diam saja melihat ke arahnya.


"Tenanglah, Mario baik-baik saja, tapi dia memang belum bisa pulang untuk beberapa minggu ke depan."

Pengantin Cadangan 2Where stories live. Discover now