23. Open WAR

94 6 5
                                    

Seminggu berlalu, semua masih sama, restoran masih saja sepi pengunjung. Mereka tak ingin melakukan apa-apa. Arbie pun mengajak semua stafnya untuk bermain di sebuah taman bermain milik ayahnya.

Libur sehari dua hari bukan masalah untuknya. Dia membiarkan semua staffnya bermain, sementara dia pun pergi menemui ayahnya yang sedang berkunjung di sana. Di tengah resort itu, ada sebuah restoran yang sedang melakukan atraksi, dia tak tertarik untuk melihatnya, dia pun berjalan lurus ke kantor ayahnya.

Laki-laki paruh baya itu sedang duduk di meja kerjanya. Saat melihat Arbie memasuki kantornya, dia pun menyambut putranya itu dengan dingin, "apa kau sudah menyerah dengan restoran itu?" tanya sang ayah tenang. Dia melihat ke arah putranya yang terlihat kusut itu.

"Apa Papa yang mengirimkan sebuah rumor yang membuat restoranku tidak ada pelanggan?" tanyanya pada sang ayah.

Surya tertawa kecil, dia pun bersandar pada kursinya dengan tenang. "Jadi, apa kau sudah menyerah, atau ingin berusaha sendiri?" tantang Surya.

"Pa, aku mencintai mantu Papa lebih dari yang lain, lebih-lebih lagi sekarang dia sedang hamil. Apa itu tidak menjadikan Papa mengakui aku sebagai anak?" tanya Arbie lurus.

"Kau ingin menjadi anakku? Maka keluarlah dari masalahmu seorang diri. Bukannya katamu kau sudah dewasa dan bisa mandiri, Arbie Wibisana?" tanya Surya datar.

Surya mengambil sebuah amplop berwarna hitam dari laci mejanya. "Datanglah, abangmu akan menikah. Dia sepertinya tertarik dengan hidupmu, sampai-sampai memilih gadis biasa untuk menjadi istrinya." Surta menyeruput kopinya dan melirik ke arah Arbie lagi.

Anak bungsunya itu pun keluar dari kantor Surya. Dia membuka map itu. Ada nama yang sangat familier di telinganya.

Hari yang ditentukan sudah hampir tiba, Arbie dan Aika pun memutuskan untuk kembali ke rumah orang tuanya. Ratna meminta Arbie pulang dengan berbagai omelan yang membuat kuping laki-laki yang berprofesi sebagai koki itu panas. Mau tak mau, dia pun harus segera kembali ke rumahnya, membawa Aika.

Kehadiran Aika di rumah besar itu disambut hangat. Semua orang senang terlebih saat tahu Aika sedang berbadan dua. Perlakuan istimewa bak putri raja pun didapatkan Aika.

Sikap dan perhatian yang Arbie curahkan pada Aika membuat ibu mertuanya cemburu. Dia menatap jijik pada Aika yang disambut dengan baik oleh semua orang.

"Duh mantu Mama yang pengangguran dateng juga akhirnya." Sambutan dari Ratna jelas membuat semua orang tak nyaman mendengarnya. Wanita berambut pendek itu pun lewat saja tanpa menoleh sedikit pun. Dia duduk di sofa sambil memilih dekorasi yang akan digunakan pada pesta pernikahan Mario nanti.

"Iya, Ma, sekarang Aika masih belum bisa kerja." Aika menyahut, dia mencoba menyalami mertuanya, tetapi tangannya ditepis.

"Orang kayak kamu mau kerja jadi apa gitu? Pasti kerjaan yang gak jelas gitu kan?" kata Ratna judes.

"Mama mau punya mantu yang kerjaannya bener, itu anaknya Bu Delia, dokter loh, Rio, kamu nggak tertarik apa, punya istri dokter? Kemaren Mama pengen punya mantu dokter malah punya mantu gadungan gini." Perkataan Ratna jelas-jelas terdengar di telinga Aika. Namun, wanita cantik yang tengah berbadan dua itu pun mencoba untuk tak menggubrisnya. Wajahnya terlihat datar-datar saja tanpa riak dan ombak.

Aika kembali membantu ibu mertuanya menyiapkan sarapan di pagi hari seperti dahulu. Jus sayur yang biasa Aika buatkan untuk ibu mertuanya ditolak mentah-mentah.

"Pas kamu nggak ada, ini jus buatan si Mbak enak banget! Kalau punyamu, Mama terpaksa aja minumnya."

Aika menunduk, dia menarik napas sebelum mulai berkata-kata. Namun, alih-alih berkata, dia memilih untuk diam lagi.

"Kamu ke mana aja selama ini, kenapa jarang banget ke sini? Udah lupa kalau ibu mertuamu ini masih hidup?" tanya Ratna ketus.

"Aika hamil, Ma," kata Aika sambil mengelus perutnya yang mulai membuncit. "Ini cucu, Mama."

"Kamu hamil kok, jelek, sih? Dulu saya hamil Mario dan Arbie, gak pernah tuh, keliatan buluk kek kamu!" ejek Ratna saat melihat penampilan Aika.

"Iya, Ma, ini lagi naik-naiknya bb, lagi doyan makan, Ma," sahut Aika lembut.

"Makanya, kamu tu, jangan rebahan mulu, sampek semua kerjaan Arbie juga yang ngerjain. Kurang ajar banget jadi mantu!"

"Udah nggak, kok, Ma. Aika tetep bersihin rumah, kok!" Aika mencoba membela diri, walau sebenarnya percuma. Semakin membela diri, dia semakin dipojokkan.

"Bilang aja kamu males!" katanya ketus pada Aika. "Memangnya, kalau dasarnya penyakitan, udah hamil pasti lebih nyusain!"

"Mama ini! Jangan gitu ama Aika, bukannya Mama sendiri yang pengen punya cucu?!" Arbie membentak ibunya karena sudah tak tahan mendengar istrinya disindir terus-menerus.

"Siapa juga yang pengen punya cucu dari menantu males kek istri kamu! Nanti anaknya lahir jadi keturutan malesnya!" sindir Ratna lagi. "Mana mungkin, kamu bisa hamil, wong kamu itu mandul!"

"Mama!" bentak Arbie kuat di depan ibunya.

"Anak kurang ajar! Berani kamu bentak-bentak Mama? Memangnya kamu dilahirin dari batu?!"

"Mending Arbie lahir dari batu, daripada lahir dari rahim Mama!" balas Arbie sengit.

Aika langsung menangkap tubuh Arbie yang hampir saja menampar ibunya sendiri. "Mas, sabar, Mas, sabar. Mama cuma cemburu, jangan ditanggepin."

"Oh maksud kamu Mama ini kalau marah gak penting gitu?" bentak Ratna lagi.

Mario melerai perkelahian itu, "pulang! Pulang lu sana! Bawa Aika pergi dari sini!" teriak Mario pada adiknya itu. "Gue gak butuh lu di kawinan gue! Pergi lu!" Dia menarik ibunya ke kamarnya. Laki-laki yang sebentar lagi menjadi pengantin itu pun mencoba menenangkan ibunya.

Aika melepaskan pelukannya, dia mengusap air matanya. Pandangan matanya tertuju pada cincin yang melingkar di jemarinya.

"Ka, plis, no! Ka, jangan! Jangan karena Mama kamu goyah, aku mending jadi anak durhaka dari pada kamu terluka!"

"Tapi...."

Arbie menarik Aika ke mobilnya, "kita pulang saja, besok kalau udah reda amarah Mama, Mas bakalan pulang buat minta maaf, ya? Plis Aika, jawab aku?"

Arbie mengusap air mata istrinya, dia menarik wanita cantik itu dalam dekapnya. "Plis jangan lagi, sayang, pikirkan calon anak kita. Mas yakin, kita akan melalui ini berdua."

"Mas, aku bikin kamu jadi anak durhaka," bisik Aika pelan. "Belum lagi restoran jadi sepi, aku jelas saja kepikiran. Mas juga gak cari penyebabnya apa? Memangnya, masalah itu akan selesai dengan diam?"

"Kita harus bisa keluar dari masalah ini sendirian."

"Apa karena laki-laki yang hampir saja aku tinju itu?" tanya Aika lagi. Dia juga heran, kenapa sns-nya tidak bisa membuatnya kembali menggaet pelanggan. "Apa sebenarnya yang sedang terjadi?" gumamnya lagi.

"Sudahlah, biarkan saja," sahut Arbie datar.

Pengantin Cadangan 2Where stories live. Discover now