14. Terbakar Cemburu

115 4 8
                                    

Malam sudah kian larut, jembatan di bawah bukit tempat restoran milik Arbie diselimuti kabut. Kabut tipis itu naik terus dan memenuhi restoran tanpa dinding itu. Orang-orang yang ada di restoran perlahan habis tak bersisa hanya tinggal Arbie dan Guntur yang sedang menikmati kopi sanger buatan Guntur.

Mesin kopi di pojok ruangan serasa tak berguna bagi mereka. Guntur lebih suka menyeduh kopinya langsung. Sementara Arbie, tidak terlalu menyukai kopi, dia meminum sesekali untuk mengusir sepi. Hatinya ngilu ditinggal Aika begitu saja sore tadi. Parahnya, dia tak bisa menghubungi kekasihnya itu karena Aika meninggalkan ponselnya di meja kasir.

Hujan menahannya tetap di restoran, ada kebocoran di kamar mandi membuat semua orang tidak nyaman. Belum lagi angin yang menerbangkan hujan ke dalam restoran tanpa dinding itu. Dia menghela napasnya kasar, tubuhnya sakit karena seharian tidak berhenti memasak di dapur. Aika sudah seperti magnet besar yang menarik semua orang ke restorannya. Satu unggahan saja mampu membuat orang-orang datang untuk menemuinya. Apakah sekedar mengantre meminta tanda tangannya, atau sekedar berswafoto. Ada juga yang membeli makanan rekomendasi Aika ada juga  datang hanya untuk bermain. Arbie tak pernah mempermasalahkannya, dia senang-senang saja.

Namun, unggahan Aika tempo hari rupanya menjadi bumerang untuk dirinya. Salah seorang temannya mengomentari unggahan itu dengan kalimat yang membuat Arbie takut, "Kenapa dia tidak mirip dengan wanita yang aku temui kemarin? Apa kau punya dua istri?"

Kalau bisa, kalau dia bisa membuka ponsel istrinya itu, dia ingin menghapusnya. Pasalnya, saat bertemu temannya kemarin, Arbie membawa Aira, bukan Aika. Sikap Aira yang tenang dan anggun dia yakini tidak akan membuat masalah. Namun, nyatanya, pilihannya menjadi masalah saat ini.

Arbie membawa Aira bukan tanpa sebab, mereka sudah berpacaran lama. Semua orang juga tahu kalau Airalah pacarnya selama ini, bukan Aika. Walau wajah mereka sama, tetap saja, sikap Aika yang kadang meledak-ledak membuat Arbie malu. Bagaimana jika orang-orang tahu, kalau pernikahannya gagal dan digantikan oleh wanita yang berwajah sama? Mau ditaruh di mana mukanya?

Sementara itu, Mario masih berada di jalan setelah menjemput Aluna di lokasi proyek pembangunan resort terbaru milik ayahnya. Dia diamanahi untuk mengurus resort baru setelah bisnis agensi miliknya tidak menampakkan hasil yang signifikan.

Mario menjemput Aluna karena sisi kemanusiaannya yang memaksanya begitu. Wanita cantik tanpa senyuman itu, tegar menanti sang bos datang. Dia tak terlalu peduli pada hujan yang sudah membasahi sepatunya. Dia berdiri dengan payung besar berwarna merah di gerbang proyek itu.

Mario berhenti di depannya, menatapnya lurus, dia kasihan pada Aluna, tetapi dia tidak bisa menyerahkan jaketnya. Jaket itu kini sudah menjadi selimut untuk Aika. Adik iparnya itu terlelap di kursi depan.

Aluna mencebik, dia mengambil selimut yang ada di bagasi dan memakainya untuk dirinya sendiri.

"Oh, di situ ada selimut toh?" tanya Mario keheranan.

"Tentu saja ada, bahkan handuk juga ada." Aluna kini meraih sebuah handuk berwarna putih dari bagasi dan menaruhnya di kepalanya.

Mario diam lagi, dia membenarkan jaketnya sebelum kembali melaju.

"Kulihat, kau terlalu perhatian pada adik iparmu itu? Awas saja kalau kau sampai jatuh cinta padanya!" protes Aluna lurus.

"Tenang, aku masih waras, aku lebih suka wanita ketus seperti kamu, Lun," sahut Mario dengan kerlingan genitnya.

Dia kembali melaju untuk mengantarkan Aluna kembali ke rumahnya. Map cokelat dan juga tablet berisi laporan hari ini, ada di pangkuannya. Dia sudah mengeceknya sebentar  dan memvalidasinya. Proyek ini seharusnya diperuntukan untuk Arbie.

Namun, laki-laki keras kepala itu menolaknya. Setelah dia keluar dari hotel bintang lima tempatnya selama ini bekerja, dia lebih memilih untuk membuka sebuah restoran kecil. Ayahnya bilang, restoran itu terlalu kumuh. Bahkan, jika omzetnya tidak naik di tiga bulan pertama setelah dibuka, dia harus menceraikan Aika.

Arbie tentu saja sudah berusaha keras, tetapi restoran itu hampir berada di kehancurannya. Sampai suatu ketika, Aika membawa banyak orang untuk mengunjungi restoran itu. Sejak saat itu, setiap istrinya itu datang, dia selalu kewalahan menangani para pelanggan.

Selama ini, Aika selalu membantunya, menyemangatinya. Bahkan, seperti orang bodoh yang selalu mendukung Arbie. Namun, ternyata Arbie tak pernah sekalipun menganggap wanita itu sebagai istrinya.

Itu jugalah mengapa, dia tidak bisa membawa Aika ke pertemuan dengan teman-temannya. Bagaimana bila Aika malah memikat hati banyak orang? Itu sangat merepotkan.
.
Arbie tiba di rumahnya, dia menyisir setiap sudut rumah. Wanita cantik yang selalu menyambutnya itu, tidak ada. Dia berlari kesana-kemari seperti orang gila. Rasa takutnya makin menjadi-jadi saat Edward, ajudan ya tidak mengetahui keberadaan Aika.

"Bisa kau telpon bosmu? Tanya sama dia di mana Aika?" bentak Arbie kuat. Rahangnya kaku dengan urat leher yang menegang.

"Bos 'kan bisa cari tahu sendiri, saya lagi gak ada pulsa," elaknya sopan.

Arbie mengambil ponselnya dan menelepon Mario. Baru saja nada sambung berbunyi sekali, laki-laki itu muncul di hadapannya dengan membopong Aika yang tertidur pulas.

Arbie langsung menghampirinya.

"Lepaskan tanganmu darinya! Dia istriku!" bentak Arbie.

"Pelankan suaramu, dia capek," sahut Mario tenang.

"Biar aku yang gendong, dia istriku" sentaknya kuat.

"Sejak kapan? Aku tak pernah melihatmu memperlakukan dia sebagai istri. Laki-laki mana yang tega membuatnya istrinya menangis di malam hari karena kau tolak? Kenapa tidak kau berikan saja dia padaku!" sentak Mario.

Suara perdebatan keduanya membangunkan Aika, dia membuka matanya, kepalanya sedikit pusing. Dia meminta turun dari gendongan Mario dan berjalan sendiri ke kamar tanpa bantuan ke duanya. Dia seperti yang sudah-sudah, pura-pura tidak tahu.

Arbie mengejarnya, "kapan kamu nangis sendirian?" tanyanya tiba-tiba. "Ke mana kamu tadi! Aku bilang tunggu! Aku ambil motor dulu, kenapa pergi tanpa bilang apa-apa, bikin aku takut aja!"

Aika menoleh, "ah, seharian tadi Mas memarahiku karena kecerobohanku, kupikir, kalau aku pergi bentar buat belanja kebutuhan ibumu kau tak akan marah." Aika mengeluarkan struk belanja dan kartu ATM milik ibunya.

"Aku tak mengambil sepeserpun, tolong sampaikan itu pada ibumu." Aika berjalan ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Dia menghidupkan keran, lalu menangis terisak di sebelahnya.

"Aikaaaa buka pintunya, aku ingin bicara!" teriak Arbie dari luar kamar mandi sudah setengah jam lebih Aika ada di kamar mandi tak kunjung keluar. Tidak ada suara lain kecuali suara keran air yang menyala.

Arbie mendobrak pintu kamar mandi kuat-kuat. Pintu itu terbuka, Aika ada di dalam bath tub tengah berendam sambil mendengar musik dari ear budnya.

"Mas kenapa? Kebelet?" tanyanya seakan lupa dengan apa yang baru saja terjadi. Dia bersandar pada bath tube dan hanya menoleh sebentar lalu memainkan busa di tangannya.

Pengantin Cadangan 2Where stories live. Discover now