36. Kemarahan Ratna

56 4 0
                                    

"Kau baik-baik saja, Dek?" tanya Aira pelan. 

"Aku hamil lagi, Kak." Aika berdiri, dia menimang anaknya agar mau tertidur. Dia sudah lelah sedari tadi, bayi mungilnya tak juga mau memejamkan mata. 

"Pakai susunya Razan dulu aja, bentar aku buatkan." Aira berdiri, dia beranjak dari duduknya turun ke lantai satu. Matanya menatap ayah ibunya yang masih berdebat perihal asi dan sufor. Aira ingat, Ryu pernah membeli sekaleng susu formula dan dia sembunyikan di lemari pakaian. Dia pun masuk ke kamar, Ryu yang tengah merebahkan diri di kamarnya sambil bermain ponsel menoleh ke arah istrinya. 

"Mau ngapain, Ai?"

"Sufor Razan yang di lemari kamu simpen di mana, say?" 

"Sufor? Buat siapa?"

"Itu anaknya Aika, kasian nangis terus, sepertinya sih kelaperan."

"Hm, emang asinya kenapa, Ai?"

"Kayaknya dia agak stres, makanya sampai seret. Dia hamil lagi."

Ryu segera bangkit dari tempatnya dan mengambilkan sekaleng susu yang dia simpan di atas lemari. Aira mengambil air hangat dan juga botol dot. Setelah selesai, dia pun diam-diam naik ke lantia dua untuk memberikannya pada adiknya. 

Aika menoleh pada sang kakak yang datang dengan botol dot hangat di tangannya. 

"Ayo cobain, Dek. Mana tahu dia mau."

Aika menurut, dia sudah lelah menenangkan anaknya. "Apa nggak apa-apa, Kak?" tanya Aika pelan. DIa merasa takut untuk memberikan anaknya susu formula. "Nanti kalau..."

"Makanya, jangan sampek ketahuan abah ama umik, apalagi ibu mertuamu."

Aika memberikan bodol dot itu pada anaknya. 

"Sabar ya, jangan stress dulu, hamil lagi di kondisi seperti ini memang gak mudah, Dek." Usapan tangan kakak kembarnya itu membuat air mata Aika pun meleleh. Dia pun mulai terisak. 

"Maafin Aika ya, Kak."

Aira menepuk pundak adiknya sedikit lebih kuat. "Kau salah apa, rupanya? Emangnya hamil dengan suami yang sah itu salah?"

Mata Aika bergetar mendengarkannya, dia paham maksud kakaknya itu. 

"Seharusnya, aku tidak masuk ke keluarga itu kan, Kak?"

"Aku berterimakasih kamu mau bertahan sampai sekarang, Ka. Menggantikan aku, untuk menghadapi semuanya dengan sangat berani. Kuat banget hati adikku ini."

"Aku sudah meminta untuk bercerai saat usia pernikan kami menginjak setahun. Tapi, dia memintaku untuk tetap bersamanya, Kak. Aku udah gak kuat ama perlakuan ibunya, tapi aku juga gak bisa jauh-jauh dari anaknya. Apalagi saat aku hamil Angkasa dan Runi, aku tak bisa kalau gak lihat mukanya sebentar aja."

"Ah, kamu ini, akhirnya kau mengakui kalau kau benar-benar sayang ama dia?" 

Aika mengangguk pelan, dia mengusap air matanya pelan. 

"Terlalu banyak hal yang aku relakan untuk tetap bersamanya, Kak."

Mereka berdua larut dalam pembicaraan penuh air mata, sampai sebuah ketukan membuyarkan momen mengharukan keduanya. 

"Ai, anak kita bangun." 

"Aku pergi dulu ya, ah satu lagi gimana?" 

"Nanti aku susui aja, cukup kalau cuma buat Runi."

"Ya udah, Kakak tinggal ya, jangan lupa istirahat yang cukup." Aira undur diri, dia mengikuti langkah suaminya yang hendak menuju ke kamar mereka. 

Pengantin Cadangan 2Where stories live. Discover now