29. Aika

77 7 11
                                    

Gadis mungil itu terlelap dalam dekapan Ratna, Surya mengelus kepalanya. "Maafkan anak kami yang sudah menghancurkan masa depan anak, Bapak," katanya penuh penyesalan.

Ahmad menepuk pundak Surya.

"Yang lalu, biarlah berlalu. Toh setelah menikah dengan Ryu dia malah lebih bahagia. Mungkin karena anak ini benar-benar memikat semua orang dengan semua tingkahnya. Dia mengacak-acak kertas ujian Ari, menghancurkan stetoskop milik ayahnya dan juga menghancurkan baju yang sudah dilipat Aira dengan susah payah." Cerita Ahmad membuat senyum tertoreh di wajahnya.

"Anakku bejat banget. Aku minta maaf atas namanya."

"Aku ingin minta maaf sendirian, Ma. Pa." Mario berdiri di ambang pintu bersama Aluna dan Edward.  Dia berjalan lurus mendekati gadis manis berambut ikal yang terlelap di pangkuan Ratna.

"Maafkan saya, Pak. Sa-sa-...." Mario tergagap.

"Sudah, berdirilah, mainlah sesekali ke sini. Kamu juga tetap kakak iparnya Aika, masih sodara juga. Saya gak mungkin benci sama keluarga kalian."

"Aika gak mau pulang ke rumah kalau Abah sama Umik kayak gitu!" katanya ketus.

Mario menoleh, dia langsung berdiri dan berlari ke arah Aika. "Apa yang terjadi padamu, sayang? Apa kau terluka? Apa aku perlu mengutuk adikku jadi batu agar kau bahagia? Agar kita bisa segera menikah?" katanya pada Aika.

Aika menegakkan duduknya, dia mencondongkan badannya kedepan walau kesusahan. "Apa Abang sudah bosan hidup?"

Mario menoleh ke arah Aluna yang masih memiliki ekspresi datar seperti danau beku.

"Dia tidak akan tergoda untuk cemburu, bahkan dia juga tidak peduli padaku."

Aika mengangguk dia pun setuju dengan perkataan Mario. "Pinggangku sakit," kata Aika sambil mengelus pinggangnya.

Dengan sigap, Mario langsung berdiri untuk mengangkat Aika. Namun, Arbie segara berlari ke arahnya dan mendorong Mario kuat sampai jatuh tersungkur.

Para orang tua pun hanya menggelengkan kepala melihat tingkah laku mereka bertiga. Surya berdiri, dia menawarkan diri mengantar Ahmad dan Atiqah pergi ke rumah sakit bersama-sama.

"Tapi buat apa kalian ke sana?" tanya Ahmad padanya.

"Berpura-pura menjadi orang tua Ryu," kata Surya sambil tertawa.

Dan benar saja, sesampainya mereka di rumah sakit. tak ada satu pun dari keluarga Ryu yang datang menjenguk Aira yang sudah selesai bersalin.

Ryu hanya tersenyum, baginya tidak penting apakah ayahnya peduli atau tidak. Yang terpenting sekarang, dia memiliki Aira dan bayi mungilnya yang dia beri nama Razan.

"Anak gue udah lahir, Bro!" teriaknya kegirangan.
...

Empat bulan berlalu, Aika sekarang sudah memasuki kehamilan di bulan ke sembilan. Dia sudah tidak mampu berjalan untuk mengejar Chantika yang berlarian ke mana-mana. Dia duduk bersandar di salah satu kursi yang kosong. Restoran tempat Arbie saat ini sedang ramai-ramainya. Seperti biasa pesona Aika membuat orang-orang pun datang berduyun-duyun ke restorannya.

"Ma-a-a... Ma," panggilnya.

"Ya Tuhan, Maaaaas!" teriaknya kuat. "Anakmu itu loh!"

Arbie bergeming, dia masih sibuk mengaduk nasi goreng pesanan costumer yang sedari tadi tak berhenti. Laki-laki di sebelahnya berhenti memasak. Dia meletakkan lap di bahunya. Kemeja putih lengan panjang dan dasi hitamnya sangat tidak cocok dipadukan dengan apron berbahan kulit sintetis itu. Dia langsung menghampiri Chantika.

"Aduh, Cantik, sini kita main di sana ya, kasian Mama Aika capek." Gadis kecil itu mengangguk setuju, dia pun menunjuk halaman samping untuk bermain kejar-kejaran.

"Owalah, Ed, tolong bantu aku berdiri." Edward yang sedang melayani tamu pun menghampiri Aika. "Tolong bantu aku."

"Aku tak mau Arbie mengirisku jadi dadu, sebaiknya kamu berdiri sendiri."

"Liat! Kak Mario main ama Chantika. Arbie main ama pancinya. Aku mau rebahan di kamar, gak bisa bangun, kamu gak kasian ama aku!" rengeknya pada Edward.

"Kau gendut! Aku gak kuat ngangkatnya!" kata Edward pada Aika.

"Ed jahat! Dasar Edi lu!"

Laki-laki di depannya itu berkacak pinggang. Dia ingin marah tetapi tak tega dengan wajah Aika yang sudah merah setelah mengejar Cantika.

"Meja 12! Pesanan meja 12!" teriak Arbie dari dapur.

"Sorry gue ada kerjaan!" tolaknya halus, lalu berlari ke arah dapur.

Arbie datang menghampiri Aika, dia memberikan segelas air putih pada istrinya itu. "Capek ya, sayang. Sebentar ya, bisa berdiri gak? Mas beneran udah gak kuat angkat Aika. Terakhir kali angkat Aika pinggang Mas patah."

"Mas jahat!" rengek Aika.

Alih-alih kasihan, semua orang malah tertawa dengan sikap kenakan-kanakan Aika. Ada satu orang yang bisa menggendongnya. Dia Abang iparnya sendiri.

"Hei, Tupai! Apa kau sudah tidak bisa jalan? Mau aku gendong gak?" Ryu datang bersama Aira yang baru saja pulang mengimunisasi bayinya. Dia melihat Mario bermain bersama Cantika.

"Sudah biarkan saja, dia juga butuh hiburan, kau tahu dia baru bangkit dari kematian, kan?" kata Ryu pada istrinya. "Aku izin ya?"

Dia berjalan mendekati Aika dan mengendongnya dengan mudah ke kamar. Berat Aika naik dua puluh kilo, walau sudah diingatkan untuk tidak terlalu mengikuti nafsu makan, dia tetap saja melahap semua makanan dengan cepat. Lebih-lebih lagi, Arbie sedang senang memasak untuk istrinya itu. Benih-benih cinta bersemi dengan baik di hati mereka berdua.

Aira berjalan ke kamar menemani Aika yang terlihat sangat kelelahan. "Kau baik-baik aja, Dek?" tanyanya pelan.

Aira menatap wajah Aika yang terlihat berbeda. Ryu yang berdiri di samping Aira pun ikut memperhatikan wajah adik iparnya itu.

"Sekarang sudah week keberapa?"

"41."

"Ada tanda-tanda gak?" Ryu menadahkan tangannya, Aira mengambil stetoskop yang ada di tas Aira. "Telpon Ari, minta antarkan tasku yang ada di kamar."

"Aika, maaf ya," katanya.

"Singkirkan tanganmu!" sahut Aika ketus, aku mau diperiksa Aira aja!"

"Ah bener, maaf, aku terlalu bersemangat."

Aira berdiri di depan adiknya, Ryu mengambil kursi untuk istrinya itu. "Pegel di pubis gak, Dek?"

"Pingangku sakit!"

"Ini kembar bukan, sih? Gede banget kamu!"

Ryu meminta dipanggilkan ambulans, Aira berkata, sepertinya memang sudah waktunya Aika melahirkan. Restoran yang sedang ramai itu pun, beramai-ramai mendoakan Aika.

Arbie melepas apronnya, dia ikut ke ambulans.

"Pantas saja dia meminta kita semua berada di sini," keluh Edward yang kini harus mengendong Razan.

"Maaf ya, mengejutkan kalian semua. Hari ini, biar saya yang masak," kata Mario serius. Penampilan Mario yang selalu necis membuat imej restoran milik Arbie pun melejit. Dia bahkan meminta semua talent dari agensi miliknya untuk ikut membantu. Salah satu pojok ruangan di restoran itu, dia jadikan back drop untuk foto-foto terbarunya. Dia ingin membantu adiknya itu sepenuh hati, pasalnya dia harus belajar menjalankan restoran yang sama di resort yang baru.

Arbie menolaknya, dia ingin mengembangkan restoran kayu miliknya yang dia bangun bersama Aika terlebih dahulu ketimbang pindah ke tempat yang baru.

Pengantin Cadangan 2Where stories live. Discover now