37. Anak Siapa?

66 5 0
                                    

Ratna menghembuskan keraguan pada hati Arbie. Dia kembali ke kamar istrinya dan melihat Aika sedang mengunyah pangs it buatannya. 

"Apa katanya, Mas?" 

Arbie menggeleng, dia duduk di samping Aika dan mengelus kepalanya. "Jangan diabisin, dong, Mas kan juga mau!" 

"Sini, Aika suapin. Aaaa!" 

Arbie membuka mulutnya lebar. Namun, bukan dimsum yang masuk ke mulutnya. Aika mengecup pipinya. Arbie buru-buru mengelapnya, bekas minyak dari kuah dimsum menempel di pipinya. 

"Dedeeeek! Sempet-sempetnya becandain, Mas."

"Suamiku, makasih ya, udah baik bangeet." Aika mengatakannya dengan mata berkaca.

"Ah, ini sepertinya anak kita bakalan perempuan, kamu baper terus dari tadi. Sudah-sudah. Jangan nangis sambil ketawa kayak orang bodohh gitu. Bilang kalau sakit, bilang kalau berat, jangan gitu. Jangan semua serba disimpen sendiri." Arbie mengacak rambut istrinya yang masih berantakan.

"Makasih, Mas."

Aika menangis terharu.

"Jadi pengen, Ka. Mana dingin, anak udah tidur. Yuk, Ka. Mau gak?" goda Arbie. 

"Masih mules, loh! Jahat banget!" 

Arbie hanya terkekeh melihat ekspresi kaget istrinya itu. "Manisnya, kalau udah ngambek, ih, gemesh.

...
Pagi harinya, Aika melihat Ryu sendirian di dapur. Dia terlihat sedang berusaha membuat sarapan untuk anaknya. Gadis kecil berkuncir dua itu duduk di meja makan sambil memegang mangkuk dan sendok. Aika ikut duduk di sampingnya dan menirukan gaya sang gadis kecil.

"Abang, makanan aku mana? Aku laper!" rengek Aika sambil memegangi mangkuk dan sendok.

Gadis kecil itu melirik tajam ke arah Aika.  Aika menjulurkan lidahnya ke arah Chantika yang mulai terlihat marah.

"Ibu gak boleh deket-deket, Papa aku!!" omelnya.

Gadis kecil berkuncir dua itu mendelik ke arah Aika. Mata bulatnya yang indah malah membuat Aika makin semangat menggodanya.

"Papaaaaa, aku mau minta makan!" kata Aika lagi pada Ryu. Lali-laki tinggi itu sontak menoleh ke arah Aika.

"Astaga Aika, jantungku bisa copot kalau manggilnya kayak gitu!" protesnya. " Udah, duduk sana biar aku bikinin sesuatu. Lagi pula, suamimu kan chef, kenapa gak minta bikinin makanan ama dia aja, sih?" 

"Dia sibuk, tu. Sibuk jalan-jalan ama binik lu!" 

"Lah?" Ryu segera berjalan ke arah Aika. Dia diam sebentar sambil memegangi pundak Aika. "Apa? Ke mana mereka?" 

Aika menunjuk ke arah luar. Ryu menarik tangan Aika menuju teras rumah. Arbie dan Aira baru saja pulang dari berjalan-jalan. Keduanya mematung menatap ke arah mereka berdua.

"Kau tak marah, Ka?" tanya Ryu pelan. Ryu menatap raut wajah Aika yang sedikit menampakkan kedongkolannya.

"Buat apa, mereka kan cuma teman," sahutnya dengan menekan kata teman, cukup tegas.

"Mereka mantan, aku kesal setiap kali Aira hanya melirik ke arah Arbie. Kau tidak kesal, Ka?" balas Ryu menatap lurus ke arah Arbie yang terlihat tersenyum lebar sambil mendorong stoler berisi Angkasa dan Aruni.

"Ya, kesal-lah! Tapi, gimana? Kita terikat seperti ini sekarang." Aika mulai memajukan bibirnya. Hatinya mulai panas dan sesak.

"Kalau gak inget dia suamimu, udah aku timpuk, Ka!" geram Ryu.

Aika menarik tangan Ryu kembali ke dapur, mereka sadar, jika Arbie dan Aira sebentar lagi sampai di depan pintu. Sebelum terjadi salah paham, mereka harus pura-pura tidak tahu apa-apa, sekarang.

Pengantin Cadangan 2Onde histórias criam vida. Descubra agora