27. Selingkuh

143 5 9
                                    

Angin malam berhembus kencang, awan hitam berkerumun siap memuntahkan hujan. Bukan tanpa alasan hujan turun tanpa angin dan awan, demikian juga Arbie. Bukan tanpa alasan dia bersikap demikian pada Aika yang selama ini selalu ada di sampingnya mendukungnya.

Beberapa hari terakhir, dia dilarang menemui Aika. Surya mengurung mantunya itu di rumahnya. Aika tetap bekerja seperti sedia kala di rumah besar itu. Dia sibuk mengurus ibu mertuanya sampai tak punya waktu untuk sekedar menjawab telepon dari suaminya.

Di restoran, Arbie sendirian, tidak punya ide dan terkungkung dengan pikirannya sendiri. Dia yang tiba-tiba hilang arah tanpa Aika memilih menenggak miras yang ada di restorannya.

Sama seperti hari yang lewat, restoran itu sepi. Arbie bahkan memecat beberapa staf dapur agar mereka bisa tetap mendapatkan pekerjaan yang layak di tempat lain.

Malam-malamnya yang panjang dia habiskan bersama botol wine di sampingnya. Aika kesusahan menelepon, dia juga lelah dengan sikap ibu mertuanya yang selalu saja memaksanya untuk melakukan ini itu tak peduli dengan kehamilan menantunya yang sudah mulai membesar itu.

Belum lagi verbal abusse yang dia dapatkan dari Ratna. Aika kesal, bosan, sedih dan tak tahu harus berbicara dengan siapa. Aluna dan Mario memutuskan untuk tinggal di apartemen mereka dan hanya datang sesekali seperti hari ini. Mereka datang untuk mengambil barang dan bermalam di sana.

Hanya satu manusia yang bisa diajaknya berbicara di rumah besar itu. Edward, mantan kekasihnya. Takdir yang begitu kejam di antara mereka membuat Aika harus menjadi bos untuk Edward yang dahulu adalah seniornya di tempat latihan.

Setiap malam Edward selalu mengawasi Aika yang sering pergi ke kandang kelinci sendirian. Dan, hal itu diabadikan oleh salah seorang ajudan dan dikirimkan ke Arbie. Dia naik pitam, dalam kondisi mabuk Arbie pun pulang ke rumah ibunya dan melihat Edward memakaikan selimut ke pundak Aika.

Arbie langsung pulang setelah menalak istrinya, dia berdiri di depan restorannya dengan pandangan yang kabur. Hatinya yang ngilu, perasaannya yang tersakiti dan penyesalan membuatnya tidak bisa menahan tangisnya lagi.

"Arbie, kau tak papa?" tanya seseorang yang baru saja sampai di restoran itu. Dia Aira, di tangannya ada rantang makanan untuk mantan kekasihnya itu. Demi melihat Arbie yang terlihat lesu itu, dia pun membantunya berdiri.

Pandangan yang kabur membuatnya tak bisa membedakan apakah itu istrinya atau bukan.
"Sayang, kau datang?" katanya pelan.

Tangan Arbie mengelus pipi Aira lembut, dia pun menarik Aira dan mencium wanita itu. Aira melepaskan panggutan Arbie, dia mencoba mendorong laki-laki yang sedang mabuk itu. Namun, sialnya, hal itu malah dilihat Aika yang memutuskan mengejar Arbie dengan bantuan Edward.

"Jangan Aika!" cegah Edward. Terlambat, dia melihat adegan itu dengan matanya sendiri.

Edward menariknya dia memegangi kedua pundak Aika dan memutarnya ke arah lain

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Edward menariknya dia memegangi kedua pundak Aika dan memutarnya ke arah lain. Aika malah tertawa lirih, "ah." Dia mendesah, tertawa, mendengkus lalu dia pun tertawa keras sekaligus menangis tersedu.

Aira mencari suara tawa itu, dia melihat Aika di depan restoran. Arbie yang sedang mengumpulkan kesadarannya pun akhirnya sadar kalau wanita yang dia cium barusan adalah kakak iparnya. Dia pun berjalan ke depan restoran dengan langkah yang masih sempoyongan.

"Aika!' panggilnya. Arbie mendekatinya, "Mas... minta maaf."

Aika bergeming, tangannya mengepal dan tangisnya tertahan. Saudari kembarnya pun datang dan berdiri di hadapan adiknya. "Mbak gak ada hubungan apa-apa lagi, kok, Mbak datang ke sini cuma mau kasih makanan. Sudah beberapa hari ini, Mbak dengar Arbie menginap di sini sendirian." Aira mencoba mengatakan alasannya. Dia ingin menyakinkan adiknya. Namun, Aika pun tetap bergeming.

"Aika, ayo kita masuk dulu," kata Edward pelan.

"Pulanglah, Ed. Antarkan wanita ini ke rumahnya." Aika menunjuk Aira.

Arbie mencoba meraih pergelangan tangan Aika. Dia tak menolaknya, wanita cantik itu menunduk dalam seperti menahan sakit.

"Eeed! Tolong, Ed!" teriak Arbie.

Mobil yang ditumpangi Edward pun mundur dan berhenti tepat di depannya. Wajah Aika pucat, dia tak kuat lagi berdiri. Arbie segera mengangkatnya dan naik ke mobil. Edward langsung membawa Aika ke rumah sakit.

Dengan sigap Aira menelepon suaminya yang sedang bertugas malam ini. "Ryu, tolong stand by, ini kami OTW ke sana."

Wajah Arbie panik, dia hanya sibuk menangis sambil mendekap istrinya kuat-kuat. Edward sesekali melirik ke bosnya melalui kaca spion. Lalu dia pun bweusaha tak acuh dan kembali fokus pada jalan.

Ryu yang ada di rumah sakit menanti di depan IGD, begitu mobil datang dia pun langsung memindahkan Aika. Keterkejutan Aika membuat pasokan darah ke janin yang dikandungnya mengalami masalah. Namun, hal ini tidak berlangsung lama. Aika disarankan untuk beristirahat dan menenangkan pikirannya.

"Istrimu dijaga, Bi. Kesehatan ibunya itu utama, kamu harus bisa membuat ibunya sehat dan bahagia. Kalau hal ini terjadi lagi, bisa-bisa anakmu lahir prematur. Syukur kandungannya cukup kuat. Kalau tak kuat, bayimu bisa lewat."
Ryu menepuk pundak Arbie.

Edward datang lagi dengan sebotol air mineral dan sebungkus roti. Laki-laki yang masih ajudan di keluarga Ratna itu, berdiri di samping Arbie yang sedang duduk di kursi ruang tunggu. Aira sedang duduk di kamar perawatan Aika.

"Kasian Aika, apa aku harus melepaskannya?"

"Kau lepaskan, aku akan menangkapnya dan memamerkannya padamu setiap hari," balas Edward datar. "Kuatkan dirimu, kami baru saja menemukan siapa dalang dari kekacauan yang membuat restoranmu tak memiliki pelanggan."

Arbie menoleh ke arah Edward yang masih merah wajahnya itu.

"Namun, sebelum aku memberi tahu, kau harus sadar dulu, minumlah ini." Edward kembali menyodorkan botol air mineral.

"Siapa?"

"Frans, musuh bebuyutanmu. Kami sudah membuat laporan untuk menggugatnya."

"Apa menurutmu itu cara terbaik untuk menjeratnya?" tanya Arbie lurus.

"Apa kau ingin aku menghilangkannya dari muka bumi ini secepatnya?" tanya Edward lagi. "Kalau kau mau, aku bisa mematahkan tulangnya, dan kau bisa memasaknya," katanya lagi.

"Kau terdengar kejam, Ed."

Edward mendengus, "kau harus bayar ini," katanya sambil menunjuk wajahnya yang lebam.

"Hah?"

"Bayar dengan bahagiakan Aika, bisa?" tantangnya pada bosnya itu.
...
Sepanjang malam, Arbie duduk di samping tempat tidur Aika, menjaganya. Dia mencoba untuk tidak tidur. Namun, tubuhnya akhirnya menyerah juga, dia pun terlelap di samping sang istri.

Jadwal visitasi dokter kandungan pun akhirnya tiba. Ryu dan Aira juga ikut dalam rombongan itu. Aika menaruh jari telunjuknya di bibir, dia meminta semua orang yang datang tidak membuat suara gaduh yang bisa membangunkan suaminya.

"Sekali lagi, maafkanlah dia, Ka. Dan aku juga," kata Aira tulus. "Itu cuma insiden kecil, aku harap kau tidak melakukan hal gila setelah ini."

"Aku masih cukup waras untuk tetap di tempatku berasal," sahut Aika lurus.

"Aku tahu, kau kesal padaku, tapi sekarang kesehatan bayimu harus diperhatikan. Tolong berhentilah membohongi dirimu sendiri. Apalagi bekerja keras untuk menyenangkan hati ibu mertuamu. Dunia tidak akan menjadi lebih baik atau lebih buruk bila mereka meridhai hidupmu dengan anaknya. Karena yang terpenting, bagaimana hubunganmu dengan suamimu. Seiring waktu, hubungan yang lain pun akan membaik dengan sendirinya." Aira mengelus kepala adik kembarnya lembut.

Suara Aira membangunkan Arbie, tetapi dia mencoba untuk pura-pura tidur, agat tak ketahuan menguping pembicaraan.

"Sekali lagi, aku memafkan kamu, Mas."

Aika mengelus kepala Arbie.

Pengantin Cadangan 2Where stories live. Discover now