7. Bunga Cinta

171 6 6
                                    

Arbie menangkup pipi istrinya, dia tidak kuasa menahan perasaan bahagia yang tiba-tiba saja menjalar keseluruh tubuhnya. Wajahnya dia dekatkan, dengan senyuman paling manis miliknya.

"Apa perlu kita beli test kehamilan untuk mengkonfirmasi?" 

"Hm... Setelah dipikirkan lagi, mungkin cuma masuk angin abis ujan-ujanan kemarin." 

Perkataan Aika membuat Arbie murung seketika, dia membantu istrinya berdiri. "Benar juga, mungkin cuma masuk angin. Tapi, rasanya seneng aja gitu, mungkin kalau beneran hamil bakalan bikin aku bahagia banget, kali ya?" 

Arbie membantu istrinya berdiri, dia membuka cheff jacket yang dia kenakan dan membuangnya ke keranjang cucian. Dia membantu Aika pindah ke kamarnya. Aika pasrah saja saat Arbie membawanya ke kamar. Dia tak memiliki tenaga untuk sekedar memarahi Arbie.

"Mama Ratna, apa nggak marah kita tinggal di sini?" tanya Aika pelan.

"Kan sesuai dengan kemauan kamu, sayang, kita di sini dulu, sampai kamu cukup pulih. Di sini, kamu bisa tidur selama yang kamu mau. Liat aku masak di sebelah, atau berlatih jalan di depan rumah. Ini udah paling pas kalau tinggal di sini."

"Tapi, kan, jadi nggak bisa disewain buat tamu?"

Laki-laki berbadan kekar itu mendengus lemah, dia mengelus pipi Aika dan meninggalkannya di tempat tidurnya sendirian. Dia sedang tak ingin berdebat dengannya. Terlebih mengkhawatirkan ibunya yang sedang berlibur ke Bali dan akan berangkat pagi ini.

"Mas mau ke mana?"

"Ke sebelah, mau ikut?"

"Apa aku nggak ganggu kalau ikut?"

Arbie sepertinya mulai menyesali keputusannya mengajak Aika ke restorannya. Wanita cantik itu duduk di meja kasir dengan senyuman manis yang menyihir semua pelanggan yang datang. Dia bahkan mengunggah foto dirinya sedang berjaga di kasir.

"Jagain suami, eh, jagain Kasir." Caption foto itu tentu saja membuat orang-orang di sosial media menjadi heboh tak karuan. Apalagi, saat Aika mengambil gambar suaminya yang sedang memasak.

Keringat yang bercucuran dari dahi Arbie membuatnya terlihat memesona. Dia tersenyum kecil ke arah Aika. Dan hal itu membuat sosial media Aika banjir dengan pujian.

"Gila! Bisa-bisanya dia senyam-senyum begitu kesemua orang," keluh Arbie pada Guntur, asistennya.

"Tapi, ada dia kita jadi ramai, Bos, udahlah, biarkan saja."

Arbie mulai tak sabar, dia mendekati istrinya.

"Apa yang baru saja kau lakukan, sayang?" tanya Arbie penasaran mellihat istrinya tersenyum melihat ke arahnya.

"Lagi liat keajaiban dunia," sahut Aika sambil menunjukkan ponselnya ke arah suaminya. Ada ribuan orang bereaksi dari video yang Aika unggah.

"Aiiiiika, kamu ngapain, foto aku nggak izin dulu?"

Aika tertawa kecil, "sejak kapan kalau mau foto kamu harus izin dulu?" tanya Aika pada Arbie.

Arbie mendekatkan wajahnya dia membisikkan sesuatu, "aku hampir kehabisan bahan makanan, tubuhku udah lelah, jangan minta aku memasak sampai besok pagi, Ka." Arbie melihat mobil-mobil mewah mulai parkir di depan restorannya.

Aika tak menggubrisnya, dia menyambut semua yang datang dengan senyuman manisnya. Rupanya, yang datang ke sana adalah teman-teman dari dojo tempatnya latihan.

Salah seorang temannya mendapatnya medali emas dan berhak masuk ke platnas bulan depan. Mereka datang untuk merayakan kemenangan besar itu. Arbie yang awalnya kesal dengan Aika malah menarik napasnya dalam-dalam dan pergi ke dapur.

"Bos, kita kehabisan bahan, semua sudah sold out," kata Guntur menunjukkan isi kulkas yang kosong.

"Stock buat besok, keluarkan saja sekarang, kita lembur hari ini."

Guntur menghela napasnya dalam-dalam, dia sudah bosan berdiri di depan kompor. Namun, mau bagaimana lagi, dia harus membantu bosnya lagi.

"Aika, kasih diskon kan?"

"Enak aja! Harga teman itu, biasanya lebih mahal! Apalagi ini over time!" Perkataan Aika disambut tawa semua orang yang datang.

Salah satu rekan Aika mendekat, dia memperhatikan kaki Aika yang masih dipasangi gips.
"Sayang sekali hari ini kau tak ikut menyemangati aku di lapangan, padahal, aku ingin kau hadir, Ka."

Aika tersenyum kecil, "maaf ya, sekarang, agak susah kalau mau keluar, apalagi dengan kaki seperti ini," sahut Aika sambil menepuk pundak temannya itu.

"Apa benar kau memilih retired? Sayang banget kan? Apalagi sedikit lagi kamu bisa mencapai mimpimu, Ka."

Aika tersenyum lagi, "kadang-kadang, kerja keras tidak harus dibarengi dengan kesuksesan. Mungkin Tuhan ingin aku lebih baik lagi dalam berusaha, agar hasil yang aku dapatkan pun, jauh lebih maksimal dari yang sekarang."

"Ah, hatimu yang seluas samudera itu, memang tak terkalahkan. Katakan padaku kalau kau butuh pelatih, aku akan membantumu untuk pulih." Yuri menepuk pundak Aika dan berjalan meninggalkannya sendirian di meja kasir.

Arbie melihat ke arah istrinya yang tiba-tiba terdiam lama. Dia tak berani mengusiknya, Arbie hanya terus memasak sampai dia muak sendiri dengan kompor di depannya.

Malam sudah semakin gelap, udara dingin mendominasi restoran tanpa dinding itu. Kursi-kursi kayu sudah dirapikan dan ditaruh dia tas meja dengan posisi terbalik. Meja panjang dari kayu jati tebal terbentang di sisi kanan restoran menghadap ke lapangan kecil di sebelahnya. Arbie menurunkan tirai rotan untuk menutup restorannya yang didominasi dengan kayu ulin dan kayu jati itu.

Semua pegawai resto sudah pulang, hanya tersisa Guntur yang sedang memeriksa peralatan dan stock sebelum pulang ke rumahnya. Dia sedang merapikan buku laporan di dapur.

"Besok kita buka agak siang aja, Gun. Hari ini, badannya udah capek banget."

"Kau sudah cek meja kasir? Aika sedang melakukan keajaibannya di sana," sahut Guntur tanpa menoleh.

Arbie berjalan ke meja kasir. Aika tengah mengeluarkan semua uang yang didapat hari ini. Arbie takjub menatap tumpukan uang lembaran merah dan biru yang sampai beberapa ikat di atas meja Aika.

"Itu apa?" tanya Arbie dengan polosnya.

"Ini, omzet hari ini. Jika kita begini setiap beberapa sekali, mungkin dalam setahun, bisa beli alphard."

"Tapi aku capek, Dek," keluh Arbie. Tubuhnya sudah ngilu berdiri seharian. Dia ingin tidur dan bermanja pada Aika.

"Hm, kalau gitu, kalau begini sebulan sekali, mungkin kita akan naik haji 16 tahun lagi."

Arbie menggaruk leher belakangnya, dia tak bisa mengatakan apa-apa lagi. Wanita di depannya itu, sedang menghitung uang hasil kerja kerasnya hari ini. Dia memasukkan uang itu dalam amplop-amplop kecil dan membaginya untuk keperluan besok, tabungan dan uang darurat. Dia tak mengambil sepeserpun uang itu tanpa izin dari suaminya.

"Kau mau jalan-jalan besok?" tanya Arbie pada istrinya yang berhasil membuat Aika menghentikan aktivitasnya.

"kalau kita jalan-jalan besok, bisa-bisa 30 tahun lagi...."

"30 tahun lagi, atau bahkan seumur hidupku, aku akan selalu bersama kamu, sayang." Perkataan Arbie membuat wajah Aika bersemu. Dia pun memasukkan kembali uang tersebut dalam dompet khusus.

Guntur datang dengan bukunya, "Stock kita habis buat besok, sepertinya, besok harus belanja lebih banyak."

"Seperlunya saja, besok, kita buka sedikit siang. Kalian harus istirahat," kata Aika lurus.

"Sepertinya, Bos, kita punya bos baru di sini," bisik Guntur pada Arbie.

Laki-laki itu hanya bisa menghela napasnya, Aika membuka ponselnya.

"Apa aku perlu memosting wajah lelahmu, sayang?" tanya Aika kepada suaminya yang sudah terlihat tak berdaya di depannya.

"Pliiis, aku mau tidur."
...

.

.

Pengantin Cadangan 2Where stories live. Discover now