47. Terbakar cemburu

31 3 0
                                    

Pagi-pagi sekali, Aika sudah terjaga. Dia turun ke dapur untuk menyiapkan sarapan pagi, sebelum anak-anaknya bangun. Ryu yang tak bisa mendengar suara gaduh di pagi hari, sontak terjaga dan keluar dari kamarnya. Dia berdiri di depan pintu kamar sambil merapikan sweeter yang dia kenakan. Rambutnya masih acak-acakan, kantung matanya besar, dia berjalan pelan ke arah Aika dan menguap di depannya. 

"Masak apa, Dek?" tanyanya pelan, sambil mengusap wajahnya.

Wanita cantik itu kaget dengan kehadiran iparnya itu. Bagaimana tidak, Ryu berdiri tepat di belakang Aika dan menoel pundaknya.

"Astagfirullah, hampir aja aku teriakin!" protes Aika dengan kelakuan aneh Iparnya itu. 

Ryu kembali menguap dan menoleh ke arah jam dinding. Matanya memicing untuk memastikan jam berapa. "Masih belum azan loh, Dek, kok udah di sini aja, sih? Tidur lagi sana!"

"Nggak, ah, nanti kalau aku tinggal tidur, semua bakalan dikerjain si Rara. Dah tau aku gak bisa makan pedes, ntar dia bikin semua masakan pedesnya amit-amit."

Ryu tersenyum. 

"Bumil lagi laper ya? Ya udah, duduk dulu, gih, biar aku bikinin sarapan buat kamu."

Ryu menarik tangan Aika lembut dan mendudukkannya di sofa ruang tengah yang hanya beberapa meter dari dapur. Dia melarang adik iparnya itu mendekat. 

"Nanti abis subuh, kita ke pasar beli buah yuk?" ajak Ryu. "Udah mulai kopal, kan?" tanyanya lagi. 

"Tau dari mana udah mulai kontraksi?" tanya Aika penasaran. Dia ingin mendekat, tetapi, dinginnya udara membuatnya kecut. Aika menarik selimut rajutan buatan ibunya yang sengaja ditaruh di sofa untuk menutupi kakinya. 

"Kejadian kemarin, mau tak mau bikin kamu kaget, kan?"

Aika membenarkan duduknya dan mulai menghidupkan TV di depannya. 

"Tuh, mulai kumat diemnya. Diemnya kamu itu tu, bikin Arbie takut, loh." Ryu duduk di sebelah Aika dengan semangkuk sereal dan segelas susu hangat. "Makan dulu, gih."

"Makasih, A."

Ryu tersenyum, baru kali ini dia mendengar Aika memanggilnya begitu. "Mendadak, aku merasa terhormat, Dek."

"Kenapa, sih. kan bener, Aa," kata Aika menunjuk dada Ryu. "Adek," sambungnya lagi menunjuk pipinnya sendiri. 

"Iya, deh, pokoknya, abis subuh, kita jalan ya. Biar lancar kelahirannya." Ryu menarik selimut Aika sedikit untuk menutupi kakinya. Tak lama, dia pun kembali terlelap sesaat setelah kepalanya menyentuh bantal sofa. Aika tak memedulikannya, dia kini fokus mengunyah sereal buatan Ryu dan menyeruput susu hangat. Sambil sesekali menatap layar di depannya. Selimut yang tadi menutupi kakinya, kini sudah menutupi tubuh jangkung Ryu sampai ke dada. 

Kehangatan keduanya, rupanya diketahui Aira yang terbangun dari tidurnya. Dia menatap Aika yang tengah sibuk menyantap makanan dan suaminya yang tertidur di sampingnya. Hati Aira menjadi sedikit sesak menatap pemandangan itu. Dia pun ikut duduk di antara Aika dan Ryu. 

"Lu bangun, Ra. Baguslah, kasian tu, suamimu bisa kena bell palsy kalau tidur di sini. Suruh tidur di kamar gih." Aika langsung berdiri dan memunguti piring dan gelas yang sudah kosong. Dia tidak ingin membuat Aira semakin salah paham padanya. Dia pun langsung naik ke lantai dua tanpa berkata-kata. Aika memilih diam, pasalnya Aira tengah memelototinya.

Pengantin Cadangan 2Onde histórias criam vida. Descubra agora