22. Suami Idaman

92 6 9
                                    

Aika duduk memperhatikan gerak-gerik suaminya yang sedang sibuk sendirian mengerjakan pekerjaan rumah. Dia datang dengan sekeranjang pakaian kering, "Dek, tangkap!" Pakaian kering itu melayang dan mendarat di kepala Aika.

"IIiih, Mas apaan, sih!"

"Kan kamu nganggur, bantuin, kek."

Aika memunguti pakaian yang berserakan. Sudah seminggu ini, Arbie yang melakukan pekerjaan rumah. Belum lagi restoran yang begitu ramai jika ada Aika. Dia lelah mengerjakan semuanya sendirian. Namun, laki-laki tinggi itu pun, tak tega jika semua pekerjaan itu dikerjakan istrinya.

"Ya udah, biar Aika aja yang ngerjain, sini, Mas duduk."

"Ngggak! Nggak boleh! Nanti bayiku kenapa-kenapa, biar aku yang mengerjakan semuanya."

Arbie berbalik arah, dia berjalan ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Malam ini, dia ingin memasak nasi goreng saja sebagai menu makan malam. "Emang nggak bosen masak nasi goreng terus, lama-lama, nanti Mas jadi duta nasi goreng, kalau itu doang yang Mas bikin," kata Aika dari sofa.

"Nasi gorengku itu enak, tauk!" katanya tak rela diejek istrinya sendiri. Aika berlari kecil menghampirinya, dia memeluk suaminya yang sedang membuat telur mata sapi. Dia tak ingin suaminya marah-marah seperti tempo hari saat Ryu mampir untuk menyapa. Pasalnya, jika sudah marah dan terbakar cemburu, dia akan marah-marah sampai bosan sendiri dan diam sendiri. Dan satu-satunya orang yang bisa membuat Arbie diam hanya Aika.

Tak peduli seperti apa omelan yang keluar dari mulut suaminya, dia akan memeluknya erat. Jika belum reda juga, Aika akan menculiknya ke kebun binatang untuk melanjutkan makiannya. "Daripada kek orang gabut ngabsen binatang, kenapa gak absen sekalian di depan binatangnya langsung?" kata Aika polos. Perkataan Aika itu membuat Arbie kadang sampai malu sendiri.

"Memang nasi goreng buatan suamiku ini, paling enak sejagat raya," bisik Aika lembut di telinga Arbie. Aika meletakkan tangannya di dada suaminya, gerakannya lembut dan sangat pelan.

"Jangan dekat-dekat ah, orang lagi masak juga!" protes Arbie berusaha melepaskan pelukan Aika.

"Hm, memang Mas ini, mirip Mama, juteknya beuh, tapi malu-malunya gemesin." Aika berjinjit mencium pipi Arbie yang mulai merah.

"Lipitin gih bajunya, biar Mas selesaikan ini."

"Siap, Bos!"
...
Matahari selepas hujan selalu menjadi matahari paling ditunggu. Cahayanya hangat, secara ajaib membuat perasaan tenang dan semangat. Aika mengajak Arbie duduk sebentar membelakangi matahari sambil menyeruput teh dan menikmati waktu berdua.

"Kalau di rumah, kamu suka dibanding-bandingin ama kakakmu gak, Dek?" tanya Arbie tiba-tiba membuka percakapan.

"Ya jelaslah, pasti semua orang tua akan membandingkan saudaranya dengan yang lebih tua sebagai bahan motivasi. Tapi, alih-alih memotivasi malah jadi bully terselubung, kan?" Aika menghela napasnya pelan. Dia masih memperhatikan pergalangan kakinya.

"Terus, kalau udah gitu, Aika perasaannya gimana?"

"Sebel, memangnya, cuma dia doang yang bisa melakukan semuanya dengan baik? Sementara, aku nggak? Tapi, abah bukan orang yang seperti itu, dia selalu mendukungku. Setidaknya dia pernah melakukannya."

"Kalau bersamaku, apa kau merasa...."

Arbie tak kuasa melanjutkan perkataannya, dia hanya diam lalu meraih jemari Aika dan meremasnya  pelan. Dia berdiri dan mengajak Aika masuk dengan alasan panas. Aika mengikutinya, dia ingin bermanja sebentar, sebelum suaminya kembali bekerja.

"Kenapa? Bilang aja kalau memang itu bisa buat Mas tenang setelah bilang, Aika dengerin."

Arbie mengelus puncak kepala Aika, dia menempelkan kedua tangannya di pipi istrinya. "Nanti kita ke rumah Abah ya? Kangen juga ngomong ama Abah."

"Woy! Arbiee!" Seseorang berteriak dari halaman villa. Arbie berjalan ke depan dan menemukan teman-temannya datang.

"Buat apa mereka ke sini, Mas?"

"Mas juga gak tahu, gak ada kabar apa-apa perasaan." Arbie meninggalkan Aika sendirian, dia mendekati teman-temannya itu.

"Bie, Santos, temen kita meninggal dunia, kamu mau kan ikut melayat? Eh iya, istrimu diajak aja!" kata salah seorang dari mereka.

"Ah, iya, nanti aku izin dulu," kata Arbie.

"Oh iya, siapa perempuan tadi, kayaknya binikmu lebih cantik kemaren? Lu selingkuh ya?!"

Arbie hanya tertawa mendengar tuduhan temannya itu. Dia tidak terlalu ingin menanggapinya. Apalagi sekarang ada Aika yang bisa meledak kapan saja. Dia mencoba mengusir teman-temannya itu. Namun, mereka beralasan ingin bertemu dengan istri Arbie. Mereka pun masuk ke rumah dan duduk di ruang tamu.

Ocehan teman Arbie itu tak terlalu ditanggapi Aika, dia memilih masuk ke kamarnya dan  merapikan pakaian. Sayup-sayup terdengar suara perbincangan mereka.

"Istrimu itu seksi banget, mana udah cantik, dokter ah pinter banget pasti, gimana, sih, cara dapetin perempuan seseksi itu? Kalau dia punya adik, aku mau jadi adik iparmu." Ocehan itu membuat amarah Aika naik.

"Itu bukan istriku, dia temanku. Kalau memang gak ada yang penting, mending pulang aja, deh. Aku mau siap-siap kerja."

"Bos, ibu telpon, katanya dia bakalan datang nanti agak siang." Aika yang mulai geram dengan kehadiran teman suaminya itu pun memilih keluar kamar.

Mereka memperhatikan penampilan Aika yang jauh dari kata cantik. Wajah sedikit kusam dengan bintik hitam, pakaian kumal berupa jumper berwarna navy yang sedikit kusam. Pakaian itu cukup nyaman buatnya yang mulai merasa sesak di perut bagian bawah.

"Oh, pembantu, toh!! Ah, aku pernah liat dia ngepel ne, di rumahmu. Wah asper ya? Gila! Aspernya secantik ini, jadi istri aku aja, mau gak."

Aika maju, dia tersenyum kecil, tangannya terkepal. Dia mendekat lalu mengokang tangannya tepat di depan teman suaminya itu. "Kalau kau tak mau keluar uang untuk implan gigi, mending diem, deh!" Ancaman Aika berhasil membuat laki-laki teman suaminya itu berdiri dan pergi dari hadapannya.

"Mas bisa jelasin, Dek. Mas pergi ama Aira, kemaren...."

Belum selesai Arbie berbicara, Aika meninggalkannya kembali ke kamar. Pakaian yang ada di dalam lemari dia keluarkan semuanya dan berserak di lantai. "Pergilah, Aika mau lipet baju," katanya datar.

Pintu kamar dibanting kuat tepat di wajah Arbie. Laki-laki itu pun terdiam tak bisa berkata-kata selain pergi ke restoran seperti perkataan Aika. Sebelum Aika memutuskan untuk tidak memakai ponselnya lagi, dia melihat semua komentar tentang dirinya.

"Gila jelek banget bininya!"

"Gila! Istri kayak orang lumpuh masih dipertahanin."

"Gila ganteng banget! Aku mau jadi selingkuhannya!!"

Banyak komentar serupa yang membuat Aika gerah sendiri untuk kembali memakai ponsel pemberian Arbie itu.

"Selamanya, aku hanya akan menjadi wanita yang berwajah sama yang kebetulan mengisi kuris kosong yang ditinggalkan. Sama seperti pemain cadangan yang hanya akan dimainkan jika pemain aslinya cidera. Lalu disimpan kembali, jika perfomanya menurun."

Aika mengusap air matanya.

Pengantin Cadangan 2Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα