28. Frans

88 3 12
                                    

Edward dan beberapa ajudan dari rumah Ratna menangkap Frans yang baru saja keluar dari tempat kerjanya. Mereka membekap mulut laki-laki itu dan menutup kepalanya dengan karung hitam. Salah seorang dari mereka merogoh baju Frans dan menemukan ponselnya.

Ini si Edward guys

Ini si Edward guys

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Ini, Bos!"

Mereka menendang perut Frans dan membuat laki-laki itu mengerang kesakitan. Edward mencondongkan badannya. Dia melepaskan penutup kepalanya. Laki-laki itu berkeringat, matanya merah, membelalak ke arah Edward.

Dia berontak, mencoba melepaskan ikatan.
"Jadi, ini laki-laki yang menyebarkan video bohong tentang Aika?"  Edward tersenyum miring. Dia menelepon Arbie untuk melaporkan situasi.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang, apa kau sudah mengasah pisaumu dengan baik hari ini?" tanya Edward dengan senyuman miringnya. Dia mengangkat sudut bibirnya meniupkan keresahan di hati Frans yang sudah mengompol di celana.

"Aku pintar mematahkan tulang, aku melakukannya jika kau memberi izin, Bos."

"Kematiannya hanya akan merepotkan banyak orang, kirim saja dia ke kantor polisi," sahut Arbie dingin. "Jangan kotori jas mahalmu hanya dengan darah manusia tak berguna seperti dia."

Edward tidak benar-benar melakukannya, laki-laki di depannya menggelengkan kepalanya sambil menangis sesenggukan.

Polisi datang menjemput Frans menuju kantor polisi.  "Ini, aku minta cepat selesaikan kasus ini."

Salah seorang polisi membuka sumpalan mulut Frans. "Kau akan menerima pembalasan setelah ini!" teriaknya kuat.

"Apa yang akan dilakukan, laki-laki yang mengompol di celana seperti kamu?" tantang Edward.

Arbie memintanya hanya menangkap dan menyerahkannya ke pihak berwenang. "Bilang ama Om Vino, dia akan mengurus semuanya," kata Aika beberapa hari lalu. "Tidak usah banyak pikiran, katakan saja padanya. Kau tahu Abah dan keluargaku akan membantumu sepenuh hati."

Benar saja, wanita berhati malaikat itu pun membawa Arbie ke hadapan Om Vino. Mereka pun memulai penyelidikan dan pengusutan kasus. Dengan bukti rekaman ucapan dan juga CCTV di depan Restoran dan beberapa tempat diletakkannya banner itu.

Aika memang terluka dengan ucapan laki-laki itu. Namun, dia tidak mau kecerobohannya akan menjadi masalah bagi mereka ke depannya. Diam-diam, dia meminta saran keluarganya tanpa sepengetahuan suaminya. Terlebih saat restoran tiba-tiba sepi.

"Untuk sekian kalinya, dia memaafkan kamu, Bie. Apa wanita ini patut kamu sia-siakan?" tanya Surya saat mengunjungi Aika.

Dia menyerahkan sebuah map kepada anaknya itu. "Ini, maksud Papa menyuruhmu pindah. Konsep yang kamu impikan ada di sana. Tempat bermain, tempat makan dan mini zoo. Semuanya ada menjadi satu tempat dengan view yang bagus. Aika sudah datang ke sana untuk mengeceknya langsung."

"Apa ini, Pa?" tanya Arbie tak percaya pada apa yang diberikan ayahnya.

"Hadiah buat anakmu, lahirkan dia dengan selamat. Aku masih ingin mengicipi kopi buatan Aika. Awas saja kalau kau sampai membuatnya terluka lagi."

Ratna tidak bisa berkat-kata, dia hanya diam terpaku menatap Aika yang memejamkan mata di atas tempat tidur.

Tiba-tiba, Aika mengerang, dia pun terjaga. Perutnya sakit, dia memanggil suaminya. cepat-cepat Arbie memanggil para dokter. Kepanikan jelas ada di wajah Arbie, dia tidak bisa membayangkan istrinya yang sedang kesakitan di dalam ruangan sendirian.

"Dia bener-bener gak boleh stress, aku harap kalian mengerti keadaannya," kata Ryu setelah memastikan kondisi Aika.

"Dia kenapa bisa gitu? Apa dia butuh perawatan lebih lanjut?" tanya Arbie panik.

"Tidak, cukup istirahat saja. Dan minum obatnya. Ke rumah abah aja, dia mungkin lebih nyaman di rumah abah."

Surya mengangguk setuju. Ahmad datang dengan Ari. Patah hati laki-laki paruh baya itu melihat putrinya terbaring di atas tempat tidur.

"Dedek nggak papa, kok, Bah. Cuma lagi istirahat aja."

"Tolong jaga dia," kata Ahmad sambil menepuk pundak Arbie. "Abah pulang dulu," kata Ahmad pelan. Dia tak kuasa menahan air matanya.

Arbie ingin mengejar ayah mertuanya, tetapi ditahan Ryu. "Sudahlah, biarkan Abah menenangkan diri, dia sama percis seperti Aika, suka sembunyi kalau sedih."
...
Malam berganti siang, hari pun berbilang, Aika akhirnya dipulangkan. Mereka membawa wanita cantik itu ke rumah Ahmad. Senyum mengembang di wajah Ahmad. Surya juga ikut mengantarkan Aika, dia bahkan membatalkan agenda hari ini untuk Aika.

"Villa depan rumahmu itu kosong? Bisa kau cari siapa pemiliknya?" tanya Surya pada Arbie.

"Memang Papa mau ngapain?"

'Mau sesekali liat cuculah, gimana, sih kamu!" sahut Ratna ketus. Dia langsung masuk ke rumah Ahmad dan membuka lemari pendingin yang ada di dapur.

Atiqah berjalan pelan mendekatinya, dia menyalami besannya itu. Namun, Ratna tak acuh. "Apa kau tak ingin mengatakan apa-apa perihal anakku? Apa kau suka jika aku melakukan hal yang sama pada anakmu?" tanya Atiqah pada besannya itu.

Ratna terperanjat mendengarnya.

"Semua anak itu sama berharganya dengan anakmu. Kau harusnya menjaga putriku dengan baik, bukan malah menjadikannya pembantu di rumahmu. Lihat perbuatanmu, lihat anakku!" bentak Atiqah.

"Baru kali ini, Umi belain Aika." Mata Aika berkaca-kaca menatap ibunya. "Aku pikir, selama ini aku tak berharga."

Aira datang dia pun menjitak adiknya itu kuat-kuat. "Siapa yang bilang gitu? Heran gue, jiwa premanmu ke mana? Kok, sekarang bawaannya mewek muluk!"

"Aku ini hamil, loh, Kak," rengek Aika sambil mengelus kepalanya.

"Kau bilangin suamimu ini, bilang baik-baik kamu maunya apa. Kamu pikir dia dukun?!" bentaknya lagi.

Ryu menarik tangan Aira dan mendudukkannya di pojok ruangan. "Rara dihukum!" katanya sambil memakaikan topi hukuman.

Wanita itu tentu saja marah diperlakukan seperti anak kecil di depan semua orang. Dia protes pada Ryu. Namun, laki-laki itu pun tidak menghiraukannya. Sampai, air ketuban lolos dari kakinya.

Keceriaan itu pun berubah kepanikan, Aira pun akhirnya dilarikan ke rumah sakit.

"Kak Aira senang sekali begitu, mengambil perhatian semua orang. Dasar nyebelin!" keluh Aika.

Arbie sedang berdiri di depan tangga, dia sedang memikirkan cara terbaik untuk mengangkat Aika ke kamarnya di lantai dua. Dia pun memeragakan beberapa gerakan, wajah seriusnya membuat dua wanita yang sedang berselisih itu pun tertawa.

"Lihatlah, anakku memperlakukan anakmu dengan baik. Anakmu memperlakukan aku dengan baik, tapi aku malah tidak bisa bermanis muka di depannya. Aika benar, aku cemburu pada perhatian semua orang yang tercurah padanya."

"Dia ini sepertinya sudah mulai puber kedua makanya, heboh sendiri. Maunya bisa deket ama mantu malah mulutnya tajem," bela Surya. Laki-laki paruh baya itu tengah menyeruput kopi buatan Ari.

"Boleh kami menggendong anak itu?" kata Ratna.

Arbie menoleh ke arah ibunya, wanita itu mendekati Atiqah yang sedang menggendong Chantika.

"Kau tidak boleh membawanya pulang ke rumahmu!" cegah Atiqah.

"Aku ingin menyentuhnya sebentar saja."

Pengantin Cadangan 2Where stories live. Discover now