3. Luka Aika

260 11 11
                                    

Pagi-pagi sekali, Aika dan para asisten rumah tangga, sudah sibuk di dapur. Arbie baru saja terjaga. Hari ini, dia tidak ada rencana pergi untuk membuka restorannya. Dia mencari istrinya, tetapi wanita itu tak terlihat di mana pun. Ponselnya, tergeletak di atas nakas dan tersambung pada pengisi daya. 

Arbie malas bangkit dari tempat tidurnya, dia menatap setumpuk pakaian yang belum jadi dia kenakan tadi malam. Dia tersenyum kecil, lalu berjalan begitu saja menuju kamar mandi sambil bersiul. 

Selepas berpakaian, dia segera mencari Aika di dapur. Wanita cantik itu sedang menyiapkan makanan dengan wajah begitu ceria. Dia langsung menarik tangan Arbie ke meja makan, saat sadar, suaminya sedang memperhatikannya. 

"Ada acara apa, kok, sepertinya kamu bahagia banget?" tanya Arbie keheranan. 

"gak ada acara apa-apa, kok, ini lagi pengen aja masak buat kamu," kata Aika disertai dengan kerlingan genit yang membuat para asisten rumah tangga tersenyum menatap kehangatan di antara keduanya. 

"Apa karena tadi malam?" tanya Arbie penasaran?

"Hm, bisa jadi, bisa juga karena ini setahun sudah pernikahan kita."

Arbie menarik senyumannya, dia duduk di kursinya dengan tenang. Aika masih tertatih-tatih berjalan. Namun, dia terlihat sangat bahagia. 

Mario ikut bergabung di meja makan. "Aika, Mas mau pasta satu," katanya. "jus jeruknya juga ya?" katanya lagi pada Aika. 

"Mas kan bisa bikin sendiri, kenapa malah nyuruh istri aku?" protes Arbie. 

"Istri?" tanya Mario sengit. "Gimana, kalau kasih ke aku aja? Akan kurawat dia dengan sepenuh hati," sahut Mario santai. Dia berjalan ke arah Aika, dia berdiri di belakang Aika dan mengarahkan tangannya pada bokong iparnya itu. 

Namun, sebelum hal itu terjadi, Aika menoleh dan berkata, "sebelum tangannya kupatahin, mending gak usah nekat, deh, Mas?" 

Arbie tertawa mendengarnya, dia menatap wajah Mario yang manyun mendengar perkataan istrinya itu. 

"Istrimu, Bi, istrimu!" katanya kesal. 

"Emang Mas pikir aku apaan, bisa ditukar guling?" Aika menatap wajah Mario, lalu tersenyum manis ke arahnya. 

"Astaga, manis sekali," kata Mario. Dia menoleh ke arah Arbie yang mulai tersulut emosi menatap tajam ke arah Mario. Dia berdiri dan menarik Mario duduk di kursinya.

"Bisa cemburu juga, toh?" ejek Mario.

Edward datang ke dapur, tanpa berbasa-basi dia meraih botol air mineral lalu pergi. Aika menatap punggung laki-laki itu dengan seksama. Arbie berdehem kuat, dan membuat Aika menoleh ke arahnya. Sudah beberapa hari terakhir, dia melihat Aika sering berbincang dengan Edward. Bahkan, mereka sempat berjalan-jalan berdua di taman belakang. 

Edward sedang membantu Aika belajar berjalan, setelah sekian lama. Dia juga hanya duduk mendengarkan semua cerita Aika dengan seksama. Namun, hal itu rupanya membuat Arbie cemburu, pasalnya, Aika semakin ceria saat berbincang lama dengan Edward.

"Kau cemburu? Istrimu cantik, pintar masak, sangat supel dan ceria, dia akan mudah memikat siapa saja dengan attitudenya yang luar biasa itu."

"Apa bener, Mas?" Aika tiba-tiba muncul di depan Mario. Dia menunduk dan membisikkan sesuatu di telinga Mario. "Apa benar Arbie bisa dibuat cemburu?"

"Lihat saja, mukanya yang merah seperti udang rebus."

"Oh, iya, Mas. Kan kita sudah setahun, aku mau kasih hadiah ke kamu," kata Aika santai. "Nanti anterin Aika ke kebun binatang ya?" katanya lagi. 

Mario dan Arbie berpandangan, mereka benar-benar tak tahu dengan apa yang sedang dipikirkan Aika saat ini. Wanita itu menyiapkan semua makanan dan membantu mengurus rumah walau kakinya juga masih sakit. 

Setelah makan, Arbie bersiap dan berdiri di hadapan Aika dengan pakaian rapi. Dia memakai jaket bomber dan celana jeans panjang juga sepatu kets berwarna hitam. 

"Apa kita akan berangkat sekarang?"

Aika mengangguk, dia segera berlari ke arah Arbie dan merangkul tangannya. "Masih inget kan? Dahulu, Mas bilang..." Wanita cantik itu tak jadi berbicara, dia meraih tas tangannya dan menyambar bekal yang sudah dia siapkan. Arbie mengambil bekal itu dan membawanya. 

Mereka berjalan ke arah mobil milik Arbie yang sudah disiapkan Edward di depan. 

"Kenapa, sih, semangat banget?" 

"Sepertinya, aku kelebihan dopamin."

"Astaga, ternyata itu ya efeknya? Kamu bahagia banget hari ini."

Aika tersenyum kecil, dia menyerahkan selembar kertas pada Arbie. "Buka nanti saja kalau sudah pulang ya?" katanya lembut menahan tangan suaminya. 

Mereka berkeliling kota, menghabiskan waktu berdua sepanjang hari. Baru pertama kali, Aika merasa sebahagia ini, memiliki suami. Dia merangkul tangan Arbie sepanjang hari, seakan tak mau lepas dari suaminya itu. Arbie menariknya ke dalam mobil. Dia sudah gemas menatap istrinya yang begitu manja seharian. 

"Pengen cium, Ka? Boleh?" pintanya.

"Oh, boleh," sahut Aika santai. 

Arbie mengecup pipi Aika gemas, "gemes ih, nyebelin banget, pengen bawa ke hotel jadinya."

"Males ah, capek! Nanti pas pulang, mama pasti marah kalau bawa kabur anaknya lama-lama."

"Mama bilang apa kemarin, kamu belum jawab," tanya Arbie serius.

"Hm... Dia tanya, apa aku ini menikah denganmu karena pengen harta kamu," kata Aika tenang. Dia menatap mata Arbie dalam-dalam.

"Lalu, kamu jawab apa?"

"Aku menikah denganmu bukan karena terpaksa, aku yakin cinta akan tumbuh. Namun, setelah menanti setahun, seprtinya aku harus mengakuinya, aku menyerah, Bie."

Arbie menatap wajah Aika yang mulai menangis di depannya. Dia meraih jemari Aika, tetapi Aika enggan, dia melepaskan tangan suaminya.

"Kau gila Aika? Apa ini? Apa maksudmu Aika, lalu apa arti malam yang kita lakukan semalam?" 

"Kan sudah setahun," kata Aika menahan tanggisnya. "Malam yang kita habiskan tadi malam, itu kewajiban Mas sebagai suami untuk pertama dan terakhir kalinya."

Arbie membuang muka, dia menatap keluar jendela.  Dadanya sesak menatap Aika yang berurai air mata di depannya. Dia meraih amplop yang ada di dasbor dan membukanya. Aika diam-diam mengurus perceraiannya. Arbie menatapnya nanar, dan meremasnya. Dia langsung melajukan mobilnya ke pengadilan agama tempat Aika mengajukan gugatan.

Dia menarik Aika untuk mencabut gugatannya sekarang juga. Aika menangis tersedu di depan Arbie. Dia tak bisa melakukannya lagi. Arbie tak ada lilihan, dia keluar untuk bertanya perihal gugatan Aika. 

"Gugatan udah masuk, Pak. Kalau mau dicabut, ya harus Bu Aikanya lansung," kata petugas yang bertugas. 

Dia kembali ke mobil dan menatap Aika yang masih menangis dan lemas di kursinya. Dia menbuka pintu mobil lebar-lebar. 

"Aika, aku minta tolong, beri waktu padaku, untuk belajar mencitai kamu, untuk setahun kedepan, bisa? Bagaimana jika kamu hamil nanti? Bagaimana jika kau lebih terluka setelah ini. Aku minta, katakan semuanya padaku, semuaaanya, jangan ada yang ditutupi, bisa?"

"Aku tak mau merusak hubungan ibu dan anak, mending aku yang pergi dari pada Mas membantah ibunya Mas." Aika berurai air mata, tangaisnya tak terbendung, dia memeluk Arbie erat-erat. "Aika sayang, Mas, tolong Aika, jangan bikin Aika tersiksa dengan cinta ini, jangan dingin-dingin, Mas," isaknya keras. 

Arbie memeluknya erat-erat. Dia mengelus pundak istrinya itu pelan. "Astagfirullah, sayang, kenapa nggak bilang selama ini."

"Aika takut, takut bikin kamu durhaka sama orang tua."

"Allah, Aika."

...



Pengantin Cadangan 2Where stories live. Discover now