8. Tupai

131 5 8
                                    

Aika berjalan menghampiri Ryu yang berdiri di ambang pintu sambil mengendong buah cintanya dengan Aira. Gadis mungil berumur enam bulan itu tersenyum pada Aika. 

"Hai Chantik, sini, sama ibu," kata Aika. 

"Duh, kalau ibunya secantik ini, Papa takut, sayang."

Sontak mata Aika memelototi Ryu. Laki-laki setengah oriental itu hanya tertawa kecil. Dia membiarkan Aika menggendong anaknya. Sementara dia menarik iparnya ke dalam rumah. 

"Kok, tumben hari ini libur?" tanya Ryu, dia membawa Arbie masuk. Dia memegangi kedua punda iparnya itu dan memijatnya sebentar. "Pundak apa batu, keras banget?"

Arbie masih diam, dia tak mau menjawabnya. "Lu sendiri, kenapa libur hari ini?" tanyanya. 

"Aika yang minta, katanya dia mau memasak untuk kita, jadi, minta aku libur hari ini, Rara bentar lagi datang, dia lagi pergi belanja ama Ari. Taulah, Chantika nggak bisa diam kalau bangun tidur gak lihat bapaknya yang ganteng ini," jawabnya sambil tersenyum. 

"Astaga, bapakmu masih aja menyombongkan tampangnya yang mirip Linyi itu, Dek?" kata Aika pada Chantika, keponakannya. "Jangan suka pamer kayak bapakmu, ya, Dek."

Laki-laki berwajah oriental dengan mata monolid itu tersenyum bangga mendengar pujian Aika. Baginya, mendengar pujian adik iparnya itu sudah seperti menemukan kepingan salju di musim panas. Hampir mustahil dan cepat sekali mencair. 

"Padahal, mukanya lebih mirip anemon laut ketimbanga Linyi," Aika membawa keponakannya itu ke pangkuan ayah dan ibunya yang sedang duduk di teras samping. Mereka menyambut kehadiran Aika dengan penuh kehangatan. 

"Deedek, kapan loh, kamu ama Arbie punya momongan?" tanya Atiqah ibunya. "Lihat itu Chantika bentar lagi punya dedek," katanya lagi. 

"Hamil lagi, Mi?" tanya Ahmad kaget. Dia tak menyangka dia akan segera menimang cucu dari anak pertamanya itu lagi. 

Aika melirik ke arah Arbie yang sedang bercengkerama dengan Ryu. Penampilan keduanya jika disandingkan tidak jauh berbeda. Celana bermuda berwarna cream, sepatu kets berwarna putih dan kemeja biru muda berlengan pendek. Keduanya hampir memiliki penampilan selayaknya saudara kembar. Arbie melepas kemejanya dan meletakkannya sembarangan. Sementara Ryu hanya tersenyum miring melihat kelakuan laki-laki yang menjadi iparnya itu. 

"Bro, Aira hamil lagi, kali ini, aku yang menghamilinya," kata Ryu menyombongkan diri. 

"Terus?" Arbie tersenyum tak ikhlas, dia mencoba untuk tetap tenang dan terpancing dengan perkataan Ryu.

"Apa istrimu belum ada tanda-tanda kehamilan? Kami siap menyediakan bayi tabung jika kalian mau."

"Aika masih banyak turnamen, dia biarlah menyenangkan dirinya sendiri. Lagi pula, kami memang sepakat untuk pacaran dulu sebelum memutuskan untuk memiliki anak," kata Arbie mencoba berdiplomasi. Dia gengsi, dan juga cemburu, tetapi dia mencoba untuk tetap rasional agar tak terlihat menderita. 

Aira dahulu adalah kekasihnya yang lari dari pernikahan mereka. Namun, Arbie tidak bisa langsung memutuskan berpisah dari keluarga itu. Baginya, menjadi bagian dari keluarga Ahmad adalah impiannya. Sampai-sampai, dia berharap, Pak Ahmad memiliki putri yang lain.Dan ternyata, memang ada. Wanita itu, saudara kembar Aira yang selama ini, tidak pernah diketahui keberadaannya oleh banyak orang. 

Aika menyibukkan dirinya untuk berlatih dan meraih impiannya menjadi atlet nasional. Namun, Ahmad rupanya menginginkan Aika memilih jalan yang lain, terlebih, saat karir nya tak secemerlang impian Aika. Walau begitu, Aika tak mau menyerah begitu saja. 

Dia memilih pergi dan tidak mau terikat dengan keluarga dan masuk ke asrama. Dia hanya pulang beberapa bulan sekali. Dan sialnya, kesempatannya pulang, selalu dimanfaatkan Aira untuk menggantikannya menemui Arbie. 

"Dek, mau masak apa?" tanya Arbie pada Aika yang terpaku menatap ke arah suaminya sedari tadi. "Dek, Mas tahu, Mas ganteng banget, tapi lihatnya jangan gitu."

"Tuhaaan, aku mual!" ejek Ryu. 

Aika berdiri dan memisahkan keduanya yang hampir saja saling memukul. Dia memijak kaki Ryu dan membuat laki-laki jangkung itu menyingkir dari hadapannya sambil kesakitan.

Ryu jelas saja marah, dia mulai mengusik Aika dengan mengejeknya. "Kau yang cari gara-gara Tupai!" ejek Ryu lagi. Laki-laki yang lebih tua empat tahun darinya itu mencebik. 

Aika pun mulai mengangkat kakinya dan siap menendang kepala Ryu, tetapi lelaki itu menepisnya dengan mudah. Mereka pun mulai berlari dan berkejar-kejaran sampai keluar dari rumah. Aksi keduanya tentu menjadi tontonan warga sekitar. Arbie mau tak mau menangkap istrinya dan mengamankannya ke kamar. 

Arbie membanting tubuh Aika ke atas kasur. Dia berkacak pinggang dengan napas yang memburu. "Duh, kamu ada masalah apa, sih, ama Ryu!? Aku ama dia biasalah saling menyombongkan diri, kok, kamu panas, sih?!"

"Aku bosan! Aku mau kamu hamili, supaya aku tidak ditanyai kapan aku hamil!"

Sontak wajah Arbie menjadi merah mendengarnya. 

"Kalau kau menolaknya, besok aku akan meminta Mario membawaku ke dokter bedah estetika untuk merubah wajahku menjadi orang lain!" ancam Aika lagi.

"Aku makin lama makin gak ngerti ama kamu, Ka!" Arbie menahan amarahnya sekuat tenaga. "Aku selalu menerima kamu apa adanya, kita akan pacaran dulu, sampai siap untuk memiliki anak!"

"Kalau begitu, apa kau berani mengatakan itu pada ibumu?"

"Apa Mama juga menekanmu?"

"Sebentar lagi, kita akan mendapat label mandul jika tak juga hamil, Mas!"

"Lalu, karirmu?" 

Aika bangkit dari tempatnya, dia tak bisa berkata apa-apa jika sudah diungkit tentang karirnya. Baginya, selama ini, dia tak lebih hanya wanita pengangguran yang menghabiskan hidupnya untuk latihan tanpa digaji yang layak. Dada wanita cantik itu sesak setiap kali mendengar pertanyaan tentang kariernya. 

Dia berjalan ke arah jendela kamarnya, Ari dan Aira baru saja pulang. 

"Sejujurnya, aku cemburu pada pencapaiannya."

Wanita mana yang tidak cemburu pada pencapaian Aira. Menikah dengan calon penerus Rumah sakit keluarganya, memiliki anak yang cantik, karier yang gemilang dan juga suami yang penyayang. Sementara dia, sangat menyedihkan, gagal meraih impiannya yang hanya tinggal selangkah.

"Apakah menjadi kembar termasuk sama dalam hal rejeki, Ka?" tanya Arbie serius.

"Apa kau ingin aku juga seperti dia yang bekerja di sebuah perusahaan besar dan memakai stelan setiap hari, Ka?" Arbie berjalan mendekati Aika. "Apa tidak cukup bagiku, untuk menjadi satu-satunya laki-laki yang merebut hatimu, Ka?" Dia mengecup pipi istrinya lembut.

Aika menoleh. "Kau tahu, Mas, rasanya sakit, saat semua orang meragukan hubungan kita yang terlihat harmonis dan baik-baik saja ini. Tapi, nyatanya, kita tak seindah itu."

"Siapa bilang? Kau adalah hadiah terindah yang pernah aku miliki. Walau sedikit liar dan seperti preman pasar, aku tetap sayang kamu, Ka!" 

Aika berputar menghadap ke arah Arbie yang ada di belakangnya. Dia memeluk laki-laki itu erat. "Maaf, aku tidak sabaran. Rasanya, setelah satu pukulan, jika tidak langsung mengenai telak, aku inginterus memukulnya sampai tumbang."

Arbie merasa ngeri, "bisa pakai istilah lain, sayang? Itu terdengar mengerikan!"





Pengantin Cadangan 2Where stories live. Discover now