40. Gugurkan atau...

82 5 0
                                    

Aika mengemasi barang-barangnya. Dia tidak ingin mendengar apa-apa dari Arbie maupun ibu mertuanya. Mario memang sekarang sedang terbaring sakit, tetapi hal itu bukanlah salahnya. Dia tidak ingin menjadi tumbal yang layak dikorbankan hanya karena sakitnya Mario. 

Arbie yang baru saja keluar dari kamar mandi melihat istrinya membuka koper langsung menarik tangan Aika. "Ada apa? Kenapa malah masukin baju ke koper?"

"Ibumu, minta aku gugurin anak kita, aku gak rela! Mending aku pergi dari rumah ini!"

Arbie menghela napasnya kasar. 

"Aku ini lagi stress ama kerjaan kantor, kamu malah bikin aku makin pening dengan pertikaianmu dengan mama? Plislah, Aika. ngertiin mama aku, dong."

"Aku ngertiin beliau, tapi mama gak mau ngertiin Aika."

"Kamu itu kalau hamil sensitif banget, loh. Ka. udahlah, mungkin kamu cuma salah dengar." Arbie menarik koper itu dan mengembalikan semua baju yang sudah Aika keluarkan ke dalam lemari. "Kamu kalau ada masalah dikit, pasti ngeluarin baju-baju gini. Dulu pas ada Frans datang ke resto, semua baju kamu buangin. Jangan ginilah, kita ini udah sama-sama dewasa kan?"

Aika menelan ludahnya kasar. 

"Jadi, Mas setuju bayi ini..."

"Aku lagi gak pengen bahas ini sekarang, aku lagi capek dan harus segera balik ke kantornya Mario. Kalau kamu mau ikut boleh."

Aika mengemasi barang-barang milik anak-anaknya. 

"Tapi, tolong jangan ganggu."

"Apa kami ini pengganggu bagimu?"

"Tu, kan salah lagi. Udahlah, kalau mau pulang ke rumah ayahmu juga terserah!"

Arbie menyerah, dia pun membiarkan Aika melakukan apa pun yang dia inginkan. Namun, dia pun menahan langkah istrinya saat hendak keluar dari kamar mereka. Dia diam lama sambil memeluk istrinya itu dari belakang. Harga dirinyalah yang memintanya untuk menahan Aika. Sedikit skandal saja bisa menghancurkan perusahaan milik Mario. 

Semua orang menutupi keadaan Mario yang sebenarnya, perusahaan tetap berjalan agar tidak menimbulkan riak-riak kecil yang akan membuat orang-orang berprasangka. Perusahaan harus stabil, agar semua orang yang ada di sana tetap bisa bekerja dan menghidupi keluarga mereka. 

"Aku minta padamu, sayang, tolong bersabarlah sebentar lagi. Aku tahu, hidup denganku tidak akan mudah, tapi setidaknya, biarkan aku merasa waras di antara kegilaan ini." 

"Apa ibumu dan ibuku menganggap aku ini tidak sayang pada anak-anakku, makanya mereka melabeli aku dengan sebutan ini dan itu. Malah, barusan ibumu bilang aku harus menggugurkan bayi ini agar Mas bisa fokus. Apa fokusmu harus dengan mengorbankan anakku?" 

"Ibuku," bisik Arbie pelan. Dia mengeratkan pelukannya, "aku meminta maaf padamu perihal ibuku." Arbie mengecup kepala Aika lembut, dia melepaskan pelukannya saat Aika pun berpaling dan tak ingin dicium. "Aika, bertahanlah. Semua orang sedang sibuk dengan sakitnya Mario, aku harap, kau bisa menjadi penyeimbang kami yang sedang terguncang ini."

"Apa kondisinya buruk?"

Aika berputar dan sekarang menghadap suaminya. Dia menangkup pipi Arbie yang dingin. Pandangan mata mereka bertemu, "jujurlah padaku, apa yang sebenarnya terjadi padanya?"

"Jangan kaget ya, dia tiba-tiba saja terinfeksi pneumonia."

Mata Aika bergetar, dia kaget dengan perkataan suaminya itu. "Mungkin, itu juga yang membuat mama menjadi lebih sensitif dan suka menyindir kamu. Mungkin, setidaknya kamu harus bisa mengikuti kemauan dia agar hatinya merasa tenang. Bisa ya, sayang?"

Aika menunduk, dia mengelus perutnya pelan. 

"Tidak, aku tidak minta itu, aku tidak minta kamu membuang anak kita. Setidaknya, berusahalah agar kamu bisa kembali ke kehidupan kita sebelum punya anak. Minta tolong pada pembantu di sini agar merapikan kamar ini. Mama itu, maunya kamu yang menggantikan dia mengatur rumah ini. Bukan memintamu untuk menjadi pembantu di rumah ini."

Arbie mengusap pipi Aika lembut. "Maafkan mama ya sayang."

"Pasti Kak Aluna kesusahan, baiklah. Aku akan membuang egoku dan membantu kalian semua. Maaf ya, sikapku barusan."

"Satu lagi, jangan datang ke resort tanpa pemberitahuan. Aku di sana bekerja, tidak selingkuh atau apa. Dia cuma adik tingkatku, tolong jangan overthinking."

Wanita cantik itu pun terpaksa mengangguk, dia tidak ingin hidupnya semakin rumit dengan skandal yang ada. Apa pada akhirnya, aku pun akan rela dia mendua. Bisik hati Aika yang diiringi dengan senyum getirnya. 

Pagi-pagi sekali, Aika sudah berdiri di depan dapur utama. Dia mengecek semua pekerjaan para pembantu rumah tangga, apakah sudah sesuai atau belum dengan pembagaian tugas mereka.

Ratna hanya tersenyum kecil saat melihat Aika mengkoordinir rumah besar itu. Dia senang melihat Aika ada di dapur utama pagi-pagi sekali dan sudah selesai memasak untuk semua orang. Dia juga sibuk dengan dua bayinya yang masih harus disuapi bubur buatannya. Dapur sedikit kacau, tetapi ada pembantu rumah tangga yang membantunya mengelap semua bagian dapur. 

Arbie pun ikut bergabung, dia duduk di sebelah. Namun, hatinya sedikit ngilu saat Aika menghidangkan sarapan favorit Mario di kursi kosong yang biasa dia tempati. 

"Ini buat siapa, Dek?" tanya Surya yang juga sudah datang ke ruang makan, "boleh Papa makan?"

"Oh, buat Kak Mario, bentar lagi turun, tadi udah aku telpon."

Aika langsung diam saat menoleh, dia menatap wajah muram mertua dan suaminya. "Ah, maaf, aku gak fokus, biar aku makan nanti." Aika mendatangi meja dan mengangkat makanan kegemaran Mario itu."

"Nggak usah, biar Papa aja yang makan." Surya pun menggeser piring itu ke hadapannya. "Dek, kamu nggak pengen cerita sesuatu?" tanya Surya pada Aika. "Duduklah sini, Papa pengen denger cerita kamu hari ini."

Aika tidak punya pilihan lain, dia pun duduk di sebelah bapak mertuanya itu dan mulai bercerita tentang seorang penjual bakso yang kebetulan salah memasukkan saus. Derai tawa Surya dan Ratna menggema, bersambung dengan senyum mengembang di wajah Arbie. 

Namun, hal itu pun tidak lama, karena seorang wanita tiba-tiba saja datang dan berkata dengan suara lantang. "Arbieeeeee!"

Semua orang pun keluar dari rumah besar itu. Wanita itu memakai kemeja hitam dan rok pendek yang hampir saja tidak bisa menutupi jenjang kakinya. Arbie membelalakkan mata, dia pun mendekati wanita itu dan menariknya ke luar dari halaman rumah. 

Aika berpaling, dia segera masuk ke rumah untuk membersihkan ruang makan. Dia juga mengecek apakah anak-anaknya sudah selesai makan atau belum. Ratna meminta dua orang untuk menjaga Angkasa dan Aruni agar pekerjaannya pun menjadi ringan. 

Tak berapa lama, Arbie pun berdiri di hadapan Aika. Wanita cantik itu berusaha untuk tidak menatap wajah suaminya. Namun, Arbie menariknya agar mau menatap wajahnya. "Aku bisa jelasin, Ka."


Pengantin Cadangan 2حيث تعيش القصص. اكتشف الآن