20. Garis dua

112 6 6
                                    

Dua jam sudah Ratna menanti menantu perempuannya itu keluar dari kamar. Tidak seperti biasanya, Aika terlambat membuat sarapan. Bahkan, Arbie juga tak kunjung keluar dari kamarnya. Mario mengunyah sandwich buatannya sendiri. Walau pembantu rumah tangga sangat banyak, untuk urusan sarapan, dia memang tidak suka ada yang menyentuh makanannya selain Aika.

Ratna masih menunggu jus sayurnya dibuat menantunya, sudah ada lima pembantu yang menawarkan diri untuk membuatkan jus itu, tetapi selalu ditolak. Wanita paruh baya itu pun bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah kamar anak laki-lakinya itu. Dia penasaran, apa yang sebenarnya terjadi pada mereka berdua.

Mario mengikuti langkah kaki ibunya, dia juga ingin tahu apa yang sedang mereka lakukan berdua, apa benar telah terjadi sesuatu yang menarik di antara keduanya. Edward yang melihat nyonya besar dan bosnya naik ke kamar Arbie juga ikut naik. Mereka bertiga berjalan ke arah kamar Aika dan Arbie yang ada di ujung lorong.

Pintu putih itu masih tertutup rapat. Edward menempelkan telinganya di daun pintu, sepi. Tak ada suara dari dalam kamar besar itu.

Mario mulai tidak sabar, dia pun mengedor pintu kamar adiknya itu sekuat tenaga.

"Mariii, kamu ngapain, sih! Kasian adikmu jadi kaget!"

"Wooooy!! Bangun lu, bangsat!" teriaknya.

"Heh! Bocah kurang ajar! Ngomong apa kamu depan orang tua!!" Ratna menjewer anak laki-lakinya itu kuat-kuat. Mario mengadu, dia mengusap kupingnya yang merah.

Pintu putih itu pun terbuka, Arbie mengeluarkan kepalanya dan setengah badannya. Dia masih sangat mengantuk, rambutnya awut-awutan, dengan kantung mata besar yang bisa dipakai untuk meletakkan koala di dalamnya. Dia menguap dan mengusap badannya yang bertelanjang dada.

"Ngapain, sih, jam segini belum pada bangun! Mana Aika?" teriak Ratna di kuping putranya itu.

"Whaaaaaa, apa an, Ma? Aika?" Arbie membuka pintu kamar. Dia hanya mengenakan boxer hitam yang tak melewati setengah pahanya.

"Astaga! Arbie!! Pakai bajumu!!" teriak Ratna lagi.

Mario dan Edward berpandangan, "mereka melakukannya?"

"Waaaaaa!" Mario dan Edward bersorak gembira! Keduanya melompat dan berputar-putar.

"Aika masih tidur, Ma, kecapean, abis subuh tadi tidur lagi, badannya juga agak anget, Mama mau apa?" jelas Arbie yang sekarang sudah memakai bathrobe untuk menutubi badannya.

"Kemaren pas lagi batmud dia masih masak, kok! Pas abis berantem juga sama! Kau apakan dia!!" kejar Mario lagi.

"Dia butuh istirahat, Mama mau jus kan? Ya udah bentar, Arbie ganti baju dulu, nanti Arbie bikinin!"

"Pas sakit, demam kemaren juga tetep masak, kejar Mario lagi, dia ingin masuk ke kamar, untuk melihat Aika. Namun, Arbie menahannya, pasalnya, Aika memang sedang terlelap di kamarnya.

Mario mendorong Arbie, benar saja, wanita cantik itu memang masih terlelap dengan plester demam yang menempel di dahinya. Rambut panjangnya tergerai indah, wajahnya yang cantik tertutup selimut setengah. Aika menggeliat, dia pun bangun dari tidurnya.

"Kenapa semua orang di sini?" tanya Aika yang bingung melihat ibu mertuanya datang ke kamarnya dengan membawa gelas blender di tangannya. "Ah, jus ya?" Aika segera beranjak dari tempatnya, dia mencari kimononya yang jatuh di lantai.

"Kamu jam segini masih di sini, emang kamu kenapa!!" bentak Ratna berang. Dia mengacungkan gelas blender yang kosong ke muka Aika.

"Ah, bentar, Ma. Ini gara-gara Kak Arbie, Ma! Dia pengen bikin dimsum tadi malam, terus ngajak becanda sampai tepung berantakan di lantai, ya Aika pel, deh!"

"Arbie, kamu bawa pulang siapa ke rumah kita?" kata Ratna heran melihat mantunya.

"Itu Aika, Ma."

"Secantik itu gak lu sentuh?! Goblok lu!" kata Mario yang mencoba mengintip Aika, tetapi ditahan Arbie sekuat tenaga.

"Keluar! Keluar dari kamarku!" Arbie berteriak tepat di telinga Mario.

Kulit putih mulusnya, rambut hitamnya. Dia membenarkan pakaiannya, dan berlari ke kamar mandi.

"Itu Aika? Yang buluk, item, tung teng kemaren siapa?" Ratna bertanya-tanya, dia mengikuti Arbie dan Mario keluar dari kamar anaknya.

"Jadi, kalian sudah...," tanya Ratna serius.

"Aduuuh, Mama, udah, tunggu aja di bawah, nanti Arbie ajak Aika turun. Dia masih pusing, demam jugak, masih disuruh masak! Ah, Mama juga pusing dikit aja langsung ogah keluar kamar kan?"

"Arbie! Jawab dulu! Kalau kamu gak menyentuh gadis secantik itu, artinya kamu nggak normal! Kalian sudah bikin cucu belum!"

Arbie menarik tangan Mario ke lift agar dia mau turun. "Boxer lu keren juga, Bro!" Mario melirik paha adiknya. Arbie langsung lari ke kamarnya.

"Astaga, Aikaaa! Aikaaa!!" teriaknya minta dibukakan pintu.

"Apaaan!" Aika membukakan pintu kamarnya. "Udah mandi sana, duh, kok, bisa-bisanya, sih! Kok Mas bukain, sih, Aika malu cuma pake pakean dalam depan Mama, mana ada Ed ama Mario! Maaaaaaas!" rengeknya sambil mengguncang tubuh Arbie.

"Duh, maaf, sayang, itu mereka nerobos masuk, udah mandi yuk!"
.
Seminggu berlalu, kejadian yang sama terjadi beberapa kali. Ratna akhirnya rela dibuatkan jus oleh salah seorang pembantunya. Dia juga memecat pembantu rumah tangga yang dianggapnya tidak efisien dalam bekerja. Dia bahkan, meminta Aluna sering-sering datang ke rumah untuk mengurus keperluannya.

Aika bagun lebih siang, dia tidak bisa bangkit dari tempat tidurnya beberapa hari. Arbie juga kerepotan dengan perubahan itu. Dia harus mencari sendiri pakaiannya yang biasanya selalu disiapkan Aika di atas meja. Dia berputar-putar mencari pakaian dan aksesoris yang biasa dia gunakan.

"Ka.... Ayolah sehat, plis," rengek Arbie. Dia mengelus kepala Aika lembut. "Udah gak anget, loh, masih pusing?"

"Mas jangan deket-deket! Bau banget!!!" Aika langsung loncat dari tempat tidur dan muntah di kamar mandi.

"Yah! Jangan di situlah, kalau muntah!" Arbie menyodorkan tisu. Dia menarik tubuh Aika yang condong hampir menyentuh lantai. Ujung rambutnya terkena muntahan.

"Ish jorok," katanya lagi sambil membersihkan sudut bibir istrinya itu. "Kamu kenapa?"

"Apa perlu test pack ya?"

"Ah, mungkin beneran masuk angin," elak Arbie.

Aika bersandar pada pintu kamar mandi, dia diam saja melihat Arbie yang heboh sendiri dengan bekas muntahan di atas karpet. Aika berdiri, dia berjalan ke arah rak tempatnya menyimpan tespack. Di sana ada sebuah wadah besar berisi strip hcg test yang hanya memiliki satu garis.

Aika mengambil alat test kesehatan yang masih baru di meja nakas. Dia ragu-ragu menggunakannya.

"Nanti kalau negatif gimana?"

Pertanyaannya membuat Arbie menoleh ke arahnya. Dia melihat keraguan di mata istrinya itu.

"Ya udah dicoba aja, nanti Mas beliin yang banyak kalau masih negatif!"

Aika menoleh, dia meminta suaminya itu keluar dari kamar mandi. Namun, Arbie enggan, dia juga ingin tahu, penasaran, apakah benar akan garis dua, atau akan tetap garis satu.
.
.

Pengantin Cadangan 2Where stories live. Discover now