46. Shot Glass Of Tears

108 27 40
                                    

Feedbacknya, kakak-kakak! Minimal 1 bab 1 komen, yaw!

•••

Aera melepaskan tautan tangannya.

Wajahnya tertunduk malu, tak berani menatap pada Jimmy. Dia berusaha mengurai pelukannya dari tubuh Jimmy secara perlahan.

Canggung sekali.

Imagenya seolah jatuh membentur tanah saat dia tahu fakta bahwa Jimmy mendengarkan celetukannya tadi pada Yuna.

Harus dijelaskan alasannya. Tapi dia juga bingung harus menjelaskan dari mana, dan bagaimana?

"D-dia suamimu ... yang kau maksud?"

Aera terjengkit, dia spontan membalikkan badan ketika mendengar suara Yuna dari arah belakang. Tangannya gemetar, karena tak menyangka momen ini akan terjadi.

Apa jadinya jika Jimmy kembali mengingat kejadian malam itu dengan bertemu dengan Yuna? Partner in crime yang bekerja sama dengannya dalam menjebak Jimmy.

Jimmy tak bisa langsung mengenal Yuna, karena akibat dari operasi yang wanita itu lakukan memang mengubah bentuk wajahnya.

Tapi dia juga penasaran, kenapa tadi Aera sampai bisa berteriak pada seseorang---dengan mengakui Jimmy adalah suaminya. Wanita di hadapannya kini pasti orang yang berdebat dengan Aera tadi. Karena keluar dari tempat yang sama. Hingga Jimmy akhirnya bertanya pada Yuna, "Kau siapa? Ada urusan apa dengan istriku?"

Yuna terkekeh mendengarnya. Jimmy memang ikut berbohong, tapi Yuna tak tahu. Lucu saja rasanya, pria yang dulu membentak mantan temannya itu malah menjadi suami Aera, benar-benar sampai punya anak pula. Tidak habis pikir. Anggap Yuna.

Merasa punya bekingan, yaitu Sugar Daddy kayanya, Yuna pun dengan berani mengakui siapa dirinya sebenarnya. "Kau ingat, siapa pengganti istrimu malam itu?"

Jimmy mengangkat sebelah alis, lalu menganggukkan kepalanya dua kali. "Ooh, kau?" ucapnya begitu santai. Terlihat tidak peduli, apalagi mempermasalahkan lagi.

Yuna kecewa dengan jawaban Jimmy. Padahal, dia mau ada huru-hara antara Aera dan suaminya. Penyakit dengkinya tumbuh, karena merasa sudah dibuang oleh Aera, yang dulu dia tolong saat perekonomian keluarganya hancur. Tapi setelah malam itu, Aera bahkan tak lagi menghubunginya.

"Kacang lupa kulit," sindir Yuna, yang lantas memilih berlalu sembari menggandeng prianya. Sudah cukup baginya, dia tak ingin peduli lagi, dan takut malah dirinya yang dimarahi oleh Jimmy.

Aera berjongkok, karena kakinya mendadak lemah setelah presensi Yuna akhirnya menghilang. Perasannya saat ini campur aduk sekali.

Dia takut Jimmy yang sudah berusaha berubah itu kembali terpancing. Aera takut Jimmy marah lagi padanya.

"Hei, kenapa?" Jimmy ikut berjongkok, saat melihat Aera menutup wajahnya dengan kedua tangan. Wanita itu menangis tanpa suara. Tapi sesekali, suara sengguknya masih terdengar, walau sudah menahannya sekuat mungkin.

Sesak sekali dada Aera saat ini.

"Ayo pulang, jangan pedulikan orang tadi," kata Jimmy, bersama tangannya yang mengusap lembut rambut Aera. Dia mencoba menenangkan, agar Aera tak menangis lagi.

"Kau tidak marah?" Aera mengangkat kepalanya, dia membuka tangkupan tangannya hingga sebatas mata, yang kini sudah memerah.

"Marah kenapa?" Jimmy malah balik bertanya.

Not, My TypeWhere stories live. Discover now