6. Positif, Negatif

141 31 28
                                    

Jeon akhirnya kembali.

Tiga hari setelah malam yang kacau itu.

Sudah beberapa hari ini pun keadaan terasa baik-baik saja.

Mungkin, Aera salah sangka. Jimmy sepertinya tak mengadu pada Jeon. Buktinya, saat datang kembali ke kantor, Jeon masih berlaku seperti sebelumnya pada Aera.

Satu hal yang membuat Aera sedikit tenang saat ini, adalah dia yang sudah tak harus lagi berada dalam satu ruangan bersama Jimmy.

Aera dengar, Jimmy masih akan bekerja di kantor ini juga. Hanya saja, pemuda itu kini mengurus di divisi yang lain. Ruangannya pun berada pada lantai paling bawah.

Jadi sekarang di kantor ini ada dua bos yang menjabat.

Jimmy dan juga Jeon.

Mereka sudah jelas bersaudara, jadi tak mengherankan juga.

Dan meskipun ada dalam satu gedung yang sama, Aera terus berharap bahwa dia tak akan pernah lagi bertemu dengan Jimmy, walau sekadar berpapasan di jalan.

Malas, dan tentu muak juga.

"Bisa kau berikan berkas ini pada Jimmy?"

Baru saja berharap untuk tak lagi bertemu dengan Jimmy, Jeon malah meminta Aera untuk menemui pemuda itu.

"Bagaimana?"

Aera tidak tuli. Dia hanya ingin memastikan saja, bahwa apa yang dia dengar tidaklah salah, meskipun sejak tadi Aera sibuk mengerjakan tugasnya, dia masih bisa mendengar dengan jelas.

"Kau berikan ini pada Jimmy," ulang Jeon.

"Kenapa harus aku?"

"Memangnya harus siapa?" Jeon berjalan ke arah meja Aera, menyerahkan beberapa lembar kertas yang berada dalam satu map.

"Bisa kau suruh karyawan lain saja? Perutku sedang agak sakit. Kram begitu. Kau mengertilah, wanita tiap bulannya bagaimana." Aera beralasan. Dia memegang lengan Jeon dengan tujuan memohon.

Padahal tidak begitu juga, alasan yang dia buat benar-benar sebuah kebohongan.

"Hmm, baiklah." Bersyukurnya Jeon bisa mengerti. Dia akhirnya memanggil karyawan lain untuk menemui Jimmy.

Pemuda itu keluar dari dalam ruangan sembari membawa berkas yang tadi.

Selama beberapa saat, Aera menaruh atensi pada presensi Jeon yang menghilang di balik pintu. Namun setelahnya, dia jadi teringat sesuatu.

Aera refleks mengalihkan pandangannya pada sebuah kalender duduk yang berada di atas mejanya.

Rasa-rasanya ada hal yang ganjal. Ini sudah hampir akhir bulan, tapi dia sama sekali belum mendapatkan menstruasinya.

Padahal seingatnya, bulan lalu jadwalnya terjadi di pertengahan bulan.

Masa menstruasi Aera bisa dibilang sangat lancar dan teratur.

Tapi kenapa bulan ini bisa telat?

Aera menggigit bibir bawahnya.

Tidak mungkin.

Dia bermonolog di dalam hatinya.

Beberapa kali menggelengkan kepalanya samar, Aera benar-benar mencoba menepis segala prasangka yang tiba-tiba memenuhi kepalanya.

Mana mungkin aku hamil?

Ya, mana mungkin?

Setelah kejadian malam itu, Aera langsung meminum obat pencegah kehamilan yang dia beli dari apotek secara teratur dan sesuai petunjuk sang apoteker juga.

Not, My TypeWhere stories live. Discover now