44. My Type?

106 28 10
                                    

"Terniat sekali. Baru keluar dari penjara saja, sudah perawatan ini dan itu."

Dari balik kemudi, Jeon berujar demikian. Dia Menyindir Jimmy, yang kini tengah memejamkan mata sambil bersandar di kursi penumpang dengan damainya.

Sejak pagi buta, Jeon sudah diberikan tugas dari nyonya Anna untuk menjemput Jimmy, yang semalam resmi keluar dari Rutan.

Sungguh di luar nalar. Ada-ada saja, keluar masuk penjara semaunya. Padahal niatnya minimal 6 bulan di sana, tapi baru tiga bulan, Jimmy akhirnya memutuskan untuk pulang.

Kendati begitu, pengobatannya pada psikiater masih berjalan.

Dia memilih menjalaninya di rumah saja.

Jimmy sudah terlalu rindu dengan putrinya. Dia tidak ingin masa-masa emas sang bayi terlewat sia-sia di luar pengawasannya.

"Memang kenapa? Ada yang salah?"

Jimmy membalas ucapan Jeon dengan posisi tangan yang bersilang di perut. Matanya masih memejam. Dia lelah, ingin beristirahat sekarang.

Tadi sepulang dari pelabuhan, dia malah langsung mengajak Jeon untuk pergi ke salah satu salon langganannya.

Berbagai perawatan tubuh dia lakukan dari ujung kepala sampai kaki. Bahkan sempat-sempatnya dia mengecat rambut hitamnya yang sudah memanjang dengan warna blonde. Ciri khasnya.

Maklumlah, di penjara dia hanya mandi dengan sabun dan shampoo seadanya.

Jimmy takut aura ketampanannya hilang, kalau debu dan kotoran penjara yang menempel di tubuhnya belum dibersihkan secara sempurna.

Itulah kenapa, dia baru hendak kembali ke rumahnya pada waktu di mana akan memasuki malam.

"Tidak salah." Jeon menimpali. "Aku bisa paham, kau pasti tak ingin terlihat lusuh di hadapan mommy Jira," lanjutnya dengan suara yang terdengar sangat mengesalkan.

Jimmy membuka matanya lebar-lebar.

Jeon pasti sering membicarakan dirinya dengan sang kakek. Entah bagaimana, nama kontak Aera di ponselnya malah terus dijadikan lelucon untuk meledeknya.

Ingin marah, tapi tak ada gunanya. Sehingga dia memilih untuk mengalihkan pembicaraan.

"Kira-kira, dia mau tidak, ya?"

Jeon melirik pada Jimmy, sekilas. "Mau apa?" Dia tahu maksud Jimmy, tapi dia pura-pura tak mengerti.

"Jadi istriku." Sangat lugas. Jimmy bahkan tak menyembunyikan secuilpun dari keinginannya. Jelas, tanpa basa-basi.

"Kalau dia tidak mau, apa kau akan tetap memaksa?" Jeon mengangkat sebelah bibirnya, saat melihat Jimmy malah mematung setelah mendengar pertanyaan tersebut.

"Memang kalau dipaksa, tidak apa-apa?" Entah mengapa, raut wajah berwibawa Jimmy tadi kini berubah sangat polos. Sama dengan pertanyaan yang dia lontarkan.

"Paksa saja." Jeon mengompori. "Dulu juga aku memaksanya." Dia bahkan menyemburkan minyak lagi dalam tiap katanya.

Suhu udara sekitar mendadak naik.

Mata Jimmy berotasi. Menoleh tajam pada Jeon. Bombastic side eye. Dipanasi begitu, hati Jimmy benaran panas ternyata.

Jujur saja, Jimmy memang cemburu pada Jeon. Bayangkan, dia adalah lelaki pertama yang menjamah Aera. Bagaimana dia tidak overthinking? Bisa saja kan, di antara Aera maupun Jeon, salah satunya pernah memiliki perasaan?

Sering berinteraksi, bisa menimbulkan kesimpulan bahwa hal tersebut sangat memungkinkan.

"Kau menyukai Aera?" tanya Jimmy, langsung saja.

Not, My Typeजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें