34. Green Flags

127 31 28
                                    

Dengan melipat kedua tangannya di perut, Jeon menarik satu sudut bibirnya ke atas, saat melihat tatapan kesal yang Jimmy arahkan padanya.

Ya, Jimmy memang agak kesal dengan kehadiran Jeon yang tiba-tiba. Padahal seharusnya dia tidak terkejut juga, mengingat seberapa dekat sepupunya itu dengan Aera.

"Mengawasi untuk apa? Kita bukan anak kecil," jawab Jimmy dengan nada suara yang sinis.

"Iya, tapi kesabaranmu baru-baru ini sangat kecil, lebih kecil dari anak kecil. Yang selalu mempermasalahkan hal-hal kecil." Jeon menyerocos asal. Sengaja sekali untuk memancing emosi Jimmy.

Hampir saja apa yang dibicarakan Jeon itu terwujud, perihal kesabaran Jimmy yang memang lebih tipis dari tisu. Namun Jimmy yang kini sudah mengepalkan tangan, langsung tersadar, untuk bisa mengendalikan diri ketika sudut matanya melirik pada Aera yang kini tengah menatap polos ke arahnya.

"Kita tidak memiliki waktu untuk berbicara denganmu. Awas!" Jimmy maju, berniat menyingkirkan tubuh Jeon yang menghalangi jalannya.

Namun Jeon tetap berdiri dengan tegap. Enggan mengalah.

"Kita? "Kau dan Aera? Begitu?" Jeon menaikkan sebelah alisnya. "Mulutmu masih baik-baik saja, kan? Tidak rusak, sampai bisa salah berbicara?" sarkasnya, yang sukses membuat Jimmy kikuk seketika.

Sebab, dia juga merasa canggung sendiri, ketika dengan PD-nya menyebut dirinya dan Aera dengan sebutan 'kita'.

"Urusan kalian sudah selesai, kan? Aera pulang bersamaku saja." Jeon langsung meraih tangan Aera, berniat mengajaknya pergi dari sana.

Tapi dengan gerakan secepat kilat, Jimmy langsung memisahkan tautan keduanya. "Urusan kita belum selesai," ujar Jimmy. Mengambil alih tangan Aera.

"Apa lagi? Bukankah kalian sudah saling memaafkan satu sama lain?" Jeon tak mau kalah. Hingga terjadi adegan tarik menarik tangan Aera antara dirinya dengan Jimmy.

"Jangan ikut campur! Sana!" Jimmy berhasil menarik tubuh Aera hingga berada di belakangnya. Menghalanginya, menjauhkan dari Jeon.

Jeon menyeringai, dia merasa usahanya selama ini berhasil, untuk memancing perasaan Jimmy yang sebenarnya.

Membuat Jimmy cemburu memang sudah cara yang paling benar. Buktinya, hanya dengan seperti itu Jimmy akhirnya bisa meluluhkan rasa gengsinya sendiri.

Kendati di satu sisi Jeon masih saja merasa khawatir kalau-kalau Jimmy masih bersikap labil.

Jeon begini karena sayang. Dia sangat menyayangi saudaranya tersebut. Namun terkadang, cara menyadarkan seseorang memang harus dengan sebuah 'tamparan'.

Menampar Jimmy dengan berpura-pura menjadi saingannya.

Intinya, Jeon tidak ingin Jimmy sampai menyesal di kemudian hari karena kesalahannya sendiri.

Jadi, berhubung target sudah masuk dalam perangkap, ada baiknya bagi Jeon untuk terus melakukan misinya dengan sempurna.

"Kalau begitu, kita tanya saja pada Aera, bagaimana?" saran Jeon, sembari melirik pada Aera yang menatapnya juga walau kepalanya agak tertunduk.

Aera sedang kebingungan dengan situasinya saat ini.

Mengapa drama malam dengan tujuan menyelesaikan permasalahan perihal dendam Jimmy padanya---dengan cara bundir---malah menjadi adegan konyol begini?

Film angst jadi romantis komedi.

Dengan pemeran utama si Bodoh yang tidak bisa berkutik, dan terus saja tunduk pada mantan rivalnya.

Padahal jika ditilik ulang, harusnya dia lepaskan saja tautan tangan Jimmy di lengannya.

"Aera ... bagaimana?" tanya Jeon lagi, karena Aera malah bergeming.

Not, My TypeHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin