24. She's Not My Type!

104 31 19
                                    

Jimmy hanya bisa mematung, tanpa bisa mengeluarkan satu patah katapun lagi. Seharusnya, dia bisa saja menjawab semua sindiran Jeon terhadapnya. Ya sindiran. Jimmy merasa Jeon barusan tengah menyindirnya.

Dan itu berhasil. Buktinya Jimmy sendiri merasa tersindir.

Setebal apapun tameng kegengsian yang dia tampilkan ke permukaan, nyatanya tetap tak bisa berbohong jika sang empunya menyadari apa yang dia rasakan di dalam hati.

Mata Jimmy sedikit berputar ke arah samping, saat Jeon berlalu meninggalkannya.

Tak lama setelah itu dia mendengar bunyi pintu yang dibuka. Dari dugaannya, Jeon ikut masuk ke dalam ruangan di mana kini Aera berada.

Hatinya kini dilanda kebimbangan. Antara segera pergi, atau bertahan di sini lebih lama.

Hingga selama beberapa menit berpikir, akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke ruangannya. Sudah terlalu lama juga meninggalkan pekerjaan, sang sekertaris pasti sudah menunggunya.

By the way, tadi Andi sebenarnya sudah mengiriminya pesan juga. Bahwa ada beberapa dokumen yang harus ditandatangani oleh Jimmy.

Tubuhnya bangkit dari kursi. Berjalan dengan langkah besar, walau tak tergesa juga, karena khawatir setiap pijakannya akan menimbulkan suara.

Dia tidak mau dua manusia yang kini sedang berduaan di dalam ruangan samping mendengarnya.

Dalam perjalanan, Jimmy tiba-tiba menyeringai. Sebelah bibirnya terangkat, seperti tengah meledek. Memikirkan hal konyol apa yang sedang dilakukan si Bos dan sekertaris kesayangannya itu?

Tapi detik berikutnya dia sertamerta menggeleng. Menyesal telah memikirkan hal tak penting yang seharusnya tak dia pedulikan juga.

Ingin mereka jungkir balik di dalam sana pun ya ... masa bodoh.

Dan entah mengapa, tepat di depan pintu ruangan pribadi Jeon langkah Jimmy tiba-tiba melambat. Dia juga heran sendiri kenapa bisa begini.

Bahkan dia harus berhenti begitu saja saat mendengar suara pintu yang dibuka perlahan.

Matilah dia.

Karena sialnya, Jeon dan Aera malah keluar bersamaan dengan Jimmy yang membeku di tempatnya.

"Ayo!" Jeon mengajak Aera berjalan saja, seolah tak ada gangguan di depannya. Lagi pula, bukan hal mengejutkan baginya jika harus tak sengaja berpapasan begini dengan Jimmy.

Lain halnya dengan Aera yang sudah tentu akan cukup shock. Apalagi, tadi dia sudah membentak Jimmy sebegitu beraninya.

Takut saja bukan hanya ditampar, tapi juga dibanting. Seperti di berita-berita televisi. Tentang tindak kriminal yang marak sekali dilakukan, hanya karena masalah sepele.

Aera tak bisa menolak tarikan Jeon yang langsung membawa tubuhnya melewati Jimmy. Kebetulan lift juga berada berseberangan dengan pintu ruangan Jeon.

"Kau tidak akan masuk?" Jeon seperti sengaja menahan pintu lift agar tak tertutup, menunggu Jimmy. Apakah pemuda itu berani masuk bersamaan dengan dia dan Aera?

Jimmy lantas menoleh pada sumber suara. Sama halnya dengan Aera yang tiba-tiba menarik lengan Jeon yang sudah berbicara hal yang agak gila.

Mengajak Jimmy naik lift bersama? Oh, ide yang menjengkelkan sekali itu.

"Jeon apa maksudmu?" Aera berbisik.

"Aku hanya ingin tahu saja, apakah orang di depan kita ini adalah seorang pengecut atau bukan? Kalau bukan, seharusnya dia berani masuk." Jeon menjawab tak dengan bisikan juga. Bahkan pemuda ini berucap cukup lantang, karena memang niatnya ingin terdengar oleh Jimmy.

Not, My TypeWhere stories live. Discover now