40. Use Privileges?

130 28 33
                                    

Suara Denting sendok dan piring yang bersentuhan, mengisi heningnya acara sarapan pagi ini.

Aera terus mengaduk-ngaduk nasi goreng miliknya yang dibuatkan oleh Jeon.

"Tidak enak, ya?" Jeon kecewa, karena dia baru melihat Aera memakan satu suapan saja nasi goreng buatannya. Padahal dia sudah membuatnya susah payah, pagi-pagi pula. Malah diabaikan begitu.

"Itu resep dari Jimmy. Tidak jauh berbeda kan, rasanya?"

Aera yang tadi kepalanya terasa berisik mendadak sadar, akan hal konyol yang kini dia lakukan, ketika Jeon menyebutkan nama seseorang yang selama beberapa hari ini mengusik pikirannya.

Kenapa juga harus badmood gara-gara Jimmy tidak ada kabar?

Aera menghela napasnya lirih. Dia mencoba mengatur emosinya sendiri, agar tak memikirkan hal yang tak harus dia pikirkan.

Sejak kapan eksistensi Jimmy berpengaruh untuk dirinya? Bukankah Jimmy pernah menjadi orang yang paling ingin dia hilangkan dari hidupnya?

Aera terus menyuapkan makanan ke dalam mulutnya dengan lahap. Bahkan dia menambahkan satu porsi lagi nasi gorengnya sampai perutnya dirasa kekenyangan.

Dia ingin mengisi perutnya agar penuh.

Berharap pikirannya yang kini berganti kosong.

Please, Aera sedang tak ingin memikirkan apapun. Apalagi perkara manusia misterius yang datang dan pergi semaunya.

Resep dari Jimmy katanya? Tahu dari mana? Nomornya bahkan masih tidak aktif.

Aera bermonolog di dalam hatinya. Mengomel sendiri pertanyaan yang ingin dia utarakan, namun terkalahkan oleh gengsi.

Pesan yang Aera kirimkan tempo hari memang masih ceklis satu.

Jimmy menghilang bagai ditelan bumi.

Tapi anehnya, Jeon malah terlihat biasa saja.

Apakah Jimmy hanya menghilang dari radarnya saja? Tidak dengan yang lainnya?

"Terima kasih, rasanya lumayan." Aera beranjak dari meja makan, meninggalkan Jeon yang masih berekspresi menahan rasa kesal.

Bagaimana tidak kesal? Image berwibawa dan diseganinya yang dulu melekat sepertinya perlahan terkikis dari hari ke hari.

Semua dia turunkan akibat rasa hormatnya pada nyonya Anna. Yang menyuruhnya untuk menjaga Aera, yang notabene dulu adalah bawahannya.

Bahkan tak jarang diperlakukan semaunya dia.

Malahan, kini Jeon yang harus rela melakukan hal yang sebaliknya.

Disuruh-suruh, dah diwajibkan memahami mood ibu dari keponakannya tersebut.

Mau kesal, tapi dia juga dapat keuntungan.

Tuan Anderson kini bahkan ikut andil memberinya reward dengan menyuntikkan banyak dana ke perusahaannya. Lihatlah, Jeon bisa lebih santai dalam mengurus pekerjaan. Ada banyak bekingan yang pasti membantu perusahaannya tetap berjalan dengan lancar.

"Tidak ingin bertanya sesuatu?" Jeon berujar demikian ketika Aera hampir membuka pintu kulkas, untuk mengambil sebotol jus kemasan.

"Sesuatu apa maksudmu?" Aera kembali melanjutkan aktivitasnya, meskipun tadi agak terkejut juga dengan pertanyaan yang Jeon lontarkan.

"Ya, apa saja. Sepertinya kau sedang memikirkan sesuatu."

Aera nampak terdiam selama beberapa saat. Dia memilah salah satu dari banyaknya pertanyaan yang ingin dia dapatkan jawabannya. "Oh ya, aku penasaran. Dari mana kau bisa mendapatkan sekertaris seperti Karen?"

Not, My TypeWhere stories live. Discover now