19. Maunya Apa?

126 30 17
                                    

Berhubung ada pembaca setia di sini yang nggak bisa download Fizzo, karena tinggalnya di luar Indonesia, aku jadinya update juga di sini.

•••

"Kurang ajar! Beraninya kau memukulku."

Jimmy berdiri tegap, setelah beberapa saat lalu tubuhnya hampir tersungkur.

Tangannya lantas terangkat, meremas kuat kerah baju Jeon, yang sukses membuat leher pemuda tersebut sedikit tercekik.

"Apa kau merasa pantas memperlakukan seseorang semaumu? Apa kau merasa paling benar di sini, sehingga kau hanya bisa menyalahkan orang lain?!" pekik Aera, sembari menghempaskan tangan Jimmy dari baju Jeon.

"Kau sendiri, apa merasa pantas berkata seperti itu padaku?! Wanita tidak tahu diri." Jimmy membalas ucapan Aera dengan nada suara yang tak kalah tingginya.

"Hah?" Aera mengangkat sebelah alisnya. "Lalu aku harus bagaimana? Bukankah aku sudah menjalankan semua kemauanmu. Aku juga sudah pergi dari rumahmu. Dari mana kau bisa menyebutku tidak tahu diri?! Bukankah kau yang tidak tahu malu, tiba-tiba datang tanpa diundang kemari?"

Dengan nafas yang sedikit terengah, Aera terus berbicara seolah tanpa jeda. Badannya sedang lemas, dan emosinya yang dia keluarkan malah membuat tubuhnya lebih terasa kian melemah juga.

"Apalagi maumu? Apa kau tidak puas sudah menginjak-injak harga diriku selama beberapa bulan ke belakang?! Apa aku harus pergi ke belahan dunia lain, agar kau puas?! Hah! Jawab!"

Plak!

Bukannya berpikir atau menjawab semua pertanyaan Aera, dengan gerakan refleks Jimmy malah menampar wanita tersebut.

Tamparannya tak main-main. Cukup keras, dan membuat tubuh Aera terhuyung ke belakang.

Beruntung ada Jeon di sana.

"Jimmy, apa yang kau lakukan ?!"

Jimmy kembali diam. Dia juga tidak menyangka akan menampar Aera sebegitu kerasnya. Bahkan, tanpa Jeon ataupun Aera tahu, tangannya kini merasakan tremor, walau tak kentara.

Jimmy menyembunyikan tangannya yang sedikit perih itu ke belakang. Saat ini dia bahkan bisa membayangkan bagaimana sakitnya pipi Aera yang dia tampar. Karena tangannya pun malah merasakan imbasnya juga.

Melihat Jimmy yang bungkam seperti manusia linglung, Jeon pun mengajak Aera untuk lekas masuk ke dalam rumah.

Aera benar-benar shock dengan apa yang barusan dia alami. Hingga terasa seperti mimpi. Kepalanya yang sejak tadi malam memang sudah pusing itu semakin terasa melayang.

"Duduklah di sini, biar aku ambilkan air minum." Jeon menuntun Aera untuk duduk di atas sebuah sofa.

Namun Aera menggeleng. "Tidak, aku ingin ke kamar saja," ucapnya.

Jeon mengangguk, menuruti apa yang Aera mau. Tapi baru hendak mencapai langkah kedua, Aera malah mengehentikan langkahnya.

"Bisakah kau tutup pintunya dulu?"

Aera berucap demikian tanpa melihat ke arah luar. Dia tahu Jimmy masih ada di sana, terlihat dari ujung matanya.

Jeon kembali mengabulkan apa yang Aera minta. Tangannya yang tadi tertaut di lengan wanita tersebut akhirnya terlepas. Dia lantas berjalan ke arah pintu, yang menampakkan Jimmy bersama tatapan mata kosongnya.

"Kita bicara nanti!" tegas Jeon, sebelum menutup pintu yang menyisakan suara gebrakan setelahnya.

Jimmy melihat Jeon sekilas, dan masih seperti orang bodoh saja.

Not, My TypeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang