15. D - Day

152 33 15
                                    

Seulas senyum terpatri manis ketika tangannya turut meraba perut yang tak bisa diam sejak tadi.

Gerakan demi gerakan Aera rasakan dari bayinya yang semakin hari semakin aktif memberikan tendangan.

Aera pikir, ini sebuah keajaiban. Perasaan yang kini dia rasakan begitu luar biasa. Hingga untuk yang ke sekian kalinya, apa yang dia lakukan mampu membuat seseorang yang sebenarnya tak ingin menatapnya, malah terus menaruhkan atensi padanya.

Siapa lagi kalau bukan Jimmy? Si Manusia penuh rasa gengsi yang akhir-akhir ini lebih sering memperhatikan Aera dari kejauhan.

Pemuda itu kini tengah duduk di pondok kecilnya, sementara Aera kini tengah bersandar santai di atas kasurnya sembari menonton sebuah film.

Kendati memang, perhatiannya dominan dia tujukan pada apa yang kini terjadi di dalam perutnya.

Aera tak sadar, jika keputusannya membuka jendela malah membuat kamarnya terekspos dari arah luar.

Meski ada tirai putih transparan yang menutupi, tapi itu tak cukup untuk menyamarkan aktivitas yang kini dia lakukan. Siapapun yang berada di luar, pasti bisa melihat gerak-geriknya. Apalagi, saat ini Aera juga menyalakan lampu utama di sana.

Hari masih sore, hanya agak mendung.

Beberapa kali, Aera masih saja terus menyunggingkan senyumnya, sampai si 'penonton' pun dibuat refleks---secara tak sadar---ikut menyunggingkan senyuman juga.

Ya, Jimmy tersenyum melihat senyuman Aera.

Dia sendiri tahu apa yang menjadi penyebab dari senyuman tersebut. Karena, ini bukan pertama kalinya Jimmy melihat pemandangan ini.

Di lain hari pun dia pernah melihat Aera menunjukkan rasa antusiasnya seperti sekarang ini. Bahkan, wanita itupun berbicara sendirian di halaman belakang.

"Wah, kau aktif sekali. Apa kelak, kau akan menjadi anak yang lincah dan ceria? Ya, aku harap begitu."

Kalimat-kalimat yang Aera ucapkan bahkan masih tak bisa Jimmy lupakan.

"Hmm?"

Dari dalam kamarnya, Aera mengernyit keheranan.

Jimmy tak langsung menyadari, ketika seseorang yang kini dia tatapi mulai tahu tengah diperhatikan.

Senyuman tak disadarinya pun turut menghilang seketika. Raut wajah Jimmy berubah canggung. Tak jauh berbeda dengan Aera.

Keduanya kini saling bertukar tatap dengan ekspresi wajahnya yang datar.

Jimmy yang tidak tahu harus bagaimana? Sementara Aera sendiri sedang kebingungan dengan ulasan senyum yang tadi Jimmy tunjukkan padanya.

Meskipun dalam hati, Jimmy ingin sekali mendadak punya jurus menghilang dari tempatnya. Tapi dia terlalu gengsi. Harga dirinya bisa turun. Jadi, berlaku seolah tak terjadi apa-apa menjadi pilihannya.

Dia mengangkat sedikit dagunya. "Apa?" tanyanya, supaya Aera semakin yakin bahwa sejak tadi sebenarnya Jimmy tak menaruh atensi padanya. Hanya tak sengaja sempat menatap saja.

Aera tak menjawab, dia malah beranjak dari tempat tidurnya. Dan dengan gerakan cepat, dia pun menutup jendelanya menggunakan tirai lapis kedua---berwarna coklat tua untuk menutupi eksistensinya.

Aera sempat menatap pada Jimmy dengan matanya yang berotasi.

Jimmy sedikit mengerjap, tapi dia bisa mengembuskan napas lega. Karena akhirnya, dia tak harus melihat Aera lagi untuk berpura-pura seperti tadi.

"Sial!" Jimmy mengumpat lirih pada dirinya sendiri.

Jika dipikir, untuk apa juga dia memperhatikan Aera selama itu? Seharusnya, dia bisa abai saja dengan apapun yang tengah wanita itu lakukan.

Not, My TypeWhere stories live. Discover now