10. Resign

130 32 16
                                    

Mungkin, begini rasanya menjadi wanita hamil.

Sudah beberapa hari ini, Aera baru merasakan yang namanya mual dan muntah yang agak menyiksanya, terutama pada awal hari.

Dia tak berbicara pada siapapun, termasuk pada nyonya Anna, karena takut lebih merepotkan.

Aera terus menahannya sendirian, dan berusaha terlihat biasa saja, meskipun terkadang perutnya terasa begitu bergolak dan minta untuk dikeluarkan.

Sampai di kantor pun dia tetap begitu.

Aera bolak-balik ke toilet ketika rasa mual kembali menghampirinya.

Jimmy yang kala itu tengah duduk di mejanya jelas melihat pergerakan Aera yang terlalu sering keluar masuk ruangannya.

Dia sebenarnya agak kesal, karena suara pintu yang terus dibuka-tutup itu mengganggu konsentrasinya dalam bekerja.

Jadi ketika nanti Aera kembali setelah ini dari toilet, Jimmy memutuskan untuk menegurnya saja.

Memang dasarnya sudah benci, Jimmy bahkan tak peduli untuk sekadar mencari tahu alasan apa yang membuat Aera harus berlaku seperti itu.

Pikirannya tentang Aera terus negatif saja.

Dan tepat ketika kenop pintu terlihat berputar, Jimmy pun lantas berdiri dan berujar, "Kau ini bisa tidak diam saja di tempatmu? Aku bahkan tak membebankan pekerjaan apapun padamu, tapi kau malah mengganggu fokusku."

Yang dibentak jelas terkejut. Sebab, yang kini masuk ke ruangan Jimmy bukanlah Aera. Melainkan salah satu pekerja yang menjabat sebagai petugas kebersihan.

"Maaf Pak, saya datang kemari hanya untuk memberitahu Anda, jika nona Aera pingsan di depan toilet," ucap sang office boy.

"Astaga, merepotkan sekali." Jimmy bergumam. Suaranya pelan, bahkan dapat dipastikan, pekerja di hadapannya pun tak dapat mendengar.

Saat diberitahu keadaan Aera, Jimmy benar-benar terlihat biasa saja. Bahkan tahu Aera pingsan pun dia tak ada khawatir-khawatirnya.

Kendati demikian, dia tetap melangkahkan kakinya untuk berjalan menuju ke tempat di mana kini Aera berada.

Jimmy tahu jika dia hanya diam, semua karyawannya akan bertanya-tanya. Dan yang lebih parahnya, sang ibunda pasti akan mengomelinya juga, jika sampai tahu dia mengabaikan Aera.

Saat Jimmy datang, sudah banyak orang yang berkerumun di sana. Dia tak banyak berbicara, dan lantas menggendong tubuh Aera tanpa basa-basi, melewati kerumunan tersebut.

Jimmy membawa tubuh gadis itu menuju ke sebuah sofa yang ada di dalam ruangannya.

Dia beberapa kali menepuk pipi Aera, dan mencoba menyadarkannya. "Heh, bangun! Kau ini kenapa, pingsan di depan toilet? Memangnya tidak ada tempat lain yang lebih baik?"

Aera sebenarnya tidak sepenuhnya tak sadarkan diri, dia masih bisa mendengar. Hanya saja, tubuhnya terlalu lemah dan tak berdaya, hingga membuatnya tak bisa menopang tubuhnya lagi.

Aera tentu bisa mendengar omelan Jimmy yang tadi, meski samar dan terdengar mendengung di telinganya.

Sedang pusing saja dia harus menghadapi orang seperti ini. Jika boleh memilih, Aera ingin benar-benar terlelap saja daripada harus tahu bahwa Jimmy ada di sampingnya.

"Bangunlah!" Masih tak dengan perasaan, Jimmy terus berusaha membangunkan Aera dengan cara yang bisa dibilang sangat tak sepatutnya.

Jimmy juga heran dengan dirinya, kenapa dia begitu muak jika melihat wajah Aera, apalagi jika wanita ini harus kembali membuatnya kerepotan.

Not, My TypeWhere stories live. Discover now