31. Pesan Tak Terduga

119 33 42
                                    

Aera menepis tangan David yang mulai kurang ajar.

Suasana sebenarnya sudah menegang, apalagi saat ini Aera hanya tinggal berdua bersama David di apartemennya.

Namun Aera masih menampakkan raut wajah yang tenang. Karena dia tak mau membuat lawannya berpikir bahwa dirinya adalah wanita yang lemah.

Kendati rasa takut itu jelas ada, tapi Aera harus berusaha keras untuk tak menunjukkan itu sedikitpun.

"Kenapa aku? Kenapa tidak Karen saja? Dia sangat cantik, tidak sepertiku. Lagi pula, bukankah kau pernah bilang kau lebih suka tubuhku yang dulu? Sekarang lihatlah, aku sudah tidak menarik lagi." Aera melipat kedua tangannya dengan angkuh. Dia kembali mengungkit bagaimana ucapan David beberapa hari lalu cukup merendahkan harga dirinya sebagai wanita.

"Ah, aku berbicara seperti itu di hadapan Jeon saja," elak David, membuat Aera mengerutkan keningnya tak mengerti.

"Aku tahu se-posesif apa Jeon padamu. Jika aku terang-terangan tertarik padamu, dia bisa saja mengamuk." David menyambung kalimatnya, duduk lebih mendekat ke arah Aera. "Untungnya ada Karen yang mau membantuku."

Aera tergelak. Baginya ucapan David sangat amat konyol, seperti bualan para buaya semestinya. "Seharusnya kau minta Karen juga untuk memenuhi apa maumu. Dia lebih segalanya dariku."

"Tidak." David menggelengkan kepalanya. "Wanita itu tak memiliki aura yang menarik. Ya, memang cantik. Sangat cantik. Tapi tidak menantang, sepertimu."

Aera menghela napasnya. "Menantang? Sejak kapan aku pernah menantangmu?"

David yang mendengar ucapan angkuh tersebut langsung mengukir seringai tipisnya. "Seperti sekarang ini contohnya. Sejak dulu juga, kau sungguh sulit untuk ditaklukkan. Bisanya cuma memancing, tapi tidak pernah bertanggung jawab."

"Memancing? Kau merasa terpancing?"

"Ya," jawab David dengan bisikan, dia sengaja berbicara lebih dekat tepat di telinga Aera. "Seharusnya kalau jadi wanita murahan itu jangan tanggung-tanggung, agar kau bisa mendapatkan uang yang lebih banyak."

Mata Aera membulat, dia meneguk salivanya dengan kepayahan. Karena aura intimidasi dari David mengingatkan dia pada perilaku seseorang.

"Mau jadi jalangku? Aku bisa membayarmu ratusan kali lipat dari Jeon."

Plak!

Aera yang geram langsung mendaratkan tamparan keras pada pipi David. "Aku bukan jalang!" ujarnya penuh penekanan.

"Ow, sorry!" balas David, yang malah tersenyum sembari mengelus pipinya yang terasa panas, alih-alih marah atas apa yang Aera lakukan. "Kau mau jadi kekasihku? Sayang?" lanjutnya, dengan seringainya. Sebab, semakin Aera melawan, David malah semakin tertarik. Bukannya gentar apalagi menyerah.

David tak pernah memedulikan harga dirinya diinjak-injak karena sebuah penolakan. Otaknya hanya fokus mendapatkan apa yang dirinya inginkan.

Dia harus menguasai Aera apapun risikonya.

"Kenapa?" Lagi-lagi senyuman menyebalkan itu terulas pada bibir David, tatkala melihat wajah Aera mulai memerah. Bahkan tubuh wanita itu kini semakin gemetar, sangat kentara di bagian tangan dan kakinya. "Efeknya sudah bekerja, ya?"

"Efek apa maksudmu?!" tanya Aera berusaha tetap bisa mengendalikan dirinya yang kini merasakan rasa panas yang kian menjalar di seluruh tubuhnya.

"Sudah minum?" ujar David terkesan ambigu.

Aera mengerutkan keningnya, dia kini paham apa maksud David. Mungkin minuman yang tadi Karen berikan adalah penyebab dari keadaan tubuhnya yang kini sudah mulai menegang.

Not, My TypeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang