🥀MDW-Perempuan Club🥀

382 24 0
                                    

Hi, jangan lupa untuk vote ya, atau komen. Satu komen dan vote sangat berharga bagi saya untuk meneruskan cerita ini, terimakasih :)

"Maaf tante, aku mau nanya, kenapa tante masih saja tidak suka sama Livy? Padahal dia itu sudah tidak pernah pergi ke club malam lagi, dan dia juga tidak pernah mabuk-mabukan seperti dulu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Maaf tante, aku mau nanya, kenapa tante masih saja tidak suka sama Livy? Padahal dia itu sudah tidak pernah pergi ke club malam lagi, dan dia juga tidak pernah mabuk-mabukan seperti dulu. Terus kenapa tante masih tidak mau menerima Livy? Dia itu sangat cinta dan sayang sama Gave, Tan. Aku mohon tante, tolong terima Livy kembali? Aku berani bersumpah kalau Livy sama sekali tidak pernah menyuruhku untuk menghasut tante agar dia bisa kembali berhubungan dengan Gave. Jujur saja Tan, Gave itu masih ada rasa sama Livy, begitu juga sebaliknya. Apa tante tega melihat Gave menderita begitu karena dikekang seperti ini?" tanya Emily berterus terang. Dirinya sudah tidak bisa menahan lagi, ia betul-betul peduli kepada kedua sahabatnya itu.

Fiona menatap Emily dengan kedua alis yang saling bertaut, sementara Lily termenung di tempat. Kalau saja Emily tidak mengatakannya, maka ia tidak akan tahu ceritanya seperti apa. 'Jadi Gave pernah berpacaran dengan Livy? Dan mereka putus karena tante Fiona tidak suka sama perempuan yang suka pergi malam untuk mabuk-mabukan, apa itu alasan yang sebenarnya?' batin Lily, menyaring perkataan Emily beberapa saat yang lalu. Ada rasa cemburu di dalam hatinya, mengetahui bahwa suaminya itu masih menaruh perasaaan kepada mantan kekasihnya, padahal Lily sangat berharap bahwa suaminya hanya mencintainya saja. Namun, setelah ia pikir rasanya itu mustahil. Mengingat juga kalangan keluarganya berada jauh dari keluarga bermagra Nagendra tersebut. Gadis itu hanya bisa menunduk lesu.

"Dengar Emily, kalau seseorang yang sudah kecanduan obat-obatan itu sulit untuk menghentikannya. Mau dia berubah pun, tante tetap akan pendirian. Tante tidak mau Gave dekat-dekat sama perempuan itu, apa kamu lupa waktu kamu sama Gave malam-malam buta pergi ke tempat dugem hanya untuk menjemput Livy yang mabuk? Apa kamu juga tidak ingat bagaimana mulutnya yang berbau alkohol itu? Dan apa kamu lupa pakaiannya malam itu acak-acakan, seperti habis di perawani oleh laki-laki hidung belang? Itu yang dinamakan perempuan yang baik-baik? Lagipula Gave itu sud---" cecar Fiona, namun terhenti karena ia baru saja teringat janji dengan Gave. Janji itu tidak lain ialah bahwa Fiona harus merahasiakan pernikahan anaknya dari teman-temannya, termasuk sahabatnya yang paling dekat dengan putranya.

"Lagipula apa tante?" Emily bertanya, dimana pelipisnya nampak mengkerut heran.

Fiona terlihat kikuk, karena sedikit lagi ia kebablasan berbicara. Dan bisa saja ia mengatakan yang sejujurnya, jika itu sampai terjadi, putranya itu tidak akan mau memaafkan dirinya. Lagipula ini adalah syarat janji untuk mau mengabulkan permintaannya, yaitu Gave harus menerima dirinya dijodohkan dengan perempuan yang tak ia cintai. Dan Fiona harus merahasiakan pernikahan mereka dari orang-orang yang dikenalnya, terkecuali keluarganya.

"Lagipula Gave itu sudah tante carikan perempuan yang jauh lebih baik daripada Livy. Dia itu sudah cantik, rajin, pandai memasak, lemah lembut, kurang apalagi coba? Jangan dikira hanya Livy seorang yang pantas untuk menjadi pendamping hidup Gave." Fiona melirik ke arah Lily yang lagi duduk disampingnya. Tergambar jelas gadis yang sedang dipuji itu kedua pipinya merona malu. Sedangkan Fiona hanya tersenyum tipis menanggapi, karena apa yang diucapkannya barusan memang benar adanya.

Emily langsung terdiam, mulutnya seakan dikunci rapat dadakan. Sulit baginya untuk berbicara, lebih jelasnya ia kehilangan kata-kata untuk memperkuatkan argumennya. "Siapa perempuan yang tante maksud itu? Apakah aku mengenalnya?" Dua pertanyaan langsung dilontarkan. Penasaran? Tentu saja. Fiona tersenyum sungging mendengar pertanyaan Emily beberapa detik yang lalu.

"Maaf Emily tapi ini rahasia, sudah ya? Tante mau kembali ke kamar Gave, ayo Lily." Tanpa berbicara lagi, Fiona bangkit dari duduknya begitu saja, Lily pun juga melakukan hal yang sama. Emily berdecak pelan karenanya, segera ia merogoh ponselnya dari dalam tasnya.

Jari-jemarinya terlihat bergerak cepat, tengah mengetik sesuatu dari benda pipih tersebut. Seseorang yang ia kirimi pesan tidak lain ialah Livy seorang, satu pesan dikirim tapi tak kunjung mendapat balasan. Kali ini Emily mengirim spam agar Livy melihat notif ponselnya, padahal bisa saja jika Emily menelponnya langsung. Tapi bisa saja saat lagi bertelponan, Fiona maupun Lily sudah tiba di ruang rawat Gave.

"Astaga Livy, bales dong!" gumam Emily, campur kesal.

Sementara itu, Livy masih bercumbu dengan Gave. Keduanya seakan tidak mau lebih dulu mengakhirinya, apalagi mereka sudah lama tidak bercinta seperti ini. Akibat saling terbawa suasana yang memabukkan, keduanya terjatuh ke atas sofa, lelaki bertubuh jakung tersebut mencium leher lawan jenisnya sampai meninggalkan bekas merah di leher. Sedangkan perempuan itu beberapa kali mendesah, menikmati sentuhan halus dari laki-laki itu yang berhasil membuatnya bergairah. Nafsu keduanya sudah hampir melebihi batas, sedikit lagi tangan Livy menyentuh area sensitif Gave, namun tertunda oleh suara notifikasi ponselnya yang tak kunjung berhenti.

"Coba dilihat dulu sayang, siapa tahu ada hal yang penting," pinta Gave, tetapi Livy lekas menggelengkan kepalanya.

"Kalau itu penting pasti langsung nelpon, sudahlah nggak usah dihiraukan sayang," ucap Livy manja. Sedikit lagi tangannya menyentuh area bawah milik Gave, tapi itu tak jadi, sebab Gave segera menjauhkan diri.

"Coba kamu cek dulu, siapa tahu itu dari Emily."

Livy memutar kedua bola matanya malas sebentar, kemudian bangkit dari duduknya dan mengambil ponselnya. Di layar terpampang jelas nama Emily yang mengirimkan pesan begitu banyak kepadanya, lekas ia membukanya untuk melihat semua isi pesan tersebut. Disitu tertulis bahwa ia harus segera pergi karena Fiona juga Lily tengah menuju ke tempatnya berada. Penasaran siapa yang terus-terusan mengirim pesan kepada Livy, Gave pun mendekatinya.

"Apa itu dari Emily?" tanyanya, yang diangguki oleh Livy sekejap.

"Katanya tante Fiona sama Lily lagi menuju kemari." Perkataan Livy barusan sukses mengolah Gave kalang kabut, bagaimana tidak? Sedangkan Livy masih berada disini dengan raut wajah yang sama sekali tidak menunjukkan kekhawatiran.

"Cepat, kamu harus pergi sekarang!" Gave segera berlari menuju jendela, lekas ia buka dan meminta Livy supaya cepat-cepat keluar sebelum terlambat. Di luar, Fiona dan Lily sudah berbelok kemana ruang rawat Gave berada, tinggal melewati beberapa ruangan lagi mereka sudah sampai.

"Sudahlah sayang, biarkan ibumu tahu ka---"

Belum selesai Livy meneruskan ucapannya, Gave secepat mungkin menarik pergelangan tangan perempuan itu, dan membawanya ke jendela yang sudah ia buka. "Maaf sayang, kamu harus pergi sekarang. Nanti kita akan bertemu lagi," ucapnya, dimana kepalanya sesekali menoleh ke ambang pintu. Suara derap kaki mulai terdengar jelas di telinga, membuat Gave semakin dibuat runyam. Tanpa basa-basi ia mendorong Livy secara paksa, hal itu mengolah Livy spontan menjerit. Kedua bola mata Gave melebar total karenanya.

Di luar, Fiona maupun Lily sama-sama mendengar suara teriakan perempuan yang terdengar persis seperti berada di dalam ruangan Gave. Tanpa pikir panjang Fiona segera berlari kecil dan langsung membuka pintu. "Gave!" 

 "Gave!" 

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
My Doll Wife [End]✓Where stories live. Discover now