🥀MDW-Berduaan🥀

490 27 0
                                    

Saat ini, Lily hanya berduaan dengan Gave

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Saat ini, Lily hanya berduaan dengan Gave. Pria itu sudah terbangun dari ketidaksadarannya. Selang beberapa menit Gave membuka mata, Fiona ijin untuk pamit duluan, dikarenakan keluarganya yang jauh datang tiba-tiba ke rumah. Padahal Fiona masih ingin menemani putranya, tapi ia tidak enak meninggalkan tamu. Mau tidak mau, ia harus menitipkan Gave kepada menantunya.

Semenjak kepergian ibu mertua, Lily tidak angkat suara, begitu pula dengan Gave. Suaminya itu hanya diam, membiarkan bunyi cicak memecah keheningan di ruangan bernuansa putih tersebut.  Setidaknya, Lily tidak perlu cemas berlebihan lagi terhadap kondisi Gave. Ternyata, suaminya itu hanya kelelahan saja.

Lily memandang pria itu dari jarak yang lumayan dekat. Dimana posisinya kini lagi duduk di sofa minimalis berwarna cream, memperhatikan sang suami yang lagi duduk bersandar di sandaran kasur, sembari menatap ke arah luar jendela. Lily menghembuskan nafas panjang, kemudian berdiri dari tempatnya. Tetapi Gave tetap tidak mengalihkan pandangannya.

Gadis itu dibuat bingung, sebab tidak biasanya Gave bersikap dingin seperti itu. Biasanya, ia selalu mengoceh tiap kali berduaan dengan dirinya. Namun sekarang, pandangan pria itu nampak kosong. Sebetulnya, pikiran Gave masih terbayang-bayang tentang mantan kekasihnya yang sedang berduaan dengan laki-laki lain.

'Secepat itu kamu melupakanku, Livy?' batin Gave, dimana pandangannya masih tertuju pada pemandangan diluar. Menatap langit siang yang berubah menjadi hitam, karena diselimuti oleh awan-awab tebal, berwarna kehitaman.

Bunyi gemuruh mulai terdengar bersahut-sahutan, terlihat daun-daun kering di jalanan beterbangan diterpa angin. Tetes demi tetes air hujan turun dari atas langit, membasahi dasar tanah yang kering. Lama kelamaan, hujan turun amat derasnya, menyebabkan kaca jendela menjadi buram karenanya. Barulah Gave tersadar dari lamunannya, ia terkejut saat menyadari istrinya sudah duduk disampingnya, sambil memegang mangkok bubur.

"Sebaiknya, kamu makan dulu. Biar aku suapin," kata Lily, disertai akan senyum simpul yang mengembang di kedua sudut bibir.

Gave menatap Lily lekat, lalu mengalihkan pandang ke arah mangkok bubur tersebut. "Aku tidak mau," jawabnya, lirih, kemudian membuang pandang.

"Tidak, kamu harus makan!"

"Kalau aku bilang tidak, ya tidak! Ngerti, nggak?!" Hilang sudah kesabaran Gave, ia berbicara sembari mengacak rambut frustasi. Pikirannya sangatlah kalut, sampai tanpa sadar air matanya lolos begitu saja. Betapa cintanya ia pada mantan kekasihnya, tak rela rasanya membiarkannya bersama dengan laki-laki lain selain dirinya seorang.

Lily tidak tahu kenapa suaminya meneteskan air mata tiba-tiba seperti itu. Ada rasa bersalah yang menyerang hatinya, ia pikir bisa saja ucapannya barusan yang terkesan memaksa itu membuat suasana hati Gave semakin runyam. Tanpa pikir panjang, Lily meraih suaminya, dan membawanya dalam pelukan yang hangat, setelah menaruh kembali mangkok bubur itu ke tempat semula. Kondisi hati Gave yang saat ini tidak stabil, tidak ada niatan ingin melepaskan pelukan itu. Malahan, ia semakin mengeratkan pelukan tersebut, meluapkan rasa pedih di dalam lubuk hatinya.

'Aku tidak tahu apa yang sedang kamu pikirkan Gave. Tapi yang pasti, ada sesuatu hal yang benar-benar menyakiti perasaanmu.' Lily membatin, sambil mengelus punggung suaminya beberapa kali, upaya sedikit saja meringankan beban pikiran pria itu.

Sadar atas apa yang ia perbuat, lekas Gave melepaskan pelukan itu, lalu menghapus kasar air mata yang tersisa. Merasa malu, Gave membuang pandang ke sembarang tempat. "Tidak usah sok peduli jadi orang," gumamnya, tetapi tidak ditanggapi serius oleh gadis itu. Malahan, Lily mengambil lagi bubur di atas meja tadi.

"Aku mau kamu makan, tidak ada kata penolakan." Lily berbicara cepat, tatkala Gave ingin buka mulut. Lily tahu kalimat apa yang akan dikeluarkan dari pria jakung itu.

"Apa kamu mau membuat mama cemas lagi? Belum puas melihat mama sangat khawatir dengan keadaanmu tadi, sampai mama menangis begitu? Gave, kamu boleh membenciku, tapi jangan pernah membenci dirimu." Perkataan Lily barusan ternyata berhasil membuat Gave terdiam. Pria itu menatap dalam iris mata kecoklatan dari gadis tersebut.

"Biar aku sendiri!" Gave merampas mangkok tersebut dari tangan istrinya. Walaupun begitu, Lily tersenyum karenanya.

Gave ingin memasukkan sesendok bubur ke dalam mulutnya, tapi urung ia lakukan, sebab Lily terus memperhatikan dirinya sambil senyum-senyum sendiri. Gave melemparkan tatapan tajam, segera Lily menghentikan senyumnya, dan menatap ke lain arah.

Dari ekor mata, Lily masih dapat melihat suaminya itu tengah memakan makanannya. Lagi, Lily tersenyum, sebab sang suami mau mendengarkan ucapannya juga. Gadis itu juga senang, lantaran dirinya tidak diusir dari ruangan itu. Kejadian pagi tadi seakan sirna begitu saja, seakan tidak pernah terjadi. Lily juga tidak ada niatan mengungkit perkara itu, malahan ia lebih suka berduaan seperti ini. Rasanya ingin berlama-lama lagi, tanpa ada keributan, baik itu masalah kecil sedikitpun.

Setengah sudah dihabiskan, Gave menyodorkan mangkok bubur itu ke Lily, tanpa mau memandang gadis tersebut. Lily mengambil alih mangkok berisikan bubur setengah itu, terus meletakkan kembali ke tempat awalnya, dan mengambil secangkir air minum biasa, untuk diberikan ke sang suami.

Lewat ekor mata, Gave mengambil alih cangkir dari genggaman sang istri. Diteguknya air bening itu sampai tandas, setelah menyerahkan cangkir kosong ke Lily, Gave mengubah posisi jadi berbaring. Sengaja, ia membalikkan tubuh membelakangi Lily. Gadis itu tersenyum simpul melihatnya, ditatapnya ke arah luar jendela, dimana hujan masih turun begitu derasnya.

Lily bangkit dari duduknya, rencananya ia ingin pergi ke toilet. Saat tangannya memutar ganggang pintu, Gave menegurnya.

"Mau kemana?" tanyanya, dengan posisi yang masih sama, tanpa mau membalikkan badan, menghadap istrinya.

"Ke toilet, sebentar saja," balas Lily.

"Kalau mau pulang jangan sekarang, lihat sendiri 'kan lagi hujan. Jangan nekat pulang hujan-hujanan, nanti sakit siapa yang akan repot?! Ntar yang ada, aku yang sakit malah mengurusi orang sakit," ucapnya, tanpa tahu bahwa Lily tersenyum lebar menanggapi.

"Iya," balas Lily, kemudian keluar dari ruangan itu. Gave memalingkan wajah ke belakang sedikit, dimana pintu sudah tertutup rapat.

'Mudah baginya melupakan kejadian pagi tadi. Semisal Lily itu Livy, tidak mungkin Livy melupakannya secepat itu, seolah-olah tidak pernah terjadi. Terkadang aku heran, kenapa dia masih saja peduli denganku? Sedangkan aku selalu memperlakukannya tidak adil," batin Gave, terus memandang ke arah pintu tersebut.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
My Doll Wife [End]✓Where stories live. Discover now