44

167K 14K 1.2K
                                    

Setelah perbincangan yang menguras tenaga dan emosi Saka, Selina tak punya keberanian untuk membalasnya lagi. Takut jika nanti Saka malah kehilangan kendali dan berubah pikiran yang akan berdampak mencegah dirinya.

Selina bersyukur Saka masih mau memberinya waktu. Untung saja emosinya tak sampai membuat Saka berubah pikiran. Namun, sebagai syarat, Saka meminta setidaknya waktu beberapa hari untuk dia menikmati waktu bersama Selina sebelum istrinya itu pergi. Karena tak berani membantah akhirnya Selina mengiyakan permintaan Saka. Selina pikir, mungkin itu bisa menjadi ucapan terimakasihnya karena Saka sudah berkenan memberinya waktu.

Soal kehamilan, Selina belum memberi tahu Saka. Entahlah rasanya belum siap jika Saka mengetahuinya. Takut jika respon Saka malah membuatnya semakin di landa rasa takut. Selina tidak berniat menyembunyikan, namun dirinya juga belum sepenuhnya yakin sebab bisa saja testpack-nya tidak akurat. Mungkin besok Selina harus memastikannya sendiri dengan mengeceknya langsung ke dokter kandungan.

"Sayang," Sepertinya Saka mulai suka dengan panggilan ini untuk Selina. Lidahnya nyaman dengan penyebutan itu.

Selina menoleh ke arah Saka yang merebahkan diri di sebelahnya. Saat ini mereka sedang sama-sama berbaring. Selina menemani Saka yang masih kurang enak badan. Tadi sore, mual dan muntah Saka kembali lagi. Dan parahnya sekarang tubuh Saka menjadi panas, hingga kini Selina harus mengompresnya dengan air hangat.

"Kenapa? Ada yang sakit?"

"Aku ingin makan yang hangat-hangat."

"Mau makan apa? Tadi aku udah buat sup, aku panasin dulu, mau?"

Saka menggeleng, "Aku mau soto."

"Soto?" Tanya Selina ragu, "Malam-malam seperti ini?"

Dengan semangat Saka menganggukkan kepalanya, "Iya, sepertinya enak. Apalagi kuahnya dengan kaldu khas soto, pasti nikmat."

"Sup aja gimana? Sama-sama berkuah kok." Ini sudah pukul setengah sepuluh malam, dan memasak soto yang sedikit ribet pastinya membutuhkan waktu yang tak sebentar. Apalagi Selina sedang malas saat ini, tubuh dan pikirannya begitu lelah. Pastinya para pelayan juga sudah mulai beristirahat di kamarnya.

"Jelas beda sayang, meskipun berkuah, tapi mereka memiliki rasa yang jauh berbeda. Aku sudah sering makan sup, kali ini aku ingin soto."

Selina menghela nafasnya, "Tapi ini sudah malam, Bibi pasti sudah istirahat. Besok aja ya?"

"Lagipula kenapa tiba-tiba mau soto. Kenapa nggak dari tadi aja?"

"Aku inginnya sekarang." Saka pun tak tau kenapa dirinya begitu keukeh ingin makan soto. Mungkin perutnya minta diisi setelah seharian ini perutnya kosong karena muntah.

"Yakin bakal kamu makan? Nanti kamu muntah lagi." Pasalnya sore tadi saat akan minum obat, makanan apapun yang masuk ke dalam perut Saka semuanya kembali dikeluarkan.

"Kali ini pasti nggak muntah lagi. Perutku juga sudah lapar."

Akhirnya mau tak mau Selina harus bangkit dari ranjangnya, "Ya sudah, kamu tidur dulu. Nanti aku bangunkan."

Sepeninggalan Selina, Saka kembali memejamkan matanya. Kepalanya sedikit berdenyut pusing saat ini.

Biasanya Saka tak sampai setidakberdaya ini saat sakit. Pusing di kepalanya akan hilang sendirinya saat di bawa untuk tidur. Namun sakit kali ini, Saka benar-benar seperti tidak memiliki tenaga sedikitpun. Apalagi ditambah dengan mual dan muntah, itu semakin membuat tubuhnya lemas tak berdaya.

Meskipun matanya terpejam, namun tidak dengan pikiran Saka. Pikirannya di penuhi dengan istrinya. Jujur saja akhir-akhir ini Saka menyadari kalau dirinya begitu membutuhkan Selina. Rasanya tidak rela jika Selina akan pergi. Saka tidak bisa membayangkan bagaimana hidupnya jika Selina meninggalkannya.

SELINA [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang