34

178K 12.9K 1.1K
                                    

Saka membawa Selina ke dalam ruangan wanita itu. Sesampainya disana dirinya hanya diam, kali ini ia tidak akan marah-marah meskipun sebenarnya emosi sudah menguasai dirinya saat ini. Selina yang sekarang selalu membangkang dan membantah pada apapun yang ia katakan. Semakin dirinya emosi, wanita itu akan membalasnya dengan emosi juga. Mungkin dirinyalah yang harus menurunkan sedikit ego-nya agar tidak selalu berakhir dengan pertengkaran.

"Duduk dulu, ada yang ingin aku katakan."

Selina menurut duduk di samping Saka, sedikit curiga sebenarnya karena merasa aneh laki-laki itu yang biasanya marah namun sekarang terlihat lebih tenang, meskipun hanya sedikit.

Terdengar Saka menghela nafasnya berat, laki-laki itu menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa.

"Sepertinya kita perlu bicara baik-baik."

"Maksudnya?" Tanya Selina bingung. Ia masih tak paham kemana arah pembicaraannya.

Setelah Saka pikir, alasan kenapa dirinya takut Selina pergi mungkin ini sudah ada kaitannya dengan perasaannya. Apalagi kedatangan Crist yang selalu merecoki Selina membuatnya semakin tak suka. Hatinya seakan tak terima kalau Selina berdekatan dengan laki-laki itu meskipun memang mereka tidak ada apa-apa. Mungkin Selina menganggapnya tidak ada apa-apa, namun ia sangat yakin kalau Crist ada maksud tertentu dengan kedatangannya kesini yang bisa di bilang sering. Ia sangat paham tatapan dan gerak-gerik laki-laki yang begitu mengagumi seorang perempuan, dan ia menemukan itu pada diri Crist saat menatap istrinya.

Saka membenarkan duduknya menjadi tegak menghadap Selina yang disebelahnya. "Aku mulai nyaman denganmu."

"Hah?" Wajah Selina benar-benar terkejut, apa ia tidak salah mendengar sekarang?

"Aku benar-benar tidak suka kamu berdekatan dengan Crist apapun alasannya."

Ya, akhirnya Saka bisa mengucapkan kalimat yang beberapa hari ini menjadi beban pikirannya. Dirinya selalu bertanya-tanya pada hatinya perasaan apa yang ia rasakan untuk istrinya ini. Awalnya ia ragu pada hatinya sendiri, ia selalu menyangkal tentang perasaannya pada Selina. Namun setelah dipikir kembali mungkin memang dirinya mulai menyukai istrinya. Perasaan benci yang semula memenuhi relung hatinya kini sudah hilang entah kemana. Sekarang yang tersisa hanya perasaan senang saat dekat dengan wanita itu.

Setiap melihat Selina yang membangkang padanya dan tidak menurut lagi seperti dulu dirinya tak suka, dirinya ingin Selina yang lemah lembut seperti dulu kepadanya. Namun ia terlalu meninggikan ego-nya untuk mengakui. Karena itu, setiap ia tidak suka dengan apa yang Selina lakukan, dirinya lebih memilih mengekspresikan dengan emosi yang menggebu-gebu.

Pada dasarnya dirinya yang memang memiliki sifat keras dijadikan satu dengan Selina yang suka membangkang dan membantah akan selalu berakhir dengan pertengkaran-pertengkaran yang tidak ada akhirnya.

Katakanlah dirinya menjilat ludahnya sendiri. Memang, ia mengakui itu. Semula dirinya tidak sudi hanya untuk memandang Selina, justru sekarang ia tak bisa jika tidak memandang istrinya. Dirinya yang selalu merasa jijik pada Selina kini berubah menjadi selalu ingin berdekatan dengannya.

Melihat Selina hanya terdiam Saka kembali berucap, "Kamu dengar? Aku nyaman denganmu."

"Kamu ini kenapa?" Akhirnya hanya itu yang mampu Selina ucapkan. Ekspresi bingung menguasai wajahnya. Tidak ada angin, tidak ada hujan tiba-tiba Saka mengatakan kata-kata yang terdengar seperti omong kosong. Wajar kan kalau dirinya merasa aneh dan bingung pada laki-laki di depannya ini?

"Kurang jelas?" Respon Selina sama sekali bukan yang Saka harapkan. "Oke, aku ganti kata-katanya."

"Aku menyukaimu, Selina."

SELINA [TERBIT]Where stories live. Discover now