42

151K 12.2K 1K
                                    

Huek

Huek

Selina memijat tengkuk Saka pelan. Tadi pagi-pagi sekali, Selina terbangun saat mendengar suara Saka yang muntah-muntah di kamar mandi. Saat itu dirinya segera menghampiri Saka yang sudah berdiri di depan wastafel. Dia sudah terlihat pucat pasi dengan keringat yang membasahi wajahnya.

Saka membasuh mulutnya dengan air. Perutnya sudah kosong, semua isinya sudah ia keluarkan. Namun rasa mual tak kunjung hilang. Tubuhnya benar-benar sudah lemas karena sedari tadi berusaha mengeluarkan isi perutnya, namun hanya cairan putih yang keluar.

"Sudah mendingan?" Tanya Selina.

Saka berjalan menuju ranjang dengan sempoyongan. Rasanya tubuhnya seperti tidak ada tenaganya. Sudah berkali-kali dirinya bolak-balik kamar mandi. "Hm."

"Mau aku buatkan teh hangat?" Selina membantu Saka berbaring, "Supaya perut kamu hangat."

"Iya, tolong ya."

Setelah menyelimuti Saka, Selina keluar untuk membuatkan teh hangat. Terhitung sejak pukul setengah enam dirinya terbangun dan mendapati Saka yang muntah-muntah, hingga kini pukul setengah tujuh, laki-laki itu masih belum juga selesai dengan muntah-muntahnya.

"Bi, tolong buatkan bubur ya untuk Mas Saka. Dia sedang sakit. Kalau sudah, nanti Bibi antar ke kamar ya."

"Baik Nyonya."

Tiba di kamar, Selina kembali disambut dengan suara Saka yang berada di kamar mandi. Meletakkan nampan ke atas nakas, lantas Selina buru-buru menghampiri Saka.

"Masih muntah juga?"

"Nggak keluar apapun, tapi rasanya mual banget." Saka kembali mual-mual setelah mengatakan itu.

"Mau panggil dokter aja? Biar aku telepon sekarang."

"Nggak perlu, paling hanya masuk angin."

"Ya sudah minum dulu, habis itu makan. Aku sudah menyuruh Bibi untuk buatkan bubur. Setelah itu obatnya bisa diminum." Tak tahan melihat Saka yang berjalan seperti orang mabuk, akhirnya Selina memapahnya menuju ranjang.

"Tadi bagaimana, kenapa tiba-tiba muntah-muntah?" Tanya Selina setelah membantu Saka meminum teh hangatnya.

"Nggak tau, aku bangun tiba-tiba rasanya sudah mau muntah."

"Tadi malam kamu sudah makan kan?"

"Iya."

Selina mengulurkan tangannya mengecek dahi Saka, suhunya normal. "Nggak panas kok."

"Kepalanya pusing?"

Saka hanya menggelengkan kepalanya, tubuhnya sedang berusaha untuk menahan rasa mualnya lagi.

"Lebih baik ke dokter aja ya."

Belum sempat Selina mendapat jawaban, Saka lebih dulu berlari terbirit-birit ke kamar mandi. Lalu setelahnya Selina kembali mendengar suara laki-laki itu yang sedang berusaha mengeluarkan sesuatu yang ada di dalam perutnya.

Selina menghela nafasnya, lalu kembali bangkit hendak menuju kamar mandi.

Tok tok tok

Suara ketukan pintu membuat Selina menghentikan langkahnya, pandangannya menoleh ke arah pintu yang tak tertutup rapat. Terlihat ada Bi Ina yang membawa nampan dan Ibu mertuanya di sebelahnya.

Selina berjalan mendekat, lalu membuka pintunya lebih lebar.

"Nyonya, buburnya sudah siap."

Selina mengambil alih nampannya, "Makasih Bi."

SELINA [TERBIT]Where stories live. Discover now