41

172K 13.4K 963
                                    

Pukul tiga pagi, Selina terbangun saat merasakan tenggorokannya terasa kering. Tadi malam, dirinya melupakan kebiasaannya yang minum terlebih dahulu sebelum tidur sebab seingatnya ia tertidur saat berniat hanya memejamkan mata sebentar.

Merasakan ranjang sebelahnya bergerak, lantas Saka ikut terbangun. Matanya melirik jam dinding yang masih menunjukkan pukul tiga pagi. Lalu pandangannya beralih menatap Selina yang bersandar pada kepala ranjang.

"Kenapa bangun?" Tanya Saka serak, matanya masih terasa berat. Sepanjang malam dirinya tak bisa tertidur karena memikirkan ucapan Selina hari ini. "Masih jam tiga, masih ada waktu untuk tidur."

"Tolong ambilkan air." Selina menunjuk segelas air putih yang berada di atas nakas sebelah Saka.

Saka menurut, lalu menyerahkan segelas air putih yang langsung diteguk habis oleh Selina. Tangannya bergerak mengelap kening istrinya yang berkeringat. "Pelan-pelan, haus banget ya?"

"Kamu sakit? Muka kamu pucat." Saka berubah panik saat menyadari wajah istrinya yang terlihat pucat.

"Nggak papa, cuma pusing sedikit." Selina kembali menyerahkan gelasnya pada Saka.

"Mau panggil dokter aja?" Saka meletakkan gelasnya kembali pada nakas.

"Nggak perlu, paling besok sudah nggak papa."

Selina kembali merebahkan dirinya, kepalanya terasa berdenyut pusing. Sepertinya ini efek terlalu lama menangis kemarin.

"Bener nggak papa?" Saka kembali menyeka keringat pada kening Selina, "Sampai berkeringat begini."

"Iya." Selina merubah posisi berbaringnya menjadi miring, tangannya meremas pelan perutnya yang terasa nyeri di dalam selimut. Sepertinya ini nyeri karena akan datang bulan. Saking sibuknya, dirinya sampai lupa kapan terakhir datang bulan. Mungkin karena banyak pikiran juga menyebabkan datang bulannya terlambat.

Melihat Selina sudah memejamkan mata, lantas Saka ikut kembali merebahkan diri, "Katakan kalau ada yang sakit."

Selina hanya bergumam, matanya tetap terpejam guna meminimalisir rasa sakitnya.

Saka memperhatikan kening Selina yang sesekali mengernyit. Tangannya bergerak mengelus kening istrinya agar dia lebih tenang. "Jangan sakit."

••••••••

Pagi-pagi terbangun, Selina merasa badannya sudah lebih baik dari tadi malam. Nyeri pada perutnya juga sudah sedikit berkurang. Hanya saja kepalanya masih sedikit terasa pusing.

Untuk meredakan kepalanya yang pusing, Selina memutuskan untuk berendam air hangat. Ini sudah menjadi kebiasaannya sedari dulu. Meskipun tak sepenuhnya hilang, namun setidaknya sakit kepalanya sedikit berkurang.

Setelah selesai, Selina langsung bergegas turun ke bawah. Perutnya sudah keroncongan meminta agar segera di isi. Ia baru ingat, tadi malam dirinya tak sempat makan karena tertidur lebih awal dari biasanya. Ah pantas saja, mungkin ini juga yang menyebabkan perutnya terasa sakit tadi malam.

Saat terbangun tadi Selina tak mendapati Saka di sebelahnya, sepertinya laki-laki itu sudah pergi ke kantornya, mengingat ini juga sudah pukul delapan pagi. Ternyata sudah selama itu dirinya tertidur, padahal ia merasa baru sebentar memejamkan mata.

Sampai di depan pintu meja makan, Selina di buat mematung saat mendapati Saka sedang menyiapkan makanan di atas meja. Laki-laki itu terlihat memakai baju santai biasa, lalu terpasang apron yang menggantung di lehernya.

"Sudah bangun?" Saka menolehkan kepalanya saat menyadari kehadiran seseorang, "Ayo makan, aku sudah menyiapkan sarapan untukmu."

Selina berjalan pelan mendekat, dalam pikirnya bertanya-tanya dengan tingkah Saka pagi ini yang tak biasa. Dia memasak? Selina dapat melihat laki-laki itu seperti bukan Saka yang di kenalnya. Dia terbiasa sibuk dengan berkas-berkas penting, namun sekarang dia berkutat dengan dapur yang sebelumnya ia tak pernah melihat Saka memasak.

SELINA [TERBIT]Where stories live. Discover now