AMNESIA

564 8 0
                                    

        "Bi, tolong panggilkan Bapak. Katakan makan malam sudah siap." perintah Kumala kepada bibi yang bekerja di rumahnya.

    "Baik, bu." jawab bibi bergegas pergi meninggalkan Kumala di ruang makan.

     Tok! tok! tok!

     "Pak Nayaka makan malam sudah siap." ucap bibi dari balik pintu.

     "Bi, tolong antar ke kamar saja makanannya. Saya ingin makan di kamar saja." jawab Nayaka dari dalam kamarnya.

    "Bu, maaf. Katanya, Bapak mau makan di kamar saja." ucap bibi menghampiri Kumala di ruang makan.

     "Ya sudah bibi tolong antarkan ya." perintah Kumala menyiapkannya setelah itu dia kembali melanjutkan makan dalam keheningan, hanya ada suara sendok dan garpu yang saling bersentuhan.

     Selesai makan Kumala bergegas masuk ke dalam kamar. Ia membaringkan tubuhnya dengan posisi membelakangi Nayaka.

     Nayaka juga melakukan hal yang sama, tidak ada di antara mereka yang mau mengalah. Sampai ponsel salah satu diantara mereka berdering membuat Nayaka dan Kumala bangun bersamaan dan duduk.

     Nayaka melihat ponselnya ternyata bukan ponselnya yang berdering melainkan ponsel milik Kumala.

    Nayaka melirik Kumala yang sedang menerima panggilan, rasa penasarannya kembali muncul, ia ingin tahu siapa yang sudah menghubungi istrinya malam-malam begini.

     "Ketemuan? Dimana? Kirim saja lokasinya, aku akan segera ke sana." ucap Kumala dengan mimik wajah bahagia. Ia tahu kalau panggilan telponnya dari tadi sudah berakhir, tapi ia sengaja membuat panas suaminya itu dengan cara mengerjainya.

     Wajah Nayaka berubah menjadi merah, ia mengepalkan tangannya.

     " pasti Miko yang mengajaknya ketemuan, aku tidak akan membiarkannya pergi!" batin Nayaka geram.

     Kumala beranjak dari tempat tidur. Nayaka refleks menarik tangan Kumala.

    "Mami mau kemana?" tanya Nayaka dengan sorot mata tajam.

     "Mau ke kamar mandi, emang mau ke mana lagi?" jawab Kumala menaikkan kedua alisnya.

    "Ouh, aku pikir kamu mau menemui si pengacau itu, ternyata mau ke kamar mandi." ucap Nayaka menundukkan wajahnya malu.

     Kumala tersenyum simpul, ia sudah berhasil mengerjai suaminya yang cemburuan dan tempramen itu.

    "Kenapa? Papi cemburu?" tanya Kumala berbisik, hembusan napasnya membuat Nayaka merasakan hasratnya keluar.

    "Nggak, siapa yang cemburu? Perasaanmu saja, sudah sana masuk ke kamar mandi." jawab Nayaka dengan wajah cemberut.

    "Oh, tidak cemburu. Baiklah kalau begitu." ucap Kumala menyembunyikan senyumnya, ia bergegas melangkah pergi meninggalkan Nayaka di tempat tidurnya.

    "Sial, kenapa aku bisa jadi bodoh di depan Kumala. Sekarang dia pasti sudah puas menertawakanku. Awas saja aku akan memberinya pelajaran." batin Nayaka tersenyum licik.

    Kumala keluar dari kamar mandi, melihat Nayaka tidak ada di dalam kamar. Nayaka sengaja tidur di ruang tamu, ia ingin melihat Kumala ketakutan karena tidak melihatnya di kamar.

    "Lho, tadi masih di sini sekarang ke mana Papi? Oh, aku tahu Papi pasti di ruang kerjanya." ucap Kumala mencari Nayaka di ruang kerjanya, tapi ternyata tidak ada.

     "Astaga, Papi di mana? Dia pasti marah, bukan apa-apa sih, aku takut kalau penyakitnya kambuh lagi." gumam Kumala menyelusuri setiap sudut ruangan di rumahnya.

    Suasana rumah sudah sunyi, Kumala tidak kepikiran mencari Nayaka di ruang tamu. Ponsel yang berada di genggamannya berdering. Kumala melihat siapa yang menelpon, nomor yang dia tidak kenal. Sedikit ragu untuk menerimanya, tapi rasa penasarannya membuatnya ingin menerima panggilan itu.

    "Halo." sapa Kumala saat panggilan sudah terhubung.

    "Mi, ini Dave. Dave mau mengabari kalau, Keinara baru saja sadar dari komanya." ucap Dave dari seberang telpon genggamnya.

    "Keinara sudah sadar? Mami ke rumah sakit sekarang ya." ucap Kumala dengan penuh kegembiraan.

    "Sudah malam, Mi sebaiknya besok saja datang ke rumah sakitnya." ucap Dave menyarankan.

     "Tidak bisa Dave, Mami harus ke rumah sakit sekarang. Ya sudah dulu ya, Mami mau siap-siap dahulu." ucap Kumala mengakhiri panggilan telponnya sepihak.

    Kumala berjalan tergesa, ia bergegas masuk ke dalam kamar mengganti pakaiannya. Kumala seakan melupakan kekhawatirannya kepada Nayaka yang tidak ia ketahui di mana keberadaannya.

    Rencana mau memberi Kumala pelajaran dengan bersembunyi di ruang tamu, Nayaka malah tertidur sehingga ia tidak tahu kalau Kumala pergi.

     "Pak, tolong antar saya ke rumah sakit sekarang ya." ucap Kumala kepada sopir pribadinya.

    "Baik bu, akan saya antarkan. Silahkan masuk ke dalam mobil." jawab sopir menganggukkan kepalanya.

    Kumala sudah berada di dalam perjalanannya menuju rumah sakit, ia tidak sabar ingin bertemu secepatnya dengan Keinara.

     Di rumah sakit, Keinara masih kesulitan bergerak. Ia melihat beberapa orang berpakaian serba putih sedang mengelilinginya, ia berpikir kalau dirinya sudah mati.

    "Apa mereka malaikat yang akan menjemputku? Tapi tadi aku sempat melihat, Dave ada di sini juga. Apakah dia juga mau ikut denganku ke surga? Tapi sekarang di mana dia, kenapa aku tidak melihatnya lagi." batin Keinara dalam hatinya.

      Kedua matanya melihat satu persatu orang yang ada di sekitarnya.

    Dave sedang berada di belakang dokter dan perawat yang sedang memeriksa Keinara. Ia juga senang melihat Keinara sudah sadar.

    "Mba Keinara bisa melihat ini?" tanya dokter melambaikan tangannya di depan Keinara.

     "Orang ini aneh, kenapa dia bertanya seperti itu? Apa dia pikir aku ini anak kecil yang tidak tahu apa-apa? Sudah jelas itu adalah tangan, malah di tanya lagi, dasar aneh." batin Keinara kesal, ia diam tidak menjawab pertanyaan dokter.

     Dokter mengulang pertanyaan untuk memastikan kalau Keinara baik-baik saja.

    "Halo, Mba Keinara jawab pertanyaan saya ya. Mba bisa lihat ini bukan? Coba jawab ini apa?" tanya dokter dengan sabar.

     "Itu tangan? kenapa menganggapku seperti anak kecil?" tanya Keinara melihat dingin kepada orang yang melambaikan tangan kepadanya.

    "Syukurlah jadi tidak perlu ada yang di khawatirkan lagi." jawab dokter tersenyum senang.

    "Pak Dave tolong kabari saya bila ada apa-apa dengan pasien ini." ucap dokter berpesan kepada Dave.

     "Baik dokter saya akan menjaga istri saya dengan baik." jawab Dave menatap tajam kearah Keinara.

    "Tunggu, kamu bilang aku adalah istrimu? Dave kita ini sepupuan kenapa kamu malah mengatakan kepada mereka kalau aku ini istrimu?" tanya Keinara melihat tidak suka kepada Dave.

    "Keinara kamu memang istriku." jawab Dave dengan suara lirih namun menyakinkan.

    "Astaga, kenapa kamu jadi pikun kita sepupuan, Dave." pekik Keinara membulatkan matanya lebar.

    "Dia yang sudah pikun atau aku?" gumam Dave dengan kesal.

     "Dokter boleh tinggalkan kami berdua? Saya ingin berbicara dengan istri saya dulu." perintah Dave mengatupkan kedua tangannya di depan dada dengan ramah.

    "Pak Dave, maaf saya harus memberitahukan kepada anda. Sepertinya istri anda mengalami kehilangan sebagian memori ingatannya. Dia hanya ingat apa yang terakhir dia lakukan dan siapa saja yang ada bersama dia sebelum kecelakaan itu terjadi, tapi itu hanya sementara saja. Jadi pak Dave tidak perlu khawatir, perlahan ingatannya pasti akan kembali." ucap dokter yang menangani Keinara menjelaskan.
    

TAWANAN CEO KEJAM Where stories live. Discover now