2. Kebohongan Aika

Start from the beginning
                                    

"Siapa di situ?" seru seseorang dari kejauhan.

Aika segera bersembunyi di balik semak, sampai seseorang menangkapnya dari belakang. Dia tidak bisa melihat dengan jelas karena tubuhnya kini ditutupi selimut yang cukup tebal.

"Lepaskan!" pekiknya.

"Tenanglah, ini aku Ed. Apa yang kau lakukan di sini?"

Aika menurunkan selimut dari wajahnya dan menatap wajah Edward lurus. "Apa itu kamu, Ed?" bisiknya lirih.

"Iya, apa kau menangis?"

"Bahkan, untuk menangis pun, aku tak memiliki  tempat."

"Jadi, benar kamu ke sini untuk nangis? Dasar cengeng! Pergi ke kamarmu sana, Arbie akan marah-marah kalau kau tidak ada di sampingnya."

"Kenapa kau memintaku untuk menemuinya, Ed?"

"Dia suamimu sekarang, pergilah kepadanya. Hapus air matamu itu."

Aika berdiri, dia menutup kepalanya dengan selimut. Dia berjalan menuju lift dan kembali ke kamarnya.
...

"Apa mama pengen kamu hamil?" tanya Arbie serius.

"Nggak, aku cuma becanda, mengakui kemandulanku, mungkin lebih mudah, tenang saja, Mama pasti percaya kalau aku mandul," kata Aika santai.

Dia berjalan berjinjit ke kamar mandi, Arbie tak tega melihatnya dan mengendongnya sampai kamar mandi.

"Manis sekali suamiku ini," pujinya di telinga Arbi.

"Geli ah!"

"Makin gemes aja, makin hari, boleh cium gak?" goda Aika.

"Jangan cium-cium ah, kita kan cuma temen."

Aika tidak mengerti maksud dari konsep pertemanan ala Arbie yang membuat mereka terlihat mesra, akur dan romantis. Nyatanya, Aika menginginkan hal lain dari sekedar kontak fisik ringan itu. Jiwa dan geloranya, acap kali memuncak menatap wajah suaminya. Namun, lagi-lagi, Arbie menolaknya.

Arbie menutup pintu kamar mandi dan meninggalkan Aika di sana. Dan Aika langsung terduduk lemas di kamar mandi sambil berurai air mata. Entah sampai kapan, dia akan menutupi segalanya seorang diri.

...

Malam-malam menjadi sangat sepi, gadis cantik itu, menghabiskan waktunya hanya berguling di atas tempat tidur sambil menonton drama korea kesukaannya. Arbie masih berbicara dengan keluarganya selepas makan malam. Aika memilih masuk ke kamar, karena menurutnya, sang ibu mertua tidak akan suka melihatnya di hadapannya dengan gips besar untuk kakinya.

Ponselnya bergetar pelan, ada notifikasi dari sang kakak di ponselnya. Dia membukanya, dan hanya diam membaca setiap pesan yang dikirimkan saudari kembarnya itu.

"Apa kau sudah makan, Dek?" Pertanyaan bernada perhatian itu, sudah pasti bukan dari Aira. Mau hujan badai menenggelamkan kota, dia tidak akan mau bertanya kabar adiknya, kecuali dia sedang membutuhkan sesuatu.

"Bilang saja kalau butuh sesuatu," balas Aika datar. Dia kembali berguling, dan kini terlentang di atas tempat tidur.

Pintu kamar dibuka, Arbie baru saja kembali dari ruang makan. Dia langsung masuk kamar mandi dan membasuh tubuhnya. Aika bangkit dari tempat tidurnya dan mengeluarkan baju untuk suaminya. Dia meletakkan piyama berwarna biru muda di atas kursi.

Tak lama, Arbie keluar hanya dengan handuk yang melingkar di pinggangnya. Dia meraih pakaian itu dan membuang handuknya begitu saja. Aika sama sekali tak peduli pada adegan itu. Dia sibuk dengan ponselnya, menonton drama korea.

"Apa laki-laki di dalam ponselmu itu, lebih ganteng ketimbang aku?" tanya Arbie.

Pertanyaan itu membuat Aika menoleh ke arahnya. Laki-laki itu hanya mengenakan boxer berwarna hitam. Aika datar-datar saja menatapnya, lalu menoleh ke arah lain.

"Kenapa, kok, malah buang muka?" tantang Arbie. "Apa aku tak menarik?"

Aika menarik napasnya, dia menatap wajah suaminya. "Apa Mas yakin, godain Aika sekarang? Bukannya kita cuma teman?"

Arbie diam, Aika juga diam.

Sepuluh menit yang lalu, Arbie berbincang dengan Mario, perbincangan itu membuat dada Arbie terasa sesak. Dia tak bisa membayangkan, malam itu akan menjadi malam paling menyakitkan untuk Aika. Wanita cantik yang selalu tersenyum dan menghibur hatinya itu, tak pernah mau berkata jujur tentang perasaannya. Dan hal itulah yang membuat Arbie tak ingin menyentuhnya lebih dalam lagi.

"Kau harus memutuskannya, Bie. Kalau memang sayang, lanjutkan, hamili dia, seperti maunya. Tapi, kalau kau tak suka, lepaskan. Dia berhak bahagia, kau tahu kebohongan terbesarnya?"

"Apa, Mas?"

"Dia berbohong pada dirinya, kalau dia baik-baik saja, tapi jauh di dalam dadanya, dia tidak bisa bernapas dengan baik ketika ada di dekat kita. Besok kalian genap setahun bersama, putuskanlah."

.

.

Pengantin Cadangan 2Where stories live. Discover now