43. Seminggu Sebelum Reuni

20 3 3
                                    

"Waduh... kenapa tiba-tiba sekali?" keluh Uri sesudah membaca secarik surat yang ia temukan terselip di bawah pintu.

Siang itu, setelah membantu mempersiapkan barang-barang yang akan Uri jual besok, mereka makan seperti biasa. Karena kondisi Auris belum memungkinkan untuk memasak, Ryuu kembali membeli makanan untuk mereka bertiga. Mereka makan di ruang tengah dan tiba-tiba Uri melihat secarik surat yang masuk dari sela-sela pintu.

"Surat dari siapa?" tanya Ryuu sambil masih mengunyah.

"Dari guruku... Katanya dia perlu aku untuk segera datang ke tempatnya, dan tidak bisa ditunda." Uri menggaruk kepala. "Tapi besok kan sudah mulai festival! Aku keburu bayar sewa tempat untuk jualan, meskipun cuma buat sehari, tetap saja aku bakal rugi!"

"Eh, jadi kamu hanya akan jualan selama sehari?" tanya Ryuu lagi. "Tidak sampai festivalnya berakhir?"

Uri menggeleng. "Cuma sehari. Spell dan potion yang kubuat jumlahnya terbatas. Aku tidak punya stok barang yang cukup untuk jualan seminggu penuh di sini. Lagipula jualan di hari pembukaan festival sudah sangat menguntungkan, kok! Yah, tapi... kalau aku harus ke tempat guruku... jadinya..."

Ryuu mengambil sesuap sup kerang. "Waktu sewanya tidak bisa diubah?"

"Tidak."

"Kalau begitu tolak saja permintaan gurumu dan jelaskan situasinya. Harusnya dia akan mengerti."

"Aduh... aku tidak mau kurang ajar dengan menolak permintaannya begitu!" Uri menghentakkan kaki kesal dan kembali duduk di samping Auris. "Lagipula jarang sekali dia memanggilku tiba-tiba seperti ini. Itu berarti memang ada sesuatu yang amat sangat penting."

"Kalau begitu gimana kalau aku yang menggantikanmu jualan?" tawar Auris, meskipun ia kurang yakin dengan suasana yang akan dihadapi nanti. "Eh... caranya kurang lebih sama seperti saat jualan di Sanctuary, kan?"

"Yang benar?" Uri terlonjak senang, tapi ia jadi terlihat ragu saat melihat kaki Auris. "A-Aku bakal senang sekali kalau Kak Auris mau gantiin aku, tapi... jangan sampai memaksakan diri, lho?"

Auris mengibaskan tangan. "Santai saja! Cuma sehari, kan?"

"Ada aku dan Ryuu juga yang menjaganya," tambah Luka. "Kamu gak perlu khawatir!"

Kemudian setelah Auris menyakinkan Uri bahwa ia akan baik-baik saja, Uri akhirnya mempercayakan barang-barangnya pada Auris. Kemudian anak itu masuk kamar dan langsung mempersiapkan barang-barang yang akan ia bawa untuk menemui gurunya. Lalu tak butuh waktu lama sampai semuanya siap dan anak itu sudah ada di ambang pintu.

"Semua dokumen yang mungkin akan diperiksa oleh panitia festival sudah kutinggalkan di laci. Karena aku mungkin akan tidak ada di sini selama seminggu, aku akan bawa kunci duplikat rumah ini. Meskipun kondisi kakimu sudah jauh lebih baik, tapi jangan lupa tetap oleskan ramuannya di permukaan kulit dan minum obat yang kusiapkan! Sampai jumpa seminggu lagi! Dadaaaaah!"

Dan begitu saja, Uri melambaikan tangan dan langsung berlari pergi.

Baru beberapa saat setelah anak itu pergi, rumah ini jadi langsung terasa sepi. Auris tertatih mendekati pintu yang Uri biarkan terbuka dan menutupnya.

"Auris," panggil Ryuu yang baru selesai membersihkan makanan dari piring setelah menambah lauk untuk kesekian kalinya. "Apa kau masih belum tenang atas kematian Mira?"

Gadis itu mematung. Apa Kak Luka memberitahunya kalau semalam aku terbangun? Auris melirik Luka yang duduk mendongkak melihat langit-langit rumah. "Eh... ya... sedikit..."

Ryuu berdiri membereskan peralatan makan di meja, lalu mengeluarkan sesuatu dari kantong kertas belanjaan; dua buah lilin merah.

"Apa semasa hidup menjadi manusia, kamu biasa berdoa?" tanya Ryuu.

ProphecyWhere stories live. Discover now