17. Lookout Scout

33 6 1
                                    

17. Lookout Scout

Keenan tidak ada di manapun. Mars sudah membuka setiap ruangan di bangkai kapal Forgotten Ark itu—ya, orang itu memang tidak pernah mengunci pintu ruangannya—dan hasilnya nihil. Padahal setahu Mars, Keenan sangat jarang dan nyaris tidak pernah meninggalkan tempat ini.

Ya sudah, lagipula yang Mars butuhkan saat ini bukan melakukan transaksi atau bicara pada Keenan, tapi meluapkan kekesalan yang tak bisa ia lampiaskan jika berada di tempat lain yang selalu diawasi Guard. Mars mengeluarkan tongkatnya lalu mengalirkan energi sekaligus kekesalan yang ada di tubuhnya pada tongkat itu.

Dalam tiga detik, ujung tongkatnya memancarkan cahaya merah. Detik berikutnya Mars langsung membidik, targetnya adalah dinding tanah di samping mulut gua. Selanjutnya seberkas cahaya melesat dari ujung tongkat Mars, meledakkan target, menciptakan cekungan cukup dalam yang muat jika digunakan untuk mengubur seekor Crab.

Melihat bekas ledakan itu, Mars mengernyit. Bukannya daya ledak firework spell ini lebih lemah dari yang biasa kubeli? Apa Keenan mengubah komposisi spellnya? Sejak kapan? Kalau selama ini setiap aku mendapat pasokan baru, orang itu melemahkan daya ledak spellnya secara bertahap tanpa kusadari…

“Etika berkunjung ke rumah orang lain itu pertama-tama ucapkan salam. Bukan langsung main ledakan!”

Mars refleks berbalik, menemukan Keenan yang sedang terbaring di atas tanah berumput, di tengah satu-satunya danau jernih di tempat itu.

Sambil berbaring, Keenan masih mengoceh. “Kalau memang mau latihan menembak harusnya kau membidik target lain, jangan menembak dekat gua. Kau bisa mengganggu para Crab yang sedang—aduh! Kau ini kenapa?”

Keenan hanya bergeming saat Mars meraih lehernya dan mengangkatnya hanya dengan satu tangan semudah mengangkat boneka. Tangan Keenan tetap terkulai di kedua sisi tubuhnya. Pemuda itu bahkan tidak melawan saat cengkeraman Mars pada lehernya makin kuat, menghambat saluran pernapasan dan membuat pandangannya mulai berkunang-kunang. Dengan santai Keenan malah mengulas senyum di bibirnya. “Kalau ada… masalah… bisa kita… bicarakan baik-baik? Tidak… ada untungnya buatmu… kalau aku mati… kehabisan napas… di sini.”

Mars berdecak. Keenan benar. Sekesal apapun Mars dan selama orang ini tidak mengancam nyawanya, ia tidak boleh membunuh Keenan. Kalau dia mati, Mars akan kesulitan mencari peracik spell lain dengan kualitas tinggi. Maka dengan serta-merta Mars melepaskan cengkeramannya di leher Keenan, membuat orang itu langsung jatuh ke tanah dengan suara gedebuk dan posisi tubuh saat terjatuh yang aneh—benar-benar seperti boneka yang dijatuhkan.

Ah, sejak tadi pun Mars tidak melihat adanya pergerakan pada tangan dan kaki Keenan. Tubuhnya seolah lumpuh. Mars melemparkan tatapan menyelidik padanya. “Kau habis minum apa?”

Keenan baru menjawab pertanyaan Mars setelah ia mengatur napasnya yang tadi nyaris melayang. “Sebotol potion yang masih dalam tahap pengembangan. Aku hanya bisa memastikan kalau potion itu tidak membahayakan nyawa saat diminum, tapi aku belum tahu efek sampingnya. Makanya kuminum sendiri. Ternyata efek samping potion itu membuatku tidak bisa menggerakkan tubuh sama sekali—kecuali kepala. Normalnya hanya akan berefek selama beberapa jam.” Keenan tertawa, seolah hal itu bukan masalah baginya. “Jangan khawatir, sepertinya efek sampingnya akan hilang beberapa menit lagi, kok.”

“Kau pikir aku khawatir, hah?” Mars meringis ngeri. Inilah salah satu alasan kenapa selama bertahun-tahun mengenal Keenan, ia tidak pernah mau menelan minuman apapun yang Keenan buat, walaupun itu hanya sekadar teh. Siapa yang tahu potion macam apa yang orang ini tambahkan ke dalam gelasnya?

“Aku ini rekanmu. Bukannya normal kalau seseorang mengkhawatirkan rekannya?” tanya Keenan yang langsung ia tanggapi sendiri beberapa saat kemudian. “Oh iya, kau kan memang tidak normal.”

ProphecyWhere stories live. Discover now