37. Keberuntungan

23 3 10
                                    

Uri masih menjaga Auris yang terlelap. Anak itu terkantuk-kantuk di kursinya, di depan sebuah buku tebal di atas meja, buku catatan, dan pena di tangan. Jemari yang memegang pena itu mulai terlihat rileks, melonggarkan pena dari genggaman. Mata Uri tertutup sepenuhnya. Kepalanya mulai menunduk, nyaris menyentuh buku. Tiba-tiba penanya terlepas dari genggaman Uri. Suaranya membuat anak itu terlonjak kaget dan buru-buru melihat jam. Waktu baru berjalan sekitar dua atau tiga menit sejak ia terakhir kali mengecek waktu.

Sudah hampir tiga jam sejak aku menyuntikkan ramuan baru itu...

Yang ia maksud adalah ramuan yang dikirim gurunya, yang ia ambil sendiri beberapa jam lalu dari kantor pos. Menurut catatan yang menyertainya, akan ada reaksi abnormal yang terjadi pada Skykid yang diberi ramuan itu. Namun catatan itu tidak menyertakan kapan reaksi tersebut muncul dan reaksi apa yang akan terjadi. Tugas Uri-lah yang harus mencatat reaksi dari ramuan itu dan melaporkannya kembali pada gurunya.

Uri menelan ludah. Pandangannya beralih dari catatan pada Auris yang masih terbaring tenang. Ketidaktahuan memang menakutkan. Uri tidak tahu apa yang akan terjadi pada Auris setelah diberi ramuan itu. Apa reaksinya akan membahayakan Auris? Apa reaksinya akan membahayakan Uri sendiri?

Anak itu menggeleng kuat-kuat. Ia tak perlu memikirkan hal yang belum pasti. Cukup percaya pada gurunya dan lakukan apa yang ia suruh, seperti biasa. Kemudian semuanya akan berjalan lancar seakan-akan keberuntungan selalu berpihak padanya. Uri yakin bahwa keberuntungan gurunya pun menyertai dirinya. Kalau tidak, mana mungkin ia bisa bertahan hidup di luar menara sendirian, bahkan terlepas dari pembunuh di Wasteland waktu itu?

Uri mengepalkan tangan. Yakin bahwa reaksi ramuan itu tidak akan membahayakan dirinya. Namun, ia tidak bisa memastikan apa yang akan terjadi pada Auris.

Anak itu menggigit bibir. Kalau sesuatu terjadi pada Kak Auris, berarti aku harus...

Tok, tok, tok!

"WAH!"

Sekali lagi, Uri terlonjak dari kursinya. Kemudian buru-buru merapikan barang-barang dan memasukkan sebotol ramuan lain di tas kecilnya. Tak lupa ia kembali memakai topengnya sebelum berlari-lari kecil untuk membuka pintu depan.

Di halaman rumah ada Ryuu, Luka, dan temannya, Rahya. Rahya melambaikan tangan sambil tersenyum pada Uri yang ia balas dengan anggukan sopan. Setelah itu ia pamit. Ryuu langsung masuk ke rumah dan duduk di kursi ruang tengah, disusul oleh Luka. Entah kenapa Ryuu terlihat seperti memikirkan sesuatu. Sebelumya pun tampang Ryuu di mata Uri sudah kaku dan serius, tapi kali ini tingkat keseriusannya seolah bertambah berkali-kali lipat dari biasa.

Yang ia tahu, alasan Ryuu keluar tadi karena harus berurusan dengan pihak istana Valley mengenai Auris. Uri penasaran dengan hasilnya. Bagaimanapun, jika Kerajaan Valley memutuskan untuk menahan Auris karena ia adalah Skykid Vault, Uri pun akan dirugikan.

"Jadi..." Uri memecah keheningan yang terjadi sejak Ryuu dan Luka masuk. Ia pun melepas topengnya. "Gimana keputusan dari istana Valley?"

Ryuu menoleh. Dari ekspresinya, sesuatu yang dipikirkan pemuda itu jadi buyar karena ucapan Uri. "Auris diizinkan tinggal di sini asalkan kita bisa memastikan tak akan ada orang lain yang tertular darkness dari Auris. Kemudian secara berkala, Rahya juga akan datang memeriksa dan melaporkan kondisi Auris pada istana."

Uri tak bisa menahan diri untuk bernapas lega. Kalau begitu, Auris bisa tetap ada di bawah pengawasannya.

"Oh ya, ngomong-ngomong..." lanjut Ryuu tiba-tiba, "kamu belum menjelaskan apa yang terjadi atau apa yang kau lakukan saat Auris keluar rumah. Bisa jelaskan padaku?"

Uri mengangguk. "Waktu itu masih sore hari, kami lapar dan Auris menawarkan diri untuk membeli makanan. Aku sudah memperingatkannya bahwa jalanan di sini cukup rumit dan menawarkan diri untuk ikut, tapi Auris bersikeras karena ia merasa bisa mengingat jalan asalkan aku memberitahu arahnya."

ProphecyWhere stories live. Discover now