30. Pasir dan Kerikil

30 4 7
                                    

Panas…

Auris membuka mata. Hal pertama yang dilihatnya adalah atap berwarna kelabu. Lalu jam yang menunjukkan pukul dua belas malam. Kemudian pandangannya beralih ke tirai tebal sekelilingnya. Cahaya remang-remang lentera di ruangan itu membantu Auris melihat warna tirai dengan lebih jelas, merah gelap.

Gadis itu baru menyadari betapa lamanya waktu yang diperlukan otaknya untuk mengingat bahwa ia sedang ada di dalam salah satu kamar di rumah sakit. Seseorang bilang bahwa melemahnya ingatan otak adalah pertanda bahwa darkness mulai menginfeksi otaknya. Eh, sepertinya redaksinya bukan seperti itu. Apa Auris juga salah ingat tentang informasi yang diberikan teman sekamarnya?

Teman sekamar? Siapa teman sekamarku? Oh iya… Mira…

Auris menoleh ke kanan, tempat ranjang Mira berada. Karena mereka dipisahkan oleh tirai, beberapa jam lalu sebelum mereka tidur, Auris hanya bisa melihat siluet seorang gadis yang terbaring, dengan ditumbuhi bunga-bunga berduri di kepala dan sekujur tubuhnya.

Itu juga yang Auris kira akan ia lihat saat ini. Namun bentuk bayangan yang ia lihat sekarang terlalu aneh jika dianggap sebagai siluet seseorang yang berbaring. Ia tidak bisa melihat bentuk kepala dari siluet itu.

"Mi…ra…?" Suara Auris keluar jelas, tetapi usahanya itu membuat tenggorokannya sakit serasa disayat-sayat.

Tidak ada jawaban yang terdengar dari balik tirai.

Auris menggerakkan tangan, persendiannya terasa sakit seperti mau lepas, tetapi ia mengabaikannya. Setelah berhasil menggapai tirai itu, Auris menggesernya pelan.

Tidak ada Mira. Tidak ada tubuh seorang Skykid dengan jubah kupu-kupu jingga yang sedang berbaring. Yang ada hanyalah tempat tidur yang dipenuhi pasir dan kerikil, juga bunga-bunga darkness yang mengakar pada setumpuk pasir tersebut.

Gadis itu kebingungan. Ia memaksakan diri untuk bangkit, tak peduli meski nyeri menyerang punggungnya. Tangannya menyibak tirai itu lebih lebar dan yang Auris lihat tetap sama. Tumpukan pasir dan kerikil yang memanjang di tempat tidur dengan bunga-bunga berduri yang seolah tertanam di sana.

Ini bunga-bunga yang tumbuh di tubuh Mira… Auris termenung dengan isi kepala yang serasa berputar. Ia tidak yakin dengan penglihatannya. Kesadarannya pun tidak utuh saat tangannya bergerak mencari dan memencet tombol pasien. Salah satu perawat yang datang ke ke ruangan itu terkejut dan segera memanggil perawat lain dan seorang dokter.

Seorang perawat menuntun Auris untuk kembali berbaring. Sementara dua orang perawat lain membawa ranjang pasien Mira ke luar kamar, perawat-perawat lain dan seorang dokter malah mengelilingi Auris. Auris yang kebingungan hanya bisa melihat ranjang Mira yang dibawa ke luar tanpa penjelasan.

Mira kenapa? Mira kemana?

Dokter dan para perawat mengatakan sesuatu. Auris mencoba menyimak, tetapi yang berhasil ditangkap oleh pendengarannya hanya kata-kata acak seperti "operasi", "penyebaran darkness", "Vault", "percobaan", "izin istana" dan lain-lain.

Operasi? Apa aku akan dioperasi? Separah apa keadaanku?

Lalu Auris melirik kaki kirinya. Bunga berduri yang dilihatnya tumbuh di tubuh Mira kini ada di kakinya, menembus dan mengoyak perban putih yang membalut betisnya semalam. Bunga itu mekar, memperlihatkan kelopaknya yang lebar seolah memberi tahu Auris bahwa betisnya adalah tempat yang pas baginya untuk tumbuh segar.

Kemudian tubuhnya kembali merasa panas, membuat kelima indranya kacau. Pendengarannya tidak mendengar apapun yang mirip dengan suara Auris, tetapi gadis itu yakin ia sedang menjerit menahan panas yang membakar.

ProphecyWhere stories live. Discover now