2. Courageous Soldier

63 15 5
                                    

Dari keenam kerajaan, Golden Wasteland adalah wilayah yang paling Ryuu hindari.

Langit berawan dengan warna kecoklatan membuat tempat itu terbilang amat kelam dan menakutkan dibanding wilayah lain. Suara angin yang berputar keras dari lorong awan yang menjadi pintu masuk ke kerajaan itu terdengar bagai amukan monster, selalu berhasil membuat pemuda itu merinding. Tak peduli sudah berapa puluh kali dirinya menginjakkan kaki di tanah kasar yang tercemar itu.

Untunglah sedikit cahaya yang berhasil menembus awan gelap Wasteland cukup menjadi penerangan. Ditambah api unggun abadi dan beberapa lentera yang terpasang di dekat gerbang utama makin mengurangi kesan mencekam tempat itu.

Dengan langkah tanpa suara, Ryuu menghampiri sebuah lobi. Terlihat beberapa Guider berjubah hijau terang berlalu-lalang sibuk membawa dokumen, tak menyadari hawa kehadirannya.

Barulah saat ia meletakkan sebuah kotak kayu berukir di meja, kedua penjaga berjubah hijau, laki-laki dan perempuan, yang sedang mengobrol itu tersentak dan sontak berdiri.

Kedua penjaga itu membungkuk. "Selamat datang di Golden Wasteland. Apa yang dapat kami bantu untuk Anda, Tuan Rhythm?"

Ada perasaan risih saat mendengar orang lain memanggilnya dengan nama Ancestor-nya.

"Saya diminta menyampaikan ini untuk Raja Wasteland," ujarnya sambil mengusap penutup kotak kayu yang ia bawa. "Atas nama Ratu Vault."

Kedua penjaga itu mematung. Terlebih saat Ryuu mendekati lentera dan memperjelas warna jubah yang ia kenakan. Biru tua.

"Ah... Kami..." Penjaga yang laki-laki gelagapan setelah disikut oleh rekannya. "Mohon tunggu sebentar!"

Dalam hitungan detik, mereka berdua melesat dari tempatnya, meninggalkan Ryuu sendiri bersama kotak kayu dan lobi yang kosong. Kondisi yang sudah ia perhitungkan saat berani menyebut nama Ratu Vault di tanah ini.

Akhirnya mereka berdua kembali beberapa menit kemudian dengan seorang wanita berambut ikal pendek dan berjubah hitam.

"Aku tidak sudi menerima kiriman apapun dari seorang ratu yang egois," ujar wanita itu pelan sambil menunduk, kemudian mengangkat wajahnya. "Itu yang Raja kami pesankan setiap ada utusan dari Vault yang datang."

Jawaban seperti itu juga sudah Ryuu perhitungkan. Tapi penyampaiannya lebih 'tenang' dari yang ia kira.

"Saya mengerti." Pemuda itu menarik kembali kotak kayu ke dalam jubahnya sambil sedikit berbasa-basi dengan wajah tanpa ekspresi. "Tapi saya kira Raja Wasteland akan langsung mengerahkan orang untuk menyeret saya keluar."

"Wasteland memang memiliki hubungan tak menyenangkan dengan Vault..." Wanita itu tersenyum getir. Tiupan angin dari lorong awan sedikit membuat anting panjangnya berayun. "Tapi kami sama sekali tidak memiliki masalah dengan orang-orang dari Hidden Forest," jawabnya sembari melihat mata Ryuu yang berwarna biru muda.

Warna matalah yang menyelamatkannya. Mendadak ia merasa beruntung dilahirkan di hutan hujan itu.

Ryuu mengangguk sekali. "Kalau begitu, sekarang saya akan memasuki Wasteland untuk mencari winged light. Apa diizinkan?"

"Semua Skykid bebas mencari dan mengambil winged light di wilayah manapun," ujar wanita itu sambil mengutip salah satu aturan yang sudah disepakati sejak perang usai tiga musim lalu. "Anda tak perlu meminta izin, Tuan Rhythm."

Ryuu meletakkan tangan kanannya di dada kiri sembari membungkuk, sekilas dilihatnya wajah wanita itu yang sedikit merona. "Akan saya sampaikan pesan Raja Wasteland pada Ratu Vault. Semoga berkah bintang tercurah pada Anda, Nona Enchantment."

Wanita itu balas meletakkan tangan di dada kirinya. "Dan semoga berkah langit menyertai Anda, Tuan Rhythm."

Ryuu berlalu meninggalkan lobi itu, mengganti jubah biru tuanya dengan jubah ungu tua dengan tepian bulu berwarna putih, kemudian mendekati dua pilar besar yang menjadi gerbang utama. Ia disambut oleh pusaran awan dengan suara bising bagaikan mulut mengaga yang meminta makan. Jubah ungu dan rambut putihnya yang dikuncir berkibar diterpa angin.

Pemuda itu menatap kosong. Yang sedang menunggu di balik pusaran awan gelap itu adalah semua ketakutannya.

"Jadi akhirnya kamu menerima nasihatku, Ryuu?"

Seorang gadis bertopi lebar tiba-tiba sudah ada di sebelah kanannya, menatap pemuda itu dengan berbinar sambil menepuk punggung Ryuu yang dilindungi jubah dengan lima bintang kecil yang tersusun vertikal.

"Bukan winged light," tukas Ryuu pelan yang membuat binar senang di mata gadis itu lenyap seketika. "Ini... lebih penting dari itu."

***

Sah bilang Menara Vault ada di tengah Kerajaan Golden Wasteland. Meski namanya begitu, tempat itu sama sekali tak terlihat berkilau seperti emas. Malah didominasi warna hijau kusam yang membuat seluruh tempat itu terlihat seram.

Auris merinding. Kakinya yang tak beralaskan apapun menggantung, terbang jauh di ketinggian puluhan meter. Energi sayapnya yang sedikit tentu tidak cukup mencapai ketinggian ini seorang diri. Satu-satunya yang dapat ia lakukan sejak tadi hanya menggenggam tangan kiri Sah erat-erat, sampai kini tangannya mati rasa. Lewat genggaman tangan, Auris merasakan sesuatu yang terhubung, mengalir dari sentuhan Sah. Suatu energi yang membuat kepakan jubahnya selaras dengan jubah pemuda itu.

Dirinya diapit atmosfer mencekam, baik dari awan hijau di atasnya atau dari makhluk-makhluk hitam perpaduan naga dan udang raksasa yang terbang di bawah mereka. Makhluk itu seperti berpatroli, terbang pelan di udara, memindai tiap jengkal tanah, gundukkan tinggi—mungkin permukaannya sekeras batu, dan air hitam dengan sinar biru muda dari satu matanya.

Masih mengepakkan jubahnya, Sah dengan tenang memilih rute terbang yang aman dari si Naga-Udang yang setiap gerakannya membuat serpihan sisik hitam berjatuhan ke tanah dan mengeluarkan suara gemuruh. Efek gemuruh itu seolah ikut mengguncangkan tubuh ramping Auris, juga mengguncang ketenangannya.

Entah kenapa Auris mulai merasa tidak enak.

Apa Sah mengambil jalan yang benar?

Auris melirik Uri--yang memutuskan untuk ikut--di sebelah kanan Sah. Anak itu tetap tenang. Apa itu artinya arah mereka sudah benar? Apa Uri tidak takut pada makhluk-makhluk serupa naga hitam itu?

Lama memerhatikan keadaan di bawahnya, Auria baru sadar bahwa beberapa gundukkan yang ia lihat bukan gundukkan biasa, tapi kerangka makhluk berukuran jauh lebih besar dari Naga-Udang itu. Tempat ini seperti kuburan bagi mereka. Rasa ngeri mendadak merayapi pikiran Auris.

Kuburan. Kata itu selalu mengingatkannya pada kematian. Terutama kematiannya sendiri. Auris mendadak berkeringat dingin.

Kematianku dulu… apa karena aku dibunuh? Kalau begitu bukankah seharusnya aku tak mudah percaya pada orang asing?

Sibuk dengan pikirannya, Auris terlambat menyadari bahwa genggaman Sah perlahan melonggar dan terlepas.

Lalu semuanya mendadak begitu cepat. Tubuh Auris dan Uri meluncur vertikal, disambut raungan si Naga dan sorot satu matanya yang berubah merah, berkedap-kedip beberapa detik, bersiap menyambut mangsa.

Di dekatnya, Uri memekik histeris.

Tubuh Auris seolah bergerak otomatis, menendang tubuh kecil Uri yang masih terjun hingga terlempar dari jarak pandang naga hitam, lalu jubahnya mengepak satu kali, memaksa seluruh tubuhnya bermanuver di udara, berputar menghindar. Serangan naga hitam meleset, makhluk itu menerjang udara kosong. 

Auris mendarat keras. Kedua kakinya tersentak tiba-tiba oleh berat tubuh dan air hitam yang terasa menyerap energinya langsung membuat rasa nyeri itu semakin menggelenyar. Lepas dari ancaman naga hitam, insting siaga Auris mendeteksi bahaya lain. Sontak ia mendongkak, melihat Sah telah siap dengan tongkat dengan sinar bulat kemerahan.

Air hitam yang kental itu membuat langkahnya berat. Tak sempat menghindar, sinar itu menembak sisi kepalanya, membuatnya terpelanting jauh. Tubuhnya ditabrak sesosok makhluk lain yang kembali mementalkannya entah ke mana.

Hal terakhir yang diingatnya hanya suara derak tulang di tubuhnya yang membentur batu.

Prophecyजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें